Penyidik Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jambi telah menghentikan penyidikan (SP3) kasus kecelakaan kerja di wilayah PetroChina yang mengakibatkan dua orang meninggal dunia dua tahun silam. Penerbitan SP3 dilakukan usai penyidik melakukan Restorative Justice terhadap tersangka pada 29 Mei 2024 lalu.
Kasus ini bermula dari ledakan pipa gas di PetroChina yang terjadi pada Minggu (18/12/22) dini hari, di wilayah kerja PetroChina, area NEB#9, Desa Lubuk Terentang, Kecamatan Betara, Tanjung Jabung Barat. Kebocoran pipa gas tersebut menyebabkan ledakan yang mengakibatkan 8 pekerja terluka dan 2 di antaranya meninggal saat dirawat di rumah sakit.
Penyidik sempat menetapkan satu orang tersangka dari peristiwa ini, yang merupakan salah satu pejabat di PetroChina. Namun, hingga saat ini, tersangka tersebut belum ditahan dan identitasnya belum diumumkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi.
Plh Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Jambi, Kompol M Amin, membenarkan bahwa perkara tersebut sudah diselesaikan melalui restorative justice sesuai dengan ketentuan Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Restorative Justice.
"Bahwa benar perkara tersebut sudah dilakukan restorative justice sesuai dengan ketentuan Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang restorative justice, setelah tersangka mengirimkan permohonan penyelesaian perkara melalui restorative justice dan dilaksanakan gelar perkara untuk dihentikan penyidikannya (SP3)," katanya pada Selasa, 26 Juni 2024.
Kompol Amin menjelaskan bahwa dari pihak korban dan keluarga korban sudah berdamai dan membuat perjanjian dengan pihak perusahaan untuk tidak menuntut secara hukum, yang diketahui oleh kepala desa setempat. Selain itu, pihak perusahaan juga sudah memberikan kompensasi kepada keluarga korban meninggal dunia dan yang mengalami luka bakar.
Tidak hanya itu, PetroChina kembali menjadi sorotan pada Senin (9/1/23) karena terjadi ledakan di area sumur WB-D7 di Tanjung Jabung Barat, Jambi, yang dioperasikan oleh perusahaan jasa pengeboran. Ledakan ini menyebabkan 4 pekerja terluka.
Dengan diberlakukannya restorative justice, kasus kecelakaan kerja yang melibatkan PetroChina ini dinyatakan selesai secara hukum, meski masih menyisakan berbagai pertanyaan terkait penanganan dan pengawasan keselamatan kerja di perusahaan tersebut. Dukungan kompensasi dan kesepakatan damai menjadi langkah akhir dalam penyelesaian kasus ini, yang menandai penutupan babak panjang penyelidikan yang telah berlangsung sejak dua tahun silam.(*)
Analisis Hukum Mendalam: Penerapan SP3 dalam Kasus Kecelakaan Kerja PetroChina
Kasus kecelakaan kerja di PetroChina yang mengakibatkan dua orang meninggal dunia dan enam lainnya terluka pada Desember 2022 telah dihentikan penyidikannya oleh Penyidik Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jambi melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Penerbitan SP3 ini dilakukan setelah penerapan Restorative Justice sesuai dengan ketentuan Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Restorative Justice.
Konteks dan Latar Belakang
Kecelakaan ini terjadi akibat ledakan pipa gas di area kerja PetroChina di Desa Lubuk Terentang, Kecamatan Betara, Tanjung Jabung Barat. Ledakan ini menyebabkan delapan pekerja terluka, dua di antaranya meninggal dunia. Satu orang pejabat di PetroChina telah ditetapkan sebagai tersangka, namun tidak ditahan dan identitasnya tidak diumumkan.
Penghentian Penyidikan melalui Restorative Justice
Menurut Plh Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Jambi, Kompol M Amin, penghentian penyidikan dilakukan setelah tersangka mengajukan permohonan penyelesaian perkara melalui Restorative Justice, yang kemudian diterima dan disetujui oleh pihak berwenang. Restorative Justice adalah pendekatan hukum yang mengedepankan penyelesaian perkara melalui perdamaian antara pelaku dan korban, dengan tujuan memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya tindak pidana.
Legalitas dan Dasar Hukum Restorative Justice
Dasar hukum penerapan Restorative Justice dalam kasus ini adalah Perpol Nomor 8 Tahun 2021. Restorative Justice dapat diterapkan dalam beberapa kondisi, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan tindak pidana ringan atau kasus-kasus yang tidak menimbulkan dampak sosial yang besar. Namun, dalam kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan korban jiwa, penerapan Restorative Justice sering menimbulkan kontroversi dan pertanyaan mengenai kesesuaian dan keadilannya.
Alasan Penghentian Penyidikan
Penghentian penyidikan dalam kasus PetroChina ini didasarkan pada beberapa faktor:
- Perdamaian antara Pelaku dan Korban: Pihak korban dan keluarga korban telah berdamai dengan perusahaan dan menandatangani perjanjian untuk tidak menuntut secara hukum.
- Kompensasi: Perusahaan telah memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang meninggal dunia dan korban yang terluka.
- Dukungan dari Aparat Desa: Kesepakatan perdamaian diketahui oleh kepala desa setempat, memberikan legitimasi tambahan terhadap proses Restorative Justice.
Pertimbangan dan Kritik
- Keselamatan Kerja: Penerapan Restorative Justice dalam kasus ini dapat mempengaruhi persepsi terhadap penegakan keselamatan kerja di perusahaan. Meski kasus ini secara hukum dianggap selesai, pengawasan terhadap keselamatan kerja harus tetap diperketat.
- Transparansi dan Akuntabilitas: Identitas tersangka yang tidak diumumkan dan keputusan SP3 tanpa penahanan menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas proses hukum.
- Keadilan bagi Korban: Meski korban telah berdamai, keadilan bagi korban dan keluarganya harus dipastikan, dan penerapan Restorative Justice harus benar-benar mencerminkan pemulihan yang adil dan setimpal.
Penerapan SP3 melalui Restorative Justice dalam kasus kecelakaan kerja di PetroChina merupakan contoh bagaimana pendekatan hukum restoratif dapat diterapkan dalam kasus-kasus yang melibatkan korban jiwa. Meski memiliki dasar hukum yang jelas, penerapan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan transparan untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Selain itu, pengawasan terhadap keselamatan kerja harus menjadi prioritas untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.(*)
Add new comment