Dua Surat PUPR Kota Jambi Kontradiktif, Nazli : Ada Inkonsistensi, Publik Bisa Nilai Maladministrasi

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Premium
IST

Sengketa tanah 11,5 meter di Talang Gulo, Kota Jambi, makin panas. Dua surat resmi PUPR, 2023 dan 2025, berisi sikap berbeda. Dulu bukan kewenangan, kini perintah bongkar pagar. Aktivis menyorot inkonsistensi yang bisa dinilai sebagai maladministrasi.

***

Polemik sengketa tanah antara dua pengusaha, Budi Harjo alias Acok dan Fendi, terus memanas. Kini muncul dimensi baru setelah kuasa hukum Acok mengungkap adanya surat Dinas PU Kota Jambi tahun 2023 yang berbeda isinya dengan sikap dinas pada 2025.

Pada tahun 2023, Dinas PUPR Kota Jambi di bawah Plt Kadis Mahruzar ST menerbitkan surat resmi kepada kuasa hukum Fendi. Surat itu berisi hasil kajian yang menyebut adanya perbedaan dalam sertifikat hak milik (SHM).

Dalam SHM milik Fendi, tercantum jalan di samping kiri tanah hingga ke belakang. Namun, dalam SHM milik Acok, jalan itu tidak tercatat. PUPR saat itu menegaskan masalah ini masuk ranah perbatasan tanah yang menjadi kewenangan BPN, bukan PUPR. Solusi yang disarankan: kedua pihak menyelesaikan batas tanah di BPN Kota Jambi.

Dua tahun berselang, 17 September 2025, PUPR Kota Jambi menerbitkan Surat Peringatan I yang ditandatangani Kadis PUPR Momon Sukmana. Surat itu menindaklanjuti pengaduan Fendi serta hasil pengukuran BPK Kota Jambi, SHM milik Fendi (No. 3594, 3595) dan Hendri (No. 826), serta surat pernyataan warga RT 02 Talang Gulo.

Isi surat, pagar milik Acok dianggap menutup jalan selebar 11,5 meter yang ditetapkan sebagai akses umum. Acok diminta membongkar pagar secara mandiri dalam 7 hari, bila tidak akan diberi sanksi administrasi berikutnya.

Aktivis Jambi, Nazli, menilai perubahan sikap PUPR dari 2023 ke 2025 membuka ruang kritik tajam.

“Dalam tata kelola pemerintahan, inkonsistensi seperti ini bisa dipersepsikan sebagai maladministrasi. Surat resmi pemerintah tidak boleh berubah-ubah tanpa dasar metodologi dan data yang transparan,” ujarnya.

Nazli merinci beberapa poin yang mengindikasikan ada potensi malladministrasi dalam masalah ini. Inkonsistensi administratif. PUPR pada 2023 menyebut sengketa bukan ranah mereka, tapi 2025 justru masuk lebih jauh dengan perintah bongkar pagar.

Kemudian kepastian hukum. Tindakan pemerintah harus berbasis regulasi dan prosedur yang jelas.

"Tidak boleh merugikan salah satu pihak secara sepihak," jelasnya.

"Bukti baru sebagai alasan? Jika PUPR mengklaim data baru dari BPN, harus dipastikan apakah sudah melalui proses sah, audit, dan transparansi. Pihak yang dirugikan (Acok) juga harus diberi ruang membantah," imbuhnya.

Nazli menilai polemik ini memunculkan tumpang tindih kewenangan. Sengketa batas tanah adalah ranah BPN dan pengadilan, bukan sepenuhnya domain PUPR.

"Perubahan sikap PUPR menimbulkan potensi konflik antarinstansi," ujarnya.

Nazli menyebut perubahan sikap pemerintah bisa memunculkan persepsi publik adanya tekanan atau kepentingan di balik kebijakan.

"Ketidakjelasan keputusan bisa merusak legitimasi pemerintah daerah. Warga sekitar lokasi bisa merasa dirugikan jika akses jalan hanya diputuskan sepihak," jelasnya.

Nazli menyebut dengan menghadirkan surat 2023, kuasa hukum Acok bisa memperkuat argumen di pengadilan bahwa PUPR tidak konsisten.

“Kalau pemerintah tidak transparan, publik wajar curiga. Ini bukan sekadar soal pagar, tapi soal kredibilitas tata kelola pemerintahan,” tegas Nazli.

Sengketa ini kini masih berjalan di Pengadilan Negeri Jambi dengan perkara No. 252/Pdt.G/2024/PN Jmb. Fendi sebagai penggugat, Acok sebagai tergugat I, Hendri tergugat II, dan Kantor Pertanahan Kota Jambi sebagai turut tergugat.

Publik menunggu langkah pemerintah berikutnya. Apakah PUPR akan tetap mengeksekusi surat perintah pembongkaran, atau menahan diri hingga ada putusan inkracht dari pengadilan?

Sebelumnya, Laswanto, Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Kota Jambi, Jumat pekan lalu (19/9/2025) sudah memberikan klarifikasi ihwal surat era Plt Kadis Mahruzar ST pada 2023 yang sempat menyatakan sengketa tanah antara Budi Harjo alias Acok dan Fendi bukan kewenangan PUPR.

Menurut Laswanto, surat tersebut memang dikeluarkan ketika data yang ada masih minim.

“Waktu surat itu dibuat, memang belum ada data dan bukti yang menguatkan tentang keberadaan jalan yang jadi objek sengketa,” kata Laswanto kepada Jambi Link/Jambi Satu.

Namun, lanjutnya, seiring berjalannya waktu, telah muncul data baru yang memperkuat adanya akses jalan selebar 11,5 meter di lokasi sengketa tanah Jalan Lingkar Selatan, Kelurahan Talang Gulo, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi. Data itu termasuk hasil pengukuran resmi dari BPN Kota Jambi.

“Atas dasar data yang menguatkan itu, dan hasil kajian, maka kami secara fungsional ingin mengamankan agar semua orang bisa memanfaatkan jalan tersebut, termasuk kedua belah pihak yang bersengketa. Itu saja,” jelasnya.

Laswanto juga menegaskan, tidak ada keberpihakan PUPR dalam kasus ini.

“Kami tidak berpihak ke siapa pun. Prinsipnya, jalan itu untuk kepentingan bersama,” ujarnya.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network