Jambi – Bisnis batubara di Jambi kini tak hanya soal kemacetan akibat ribuan truk yang memenuhi jalanan, tapi juga menyimpan skandal besar: potensi penyalahgunaan Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) sebagai jalur distribusi ilegal.
Warga dan netizen mulai mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan mengusut dugaan penyalahgunaan TUKS untuk batubara yang diduga merugikan negara miliaran rupiah.
Dugaan ada TUKS tidak dimiliki oleh pemegang IUP, tapi tetap beroperasi tanpa pengawasan ketat.
“Kalau TUKS ini dibiarkan jadi jalur ekspor ilegal, berapa banyak uang negara yang hilang? KPK harus segera turun tangan sebelum kerugian semakin besar!” ujar Rizal, di Jambi.
Dalam praktiknya, TUKS yang tak berizin atau yang digunakan di luar peruntukan bisa menjadi alat mafia batubara untuk menghindari pajak dan royalti. Batubara dari tambang ilegal atau pengusaha nakal dikirim ke TUKS menggunakan dokumen yang diragukan keabsahannya. Dari TUKS, batubara langsung dimuat ke tongkang dan diekspor. Negara kehilangan royalti, pajak ekspor, dan retribusi pelabuhan karena transaksi berlangsung di luar jalur legal. Sebagian besar transaksi ini dilakukan secara diam-diam, tanpa pencatatan resmi.
Pemerintah Provinsi Jambi sendiri telah mengidentifikasi 11 TUKS di Talang Duku yang digunakan untuk aktivitas batubara.
"Jika benar ada TUKS yang digunakan tanpa izin atau dimiliki oleh pihak yang bukan pemegang IUP, maka ini adalah skandal besar yang harus diusut tuntas!" kata Rizal.
Namun, ada pula TUKS yang sifatnya legal. Punya perizinan yang sah. Salah satu TUKS legal yang tengah dibangun saat ini adalah Pelabuhan Tenam. Proyek ini dikerjakan oleh PT Deli Pratama Pelabuhan. Namun, kendati legal, muncul kabar bahwa lahan pembangunan pelabuhan ini dimiliki oleh seorang oknum pejabat Jambi.
“Kalau benar lahan ini milik pejabat, maka harus diperjelas bagaimana prosesnya. Apakah ada konflik kepentingan dalam investasi ini?” ujar seorang warga yang mengikuti perkembangan proyek tersebut.
Pelabuhan Tenam sendiri disebut sebagai bagian dari solusi distribusi batubara, namun tanpa pengawasan ketat, bisa jadi justru menjadi jalur distribusi yang lebih menguntungkan para pemain besar di industri ini.
Tak hanya masalah TUKS, proyek jalan khusus batubara yang dijanjikan selesai tahun 2024 kini masih mangkrak hingga awal 2025.
Tiga perusahaan telah ditunjuk untuk membangun jalur ini dengan skema jalan berbayar seperti tol:
- Jalur Sarolangun - Tenam → PT Inti Tirta
- Jalur Tenam - Pondok Meja → PT Sinar Agung Sukses (SAS)
- Jalur Pondok Meja - Talang Duku → PT Putra Bulian
Namun, sampai hari ini, tidak ada satu pun jalur yang benar-benar beroperasi. Padahal, proyek ini disebut akan mampu mengurangi kemacetan akibat truk batubara dan memberi kepastian jalur angkutan.
"Kalau jalan khususnya jadi, mafia angkutan batubara pasti kena dampak. Mungkin ini sebabnya proyek ini terus-menerus dihambat," ujar seorang sumber di sektor batubara.
Gelombang desakan publik semakin kuat. Netizen ramai menuntut Presiden Prabowo Subianto dan KPK untuk segera mengusut penyalahgunaan TUKS serta mengaudit proyek jalan khusus batubara yang mangkrak.
Beberapa tuntutan warga dan netizen:
✔ Audit semua TUKS di Jambi dan pastikan hanya dimiliki oleh pemegang IUP.
✔ Periksa sumber pendanaan dan kepemilikan Pelabuhan Tenam.
✔ Usut lambatnya proyek jalan khusus batubara, apakah ada permainan di dalamnya.
✔ KPK harus turun tangan untuk mengungkap potensi korupsi dalam bisnis ini.
"Kalau KPK serius, mereka harus bergerak sekarang! Bongkar semua transaksi yang dilakukan di TUKS dan proyek jalan khusus. Dari situ, semua akan terlihat jelas siapa yang bermain di balik skandal ini," ujar Rizal.(*)
Comments
bukan hanya jambi ... kaltim…
bukan hanya jambi ... kaltim lebih parah lagi
Add new comment