Jambi Cetak Sejarah, Nol Desa Sangat Tertinggal

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Logika Pemerintahan
IST

Pagi ini ada yang beda. Saya diminta Dr Fahmi Rasid,--koordinator sekretariat Tenaga Ahli Gubernur (TAG)--, mewakili kawan-kawan TAG untuk bicara di forum terhormat. Dialog interaktif bersama RRI. Di Aula Bappeda Provinsi Jambi yang sejuk ini, saya duduk bersama seorang ahli perencanaan, Pak Nico Fransisca. Dipandu duo host keren RRI, Akhmad Kharis dan Hasti Wulandari.

Topiknya berat. "Dari Desa untuk Jambi". Tapi saya justru mau memulainya dengan satu kalimat ringan. Sangat ringan, tapi isinya berat. Begini kalimatnya. di Jambi, kini, sudah tidak ada lagi desa yang statusnya "Sangat Tertinggal".

Nol. Habis.

Ini bukan klaim. Ini data resmi Indeks Desa Membangun (IDM) dari Kementerian Desa. Sebuah tonggak sejarah yang mungkin terlewat dari radar berita utama. Tapi bagi kami, ini adalah vonis. Vonis keberhasilan.

Bagaimana bisa?

Setahun lalu, desa berstatus Mandiri di Jambi ada 287. Tahu-tahu di tahun 2024, angkanya meroket jadi 391. Artinya, ada 104 desa yang berhasil "naik kelas" ke kasta tertinggi hanya dalam 365 hari. Luar biasa.

Tentu ini bukan sulap. Bukan sihir. Ini adalah hasil keringat banyak orang. Dan, tentu, kebijakan yang fokus.

Saya melihatnya begini. Desa-desa di Jambi tak lagi diposisikan sebagai objek yang menunggu belas kasihan. Desa kini adalah mesin. Motor penggerak. Lihat saja data PDRB kita. Ekonomi Jambi tumbuh solid 3,83 persen. Dari mana datangnya sepertiga kekuatan itu? Jawabnya, dari desa. Dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Artinya, denyut nadi ekonomi Jambi itu adanya di pekarangan rumah petani, di kebun sawit, di keramba ikan di 1.414 desa kita.

Efeknya langsung terasa ke perut rakyat. Pertumbuhan itu bukan sekadar angka di atas kertas. Pertumbuhan itu menjelma menjadi daya beli. Menjadi kesejahteraan. Buktinya? Angka kemiskinan turun paling drastis dalam sepuluh tahun terakhir. Ada 15.300 lebih saudara kita yang terangkat dari jurang kemiskinan. Dan, lagi-lagi, lebih dari 8.300 di antaranya berasal dari desa.

Siklusnya jadi indah. Desa menumbuhkan ekonomi, ekonomi menyejahterakan warga desa, warga desa yang sejahtera lalu berbelanja, dan belanjanya itu memutar roda ekonomi provinsi lebih kencang lagi. Sempurna.

Apa resepnya?

Salah satunya, program DUMISAKE. Konsepnya "keroyokan". Setiap desa dan kelurahan digelontor langsung Rp 100 juta. Uang itu menjadi amunisi bagi kepala desa untuk mengeksekusi program di tingkat paling bawah. Tak hanya itu, modal kerja juga disuntikkan langsung ke jantung ekonomi rakyat. Lebih dari 1.400 UMKM yang mayoritas digerakkan "emak-emak" dan ratusan kelompok tani.

Jika Anda bertanya, "Mana contoh paling konkretnya?"

Maka saya akan ajak Anda jalan-jalan. Tidak jauh. Ke Desa Ibru di Kabupaten Muaro Jambi. Desa ini adalah potret masa depan desa Jambi yang kita impikan. Desa Ibru baru saja diganjar penghargaan Desa BRILian. Paling inovatif dan paling digital.

Apa yang mereka lakukan? Sederhana. BUMDes-nya jeli melihat lahan tidur. Lahan kering yang sulit ditanami. Mereka tidak menyerah. Mereka justru menanam kunyit. Tanaman yang tahan banting.

Di tangan anak-anak muda Desa Ibru, kunyit itu tidak dijual mentah. O, tidak. Kunyit itu mereka sulap menjadi sabun, kerupuk, serbuk kristal, bahkan pewangi ruangan. Nilai tambahnya melesat. Yang lebih gila, produk sabun kunyit mereka sudah terbang sampai ke Turki dan Malaysia.

Desa Ibru adalah cetak biru. Sebuah blueprint yang bisa di-copas oleh desa-desa lain.

Tentu, pekerjaan rumah kita belum selesai. Masih ada PR besar. Saya melihatnya ada tiga.

Pertama, jurang digital. Kisah Desa Ibru yang go global itu mustahil terjadi tanpa internet. Program Dumisake Internet Desa sedang dikebut Gubernur Al Haris. Karena di zaman ini, sinyal internet adalah hak dasar untuk maju. Jangan sampai ada lagi cerita ada desa tak punya akses internet.

Kedua, sumber daya manusia. Kita butuh lebih banyak lagi manajer BUMDes sekelas Desa Ibru. Butuh lebih banyak UMKM yang paham packaging dan pemasaran digital. Butuh kades yang cakap, visioner, dan paham administrasi.

Ketiga, diversifikasi. Kita tidak bisa selamanya bergantung pada sawit. Sawit memang menyejahterakan, NTP petani kita sangat tinggi. Tapi menggantungkan hidup pada satu komoditas itu sangat berisiko. Kita harus dorong kopi, karet, dan pariwisata kita agar bisa berlari sekencang sawit.

Jadi, arah ke depan sudah jelas. Program pemberdayaan ekonomi seperti DUMISAKE kita lanjutkan. Akselerasi infrastruktur digital kita gaspol. Dan yang terpenting, kita harus bekerja keras untuk mencetak ratusan "Desa Ibru" baru di seluruh penjuru Jambi.

Karena kami percaya, Jambi MANTAP itu dimulai dari desa yang kuat, mandiri, dan sejahtera.

Terima kasih.(*)

MUAWWIN MM

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network

 

Baca lainnya

Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar