Dinas PU Dinilai offside, Pengacara Acok Kirim Surat Keberatan ke PU dengan Tembusan Polda dan Kejati Jambi

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Premium
IST

Surat peringatan 1 (pertama) yang dilayangkan Dinas PU Kota Jambi kepada pengusaha Budi Harjo alias Acok berbuntut panjang. Alih-alih menyelesaikan masalah, surat "sakti" itu justru mendapat perlawanan dan berpotensi melebar ke ranah hukum lain. Lewat pengacaranya, Irwan SH dan Ilhammi SH, Budi Harjo ancang-ancang melakukan perlawanan hukum.

***

Ini adalah cerita sengketa tanah, yang melibatkan dua taipan, Budi Harjo alias Acok versus Fendi. Lokasi tanah yang disengketakan berada di Jalan Lingkar Selatan RT 02 Kelurahan Talang Gulo, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi, persis di seberang Markas Komando Brigade Mobil Kepolisian Daerah Jambi.

Masing-masing punya bukti kepemilikan SHM. Yang disengketakan sebetulnya sepele. Yakni tanah selebar 11,5 meter. Fendi mengklaim tanah "11,5 meter" itu adalah jalan. Sebaliknya, Budi Harjo mengklaim tanah "11,5 meter" itu berada di SHM miliknya. Karena itu, ia memagari tanah selebar "11,5 meter" itu. Sengketa pun kini sedang bergulir di Pengadilan Negeri Jambi.

Di tengah sengkarut itu, tiba-tiba saja, surat sakti dari dinas PU Kota Jambi melayang. Surat itu dikirimkan ke Budi Harjo pada 17 September 2025. Surat yang diterbitkan langsung Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Jambi itu berperihal Peringatan Pertama Nomor 600.3.3/1023/V.13-DPUPR/2025.

Isinya, meminta pagar segera dibongkar. Langkah ini sontak memantik perlawanan. Sebab, bagi Budiharjo, masalah pagar bukan urusan tata ruang atau jalan. Melainkan sengketa murni antarindividu yang sedang diperiksa hakim.

Budiharjo memang tengah berhadapan dengan Fendi di Pengadilan Negeri Jambi. Dengan perkara Nomor 252/Pdt.G/2024/PN Jmb. Fendi menggugat dengan dalih pagar menutup akses jalan. Dalam perkara itu, posisi Fendi sebagai Penggugat, Budiharjo sebagai Tergugat I, Hendri sebagai Tergugat II, serta Kepala Kantor Pertanahan Kota Jambi sebagai Turut Tergugat.

Rinciannya, objek yang dipersoalkan adalah tanah bersertifikat hak milik No. 3594 seluas 3.595 m² dan No. 3595 seluas 4.904 m². Kuasa hukum Budiharjo, Irwan, SH dan Ilhammi, SH dari Kantor Hukum IRWAN, SH & Partner’s, menegaskan perkara ini bukan ranah pemerintah.

"Ini proses hukum yang sepenuhnya berada di pengadilan. Bukan sengketa antara individu melawan publik atau negara. Jadi, kami merasa janggal dan menilai Dinas PU telah offside,” kata Irwan kepada wartawan.

Ia pun menegaskan telah melayangkan surat keberatan dan tanggapan kepada Dinas PU tertanggal 19 September 2025.

Para advokat menuding, Dinas PUPR telah melampaui kewenangannya dengan ikut campur di tengah perkara perdata. Dalam pandangan mereka, posisi PUPR seharusnya netral. Apalagi, petitum gugatan Fendi yang meminta pagar dibongkar belum tentu dikabulkan hakim.

“Petitum bukanlah putusan dan tidak berkekuatan hukum tetap,” tegasnya.

Artinya, tindakan PUPR membongkar pagar atau bahkan memberi tekanan pada Budiharjo sebelum ada putusan inkracht adalah bentuk intervensi yang salah kaprah.

Lebih jauh, dalam suratnya, pengacara Budi Harjo mengingatkan jika gugatan Fendi akhirnya ditolak, maka tanah beserta pagar otomatis sah menjadi milik Budiharjo. Dengan kata lain, bila PUPR buru-buru bertindak, risikonya bukan sekadar cacat prosedur, tapi juga berpotensi melanggar hukum.

Kuasa hukum Budiharjo meminta PUPR tidak melakukan tindakan apapun di luar kewenangan. Bila itu terjadi, mereka menyatakan “tidak segan-segan melakukan upaya hukum,” tegasnya.

Dalam hukum administrasi, ia menjelaska tindakan pemerintah bisa disebut maladministrasi bila melampaui kewenangan.

Pertama, ultra vires. Pengacara Budi Harjo menganggap Dinas PU bertindak di luar kuasa.

"PUPR masuk ke ranah hakim dengan memerintahkan pembongkaran pagar. Padahal, hak menilai sah atau tidaknya kepemilikan tanah hanya ada di pengadilan," ujarnya.

Kedua, praduga sah sertifikat. Menurutnya, sertifikat hak milik yang digenggam Budi Harjo dianggap sah sampai ada putusan yang membatalkannya.

"Dengan surat itu, PUPR seakan mengabaikan asas fundamental itu," ujarnya.

Ketiga, potensi memihak. Gugatan Fendi memang mencantumkan permintaan agar pagar dibongkar. Namun itu baru petitum, bukan putusan.

"Saat PUPR menggemakan isi petitum dalam bentuk SP, dinas itu seperti lebih dulu berdiri di pihak penggugat," katanya.

Surat tanggapannya tak hanya dilayangkan ke Dinas PU. Tapi juga ditembuskan ke enam institusi, Kapolda Jambi, Kejati Jambi, Ketua PN Jambi, Wali Kota, Ketua DPRD, dan Kapolresta. Manuver ini bukan basa-basi. Pesannya terang, kalau PUPR ngotot, persoalan bisa melebar jadi dugaan penyalahgunaan wewenang pejabat.

“Apabila setelah surat tanggapan ini disampaikan pihak Dinas PUPR masih melakukan tindakan, maka kami tidak akan segan melakukan upaya hukum,” ancam pengacara Budi Harjo.

Dengan tembusan ke aparat penegak hukum, surat itu sekaligus menaikkan level konflik. Dari sekadar sengketa pagar antarwarga, kini Dinas PUPR ikut terseret dalam sorotan publik.

Sebelumnya, Kabid Tata Ruang Dinas PU Kota Jambi, Laswanto, kepada Jambi Link/Jambi Satu telah memberikan penjelasan resmi.

Laswanto membenarkan ihwal surat peringatan yang ditujukan kepada Budi Harjo. Ia menegaskan, surat itu dikeluarkan bukan untuk berpihak kepada salah satu pihak, melainkan semata-mata menjalankan tugas sesuai peraturan.

“Kita hanya melaksanakan sesuai aturan. Tidak ada keberpihakan,” ujarnya.

Menurut Laswanto, persoalan ini bermula dari adanya dua versi posisi tanah yang sama-sama diklaim. Versi pertama datang dari Fendi. Dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) miliknya, tercatat bahwa di samping tanahnya – yang berbatasan langsung dengan tanah milik Budi Harjo – terdapat jalan selebar 11,5 meter. Jalan itu disebut tercantum jelas dalam gambar yang tertera di SHM Fendi.

Versi kedua berasal dari Budi Harjo. Menurut Laswanto, dalam SHM miliknya, memang tidak tercantum peta atau data mengenai jalan tersebut. Karena itu, Budi Harjo bersikeras bahwa pagar yang ia bangun berdiri di atas tanah miliknya sendiri, sesuai batas patok yang ada di SHM.

Namun, Laswanto menjelaskan, hasil pengecekan lapangan yang dilakukan Dinas PU bersama data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta pengukuran resmi menunjukkan fakta lain.

“Berdasarkan data yang kita peroleh, baik dari BPN, pengecekan langsung, maupun dokumen yang ada, ditemukan bahwa ada tanah seluas 11,5 meter yang tidak masuk ke dalam area SHM Budi Harjo,” bebernya.

Tanah selebar 11,5 meter itu, menurut Laswanto, merupakan jalan yang sudah ditetapkan.

“Jadi, yang kita lakukan adalah mengamankan aset negara. Tanah selebar 11,5 meter itu adalah jalan, dan tugas kita mengamankan kepentingan negara sekaligus kepentingan semua pihak,” tegasnya.

Laswanto menambahkan, jika pagar tersebut dibongkar, maka baik Fendi maupun Budi Harjo sama-sama bisa menggunakan akses jalan tersebut sesuai fungsinya.

“Artinya, jalan itu untuk kepentingan bersama. Bukan hanya milik satu pihak,” ujarnya.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network