Jambi, Kok Bisa?

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Logika Pemerintahan
IST

Bayangkan seorang petani kopi di lereng Gunung Kerinci. Bertahun-tahun hidupnya lurus saja. Panen, jual ke tengkulak, lalu selesai. Harga? Ya seikhlas pembeli. Ia tak pernah tahu bahwa harga robusta di pasar dunia sedang naik atau jatuh. Kabar dari kota butuh berhari-hari untuk tiba.

Lalu datanglah sebuah menara kecil. Program itu namanya “Dumisake Internet Desa.” Teknologi VSAT dan serat optik. Tiba-tiba, sebuah ponsel sederhana menjadi jendela ke dunia. Pagi-pagi ia bisa cek harga komoditas. Bisa gabung grup pasar digital. Bisa tawar-menawar dengan pembeli di kota lain, bahkan luar pulau. Pendapatannya merangkak. Hidupnya berubah.

Kisah ini kelihatannya sepele. Tapi inilah satu titik data hidup. Sebuah tanda dari sesuatu yang lebih besar sedang bergerak di Jambi. Sesuatu yang tersembunyi di balik angka-angka birokrasi yang biasanya bikin kening berkerut.

Belum lama ini, sebuah kabar dari KemenPANRB mendarat di Jambi. Isinya bikin banyak orang terkejut. Indeks Reformasi Birokrasi (RB) Provinsi Jambi melompat. Dari 61,23 (kategori B) pada 2023 menjadi 78,86 (kategori BB) pada 2024.

Bayangkan seorang siswa yang tahun lalu rapornya C, sekarang tiba-tiba B+. Loncat lebih dari 17 poin dalam setahun. Dalam dunia birokrasi yang biasanya berjalan seperti siput, ini seperti lompatan kuantum.

Yang bikin kaget lagi, Jambi jadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang berhasil naik dari B ke BB pada evaluasi tahun ini. Hanya Jambi.

Padahal, laporan tahun 2021 masih mencatat “belum ada perbaikan signifikan.” Semuanya terasa administratif. Apa yang berubah? Bagaimana Jambi melakukannya?

Jawabannya ada di balik mesin yang namanya “RB General” dan “RB Tematik.”

RB General itu fondasi. Tata kelola internal, laporan akuntabilitas (SAKIP), prosedur jelas, pengawasan. Di bagian ini Jambi naik dari 57,53 ke 69,14.

Tapi cerita sesungguhnya ada di RB Tematik. Pemerintah pusat tak lagi hanya menilai kerapian administrasi. Tapi juga, apakah kerapian itu dipakai untuk menyelesaikan masalah nyata?

Isunya jelas, kemiskinan, investasi, digitalisasi, inflasi.

Di sinilah Jambi bikin kejutan. Nilai RB Tematik melompat dari 3,70 pada 2023, menjadi 9,72 pada 2024. Naik 162,7 persen. Hampir tiga kali lipat.

Komponen Penilaian RBNilai 2023 (Kategori B)Nilai 2024 (Kategori BB)Peningkatan
RB General57,5369,14+11,61
RB Tematik3,709,72+6,02 (162,7%)
Indeks RB Total61,2378,86+17,63
Sumber : KemenPAN RB

Mesin penggeraknya apa?

Lagi-lagi jawabannya, digitalisasi.

Contohnya, Jambi jadi salah satu provinsi dengan adopsi QRIS paling masif. Hingga 2025, ada 394 ribu merchant (kebanyakan UMKM) dan 596 ribu pengguna aktif. Transaksi menembus Rp 2,4 triliun. Deputi BI sampai menyebut 100% pemda di Jambi sudah terhubung sistem digital. Melampaui capaian nasional.

Inflasi?

Agustus 2025, inflasi Jambi hanya 2,76% (yoy), di bawah target nasional. Pasokan bisa dipantau lebih akurat lewat sistem digital.

Digitalisasi ternyata bukan sekadar tema. Ia jadi roda penggerak. Flywheel. Membuat semua tema lain ikut bergerak.

Tentu ada kepemimpinan di balik itu. Tapi bukan yang bombastis. Bukan yang suka headline.

Dimintai tanggapan atas capaian ini, Gubernur Al Haris cuma berkata singkat.

“Saya kira ini bagus. Tetapi kita tetap ingin nanti semua kita benahi semua, data, kinerja. Kita benahi peningkatannya semua level.”

Tak ada euforia. Yang ada hanya kata “data” dan “kinerja.” Seperti CEO yang lebih peduli pada KPI ketimbang seremoni.

Komando senyap ini ternyata manjur. Kepala Bappeda Provinsi Jambi, Agus Sunaryo, langsung menyebut, pihaknya mendukung sepenuhnya arahan gubernur. Deputi KemenPANRB, Erwan Agus Purwanto, juga memberi validasi, menghargai upaya Pemprov Jambi yang nyata dan terukur.

Apakah ini garis finis? Tidak. Target nasional tetap predikat A. Jalan masih panjang.

Angka 78,86 bukan untuk dipajang di kantor gubernur. Ia baru berarti kalau petani kopi di Kerinci bisa terus jual hasil panen dengan harga pantas. Kalau ribuan UMKM bisa bertransaksi lewat QRIS. Kalau inflasi bisa terkendali.

Birokrasi yang baik bukan tujuan akhir. Ia cuma jalan tol yang lebih mulus menuju kesejahteraan.

Bung Hatta pernah berkata.

“Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tetapi akan bercahaya karena lilin di desa.”

Jambi sedang menyalakan lilin itu.(*)

Muawwin MM

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network

 

Baca lainnya

Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar