Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun 2025 mengungkap potensi masalah hukum serius dalam pelaksanaan proyek infrastruktur jalan dan irigasi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Audit terhadap realisasi belanja modal tahun anggaran 2024 menemukan adanya kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi teknis pada belasan proyek yang dikelola Dinas PUPR.
Total kelebihan bayar akibat kekurangan volume pada 11 paket proyek tercatat mencapai Rp 2.311.668.088,64. Temuan ini didasarkan atas pemeriksaan fisik langsung di lapangan oleh BPK bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), penyedia jasa, dan konsultan pengawas.
BPK menyampaikan Pemkab Tanjung Jabung Timur menganggarkan Rp 217,89 miliar untuk Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan pada TA 2024, dengan realisasi Rp 208,82 miliar atau 95,84%. Dari angka tersebut, Dinas PUPR mengelola proyek senilai Rp 188,9 miliar dengan realisasi Rp 180,99 miliar.
Namun di balik angka-angka besar itu, BPK menemukan indikasi pekerjaan jalan tidak seluruhnya dikerjakan sesuai kontrak. Pemeriksaan uji petik terhadap 13 paket proyek menunjukkan 11 di antaranya mengalami kekurangan volume pekerjaan.
Berikut beberapa proyek yang disorot BPK dalam temuan kekurangan volume:
| No | Nama Proyek | Nilai Kontrak | Kelebihan Bayar |
|---|---|---|---|
| 1 | Jalan Panacuk–Sungai Daun | Rp1,86 M | Rp41,7 Juta |
| 2 | Jalan Air Hitam Laut–Sungai Cemara | Rp3,26 M | Rp728,9 Juta |
| 3 | Jalan Simpang 4 Camat–Batas Nipah Panjang | Rp12,75 M | Rp40,1 Juta |
| 4 | Jalan KTM Suka Maju | Rp4,48 M | Rp39,1 Juta |
| 5 | Jalan Koto Kandis–Trimulya | Rp10,15 M | Rp380,4 Juta |
| 6 | Jalan Tugu PMD–Jerambah Beton | Rp10,92 M | Rp44,6 Juta |
| 7 | Jalan ke Lambur Luar | Rp5,82 M | Rp4,7 Juta |
| 8 | Jalan Sungai Lokan–Jambat | Rp3,36 M | Rp3,4 Juta |
| 9 | Jalan Lintas Sadu–Sayang | Rp7,59 M | Rp5,4 Juta |
| 10 | Jalan Simpang Lambur II–Simbur Naik | Rp20,42 M | Rp22,9 Juta |
| 11 | Jaringan Irigasi Terintegrasi Teluk Dawan | Rp6,94 M | Rp1 Miliar |
Total kontrak proyek: Rp87,6 Miliar
Total potensi kerugian negara: Rp2,31 Miliar
Kelebihan bayar akibat volume pekerjaan yang tak sesuai ini mengindikasikan adanya kelalaian dalam pengawasan proyek atau bahkan potensi unsur perbuatan melawan hukum. Sebab, dalam proyek APBD, setiap selisih volume fisik dengan pembayaran negara merupakan kerugian yang harus dikembalikan.
Apalagi BPK menyatakan penghitungan dilakukan berdasarkan dokumen kontrak, dokumen pembayaran, hingga pengukuran fisik di lapangan bersama PPK dan pihak rekanan.
“Jika nilai pekerjaan lebih kecil dari pembayaran, maka kelebihan bayar itu harus dipertanggungjawabkan,” tulis BPK dalam laporan resminya.
Dengan nilai total kelebihan bayar yang menyentuh miliaran rupiah, temuan ini berpotensi menjadi pintu masuk penyelidikan aparat penegak hukum. Apakah ada unsur penggelembungan volume? Atau proyek yang hanya dikerjakan sebagian?
Beberapa rekanan seperti CV SCP, CV PG, dan CV BNS bahkan tercatat dengan nilai kelebihan bayar yang signifikan. Salah satunya proyek irigasi CV BNS yang menyebabkan kelebihan bayar lebih dari Rp 1 miliar, menjadi yang tertinggi dalam temuan BPK ini.
Fakta bahwa kekurangan volume ini lolos dalam laporan progres, pencairan, dan penagihan pembayaran memunculkan tanda tanya besar atas fungsi konsultan pengawas dan PPK. Mengapa tidak ada koreksi sejak awal?
BPK sendiri merekomendasikan agar pemerintah daerah segera melakukan penagihan pengembalian kelebihan bayar kepada rekanan.
Jika tidak diselesaikan dalam waktu yang ditentukan, temuan ini bisa berkembang ke ranah Tindak Pidana Korupsi.(*)
Add new comment