Jambi – Pembangunan Kantor Wali Kota Jambi yang telah menyedot anggaran Rp 105 miliar dari APBD 2022 dan 2023 kini menjadi sorotan tajam. Audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tahun 2024 mengungkap banyak kejanggalan dalam proyek yang dikerjakan oleh PT Station Energi Indonesia (SEI), mulai dari kekurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran, hingga masalah serius pada pemasangan dinding granit yang berisiko membahayakan keselamatan.
Proyek yang seharusnya menjadi ikon kebanggaan Kota Jambi ini justru menyisakan tanda tanya besar: Apakah ada dugaan penyimpangan dalam proyek senilai ratusan miliar ini?
Temuan terbaru BPK menunjukkan bahwa masalah dalam proyek ini bukan hanya terjadi pada tahap lanjutan tahun 2023 senilai Rp 70 miliar, tetapi juga sejak tahap awal pembangunan tahun 2022 senilai Rp 35 miliar.
Berikut adalah sejumlah temuan penting dari audit BPK RI:
1️⃣ Pekerjaan Tidak Selesai Tepat Waktu
Akibat keterlambatan ini, kontraktor dikenai denda, namun proyek tetap dinilai bermasalah.
2️⃣ Kekurangan Volume Material
BPK menemukan banyak item yang tidak dipasang sesuai kontrak, di antaranya:
✅ Smoke Detector Lt.1
✅ Installation Fire Alarm Lt.1
✅ Box Panel lengkap dengan Terminal Lt.1
✅ Kusen Pintu P.FD Lt.4
✅ Kentledge Test
✅ AC Cassette 32.000 BTU/h (3 PK)
✅ Pasir Urug tebal 5 cm
✅ Lantai Kerja Beton LC K-100 tebal 5 cm
✅ Wiremesh M6-150 (1 lapis)
✅ Pengecoran Beton K-250 tebal 10 cm (Readymix)
Total kerugian akibat kekurangan volume mencapai Rp 313 juta pada tahap lanjutan 2023.
3️⃣ Dinding Granit Tidak Menempel Sempurna, Berisiko Runtuh
Lapisan granit yang dipasang di dinding tidak memiliki daya rekat yang cukup, bahkan beberapa keping granit sudah terlepas dari bangunan yang baru diresmikan. Kontraktor terpaksa memasang angkur (dynabolt) dari sisi luar dinding, yang berisiko korosi dan membuat air hujan merusak struktur bangunan. BPK menilai pemasangan ini tidak sesuai prosedur dan membahayakan keselamatan publik.
4️⃣ Kelebihan Pembayaran dan Material yang Tidak Sesuai Spesifikasi
Pada tahun anggaran 2022, BPK menemukan kelebihan pembayaran sebesar Rp 562 juta akibat, kekurangan volume besi D16, D19, dan D22 senilai Rp 337 juta. Penggunaan material yang tidak sesuai AHSP (Analisa Harga Satuan Pekerjaan) sebesar Rp 224 juta. Dengan anggaran ratusan miliar, bagaimana mungkin ada kekurangan volume dan kelebihan pembayaran seperti ini?
Temuan BPK ini langsung menuai reaksi keras dari masyarakat. Warga mempertanyakan pengawasan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Jambi yang bertanggung jawab atas proyek ini.
"Masak proyek semahal ini masih ada temuan kekurangan volume? Kok bisa dinding granit bermasalah? Apa tidak ada pengawasan dari Dinas PUPR?" tulis seorang netizen di media sosial.
"BPK sudah temukan masalahnya, tinggal kita tunggu siapa yang bertanggung jawab! Jangan sampai uang rakyat ratusan miliar dipakai buat proyek asal jadi," kata warga lainnya.
"Kalau proyek pemerintah sebesar ini saja bermasalah, gimana proyek-proyek kecil? Ini harus diusut!"
Warga dan aktivis mendesak aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan dan KPK, untuk mengusut proyek ini secara transparan.
Hingga berita ini diturunkan, PT Station Energi Indonesia (SEI) dan Dinas PUPR Kota Jambi belum memberikan tanggapan resmi.
Masyarakat kini menanti langkah tegas dari pemerintah dan aparat hukum untuk menindaklanjuti temuan BPK ini.(*)
Add new comment