Batubara Jambi: Antara Ladang Uang, Dokumen Terbang, Saling Lapor hingga Maraknya Praktik Ilegal (3)

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Berita
IST

Jambi - Bisnis batubara di Jambi bukan hanya soal kekayaan yang mengalir deras ke segelintir pihak, tetapi juga tentang praktik ilegal yang masih ada dan sulit diberantas. Sumber Jambi Link mengungkap bahwa banyak hasil tambang ilegal yang menggunakan dokumen resmi dari pemegang IUP yang RKAB-nya telah disetujui. Dengan kata lain, batubara yang ditambang di luar izin resmi kemudian "diputihkan" menggunakan surat-surat legal milik perusahaan lain.

“Ini sudah jadi praktik umum. Batubara ilegal dimasukkan ke dalam kuota IUP yang legal. Ini yang disebut dengan ‘dokumen terbang’—dokumen asli milik perusahaan resmi, tapi isinya batubara dari tambang ilegal,” ujar sumber terpercaya dari industri ini.

Salah satu kasus yang saat ini bergulir terjadi di Kabupaten Tebo, di mana seorang pengusaha diketahui menambang di lokasi konsesi milik perusahaan lain.

“Kasus ini kabarnya akan dilaporkan ke Mabes Polri oleh pemilik tambang,” ungkap sumber Jambi Link.

Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Pengusaha yang menambang tanpa izin di wilayah konsesi perusahaan lain secara terang-terangan, dianggap melakukan pencurian sumber daya. Namun, pertanyaannya: bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?

Kasus di Tebo ini mengungkap realitas yang lebih besar, bahwa ada kelemahan dalam sistem pengawasan pertambangan di Jambi. Seharusnya, pemilik IUP memiliki sistem pengamanan untuk mencegah tambang liar di wilayah mereka. Namun, jika kasus ini bisa terjadi dan bahkan baru terungkap setelah berjalan lama, patut diduga ada pihak-pihak yang membiarkan atau bahkan melindungi praktik ini.

Kasus lain pernah terjadi di daerah Koto Boyo, Batanghari, yang bahkan, dulunya pernah sampai pada tahap police line oleh Mabes Polri.

“Kasus ini terjadi sudah lama. Beberapa tahun lalu. Kasusnya terkait pengelolaan tambang dan investasi. Waktu itu laporan diajukan ke Mabes Polri, dan lokasi tambang pernah dipolice line,” ujar sumber yang mengetahui detail kasus ini.

Kasus ini bermula dari R, pemilik konsesi, yang menjalin kerja sama dengan N, seorang investor yang menggelontorkan dana besar. Namun, dalam perjalanan, terjadi perselisihan yang menyebabkan kasus ini dibawa ke Mabes Polri.

Dugaan kuat, ada konflik kepentingan dalam pengelolaan tambang ini. Biasanya, dalam skema seperti ini, pemilik konsesi awalnya menjalin kerja sama dengan investor, namun ketika produksi mulai berjalan dan keuntungan mulai terlihat, ada tarik ulur terkait pembagian hasil atau hak pengelolaan. Tak jarang, kasus seperti ini berakhir dengan tuduhan penggelapan, pencucian uang, atau pemanfaatan izin tanpa prosedur yang benar.

Namun, pertanyaan mendasar tetap sama: Bagaimana bisa tambang di Koto Boyo tetap beroperasi hingga harus dipolice line oleh Mabes Polri?

Jika kasus ini hanya tentang perselisihan bisnis antara dua pihak, seharusnya bisa diselesaikan di ranah hukum perdata. Tapi jika sampai masuk ke Mabes Polri, kemungkinan besar ada indikasi kejahatan yang lebih serius, seperti penggunaan dokumen palsu, manipulasi izin, atau penyalahgunaan investasi.

Dari kasus-kasus itu, pola besarnya menjadi semakin jelas: banyak tambang ilegal yang beroperasi dengan memanfaatkan IUP resmi milik perusahaan lain.

Modusnya sederhana namun efektif:

  1. Tambang ilegal beroperasi di luar wilayah izin.
  2. Batubara hasil tambang ilegal "disulap" menjadi legal dengan dokumen dari perusahaan lain yang memiliki IUP dan RKAB aktif.
  3. Setelah batubara masuk ke dalam sistem resmi, tidak ada yang bisa membedakan mana batubara legal dan mana yang ilegal.

Praktik ini berbahaya, karena pemilik tambang atau pemilik IUP bisa dirugikan. Mereka harus mengikuti aturan ketat, membayar pajak, dan mengikuti RKAB, sementara tambang ilegal leluasa beroperasi tanpa beban aturan.

Kemudian menyebabkan kerugian negara. Batubara yang ditambang secara ilegal tidak masuk dalam hitungan resmi, sehingga negara kehilangan pendapatan dari royalti dan pajak. Dan terakhir merusak citra bisnis batubara Jambi. Dengan maraknya praktik ilegal, investor yang benar-benar ingin bermain bersih akan berpikir ulang untuk masuk ke sektor ini.

Pemerintah seharusnya memiliki mekanisme kontrol yang lebih ketat untuk memastikan bahwa setiap ton batubara yang keluar berasal dari sumber yang sah. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah menerapkan sistem tracking berbasis teknologi untuk setiap pengangkutan batubara.

Kasus-kasus seperti yang terjadi di Tebo dan Koto Boyo hanya puncak gunung es dari permasalahan yang lebih besar. Jika Mabes Polri sudah turun tangan, artinya ada indikasi kuat bahwa praktik ini tidak hanya terjadi dalam skala kecil.

Jika tidak ada tindakan nyata, bisnis batubara di Jambi akan terus menjadi lahan eksploitasi yang sarat praktik gelap.

Apakah pemerintah benar-benar serius ingin membersihkan bisnis ini?(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network