Fenomena dalam bisnis batubara di Jambi semakin mengkhawatirkan. Setelah jalur darat ditutup, surga bisnis batubara beralih ke jalur sungai. Batubara dari mulut tambang, dikirimkan ke Pelabuhan Talang Duku, melalui jalur sungai batanghari. Alat tranportasinya adalah kapal tongkang.
Pemain "kapal tongkang" pun mulai ramai bermunculan. Potensi besar itu dilihat sebagai peluang bisnis yang menggiurkan. Ko Apek, yang sempat viral beberapa waktu lalu, dikenal sebagai salah satu pemain tongkang di sungai batanghari.
Nah...di samping itu, peluang bisnis lain dari aktivitas batubara di jalur sungai adalah penggunaan Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS). TUKS digunakan sebagai sarana bongkar muat batubara di jalur sungai.
Namun, benarkah TUKS untuk batubara itu legal? Atauhkan ada penyalahgunaan TUKS?
Warga di sekitaran sungai batanghari berharap pemerintah dan aparat mengawasi ketat aktivitas dan pergerakan bongkar muat batubara di TUKS sepanjang sungai batanghari itu. Sebab, tanpa pengawasan ketat, bisa jadi TUKS itu disalahgunakan. Karena ini adalah sumber bisnis yang bisa membuat kantong tebal.
TUKS seharusnya digunakan untuk kepentingan internal industri. Tak boleh disalahgunakan sebagai tempat bongkar muat batubara untuk kepentingan komersial.
"Pemerintah sudah menutup jalur darat, tapi para mafia tetap punya cara. Pemerintah dan aparat perlu mengawasi ketat semua TUKS yang dipakai untuk menyalurkan batubara dari tongkang ke daratan atau sebaliknya. Cek untuk memastikan legalitas TUKS nya. Karena TUKS ini tidak untuk kepentingan umum," ungkap Jeri, warga Kota Jambi.
TUKS atau Terminal untuk Kepentingan Sendiri adalah fasilitas pelabuhan yang seharusnya hanya digunakan untuk kegiatan bongkar muat barang yang mendukung operasional perusahaan pemiliknya.
Contoh penggunaan TUKS yang sah:
✔ Sebuah perusahaan kelapa sawit memiliki pabrik dan TUKS sendiri untuk mengangkut CPO ke luar daerah.
✔ Sebuah perusahaan kayu memiliki TUKS untuk pengiriman bahan baku atau produk jadi mereka.
TUKS bukanlah pelabuhan umum, sehingga tak boleh digunakan untuk aktivitas komersial oleh pihak lain.
Potensi Penyalahgunaan TUKS
TUKS berpotensi disalahgunakan oleh mafia batubara sebagai jalur distribusi gelap.
Modus Operandi
- Batubara dari tambang ilegal atau tambang legal yang ingin menghindari pajak dikirim ke TUKS yang dimiliki oleh perusahaan tertentu.
- Batubara dimuat ke tongkang di TUKS tanpa izin bongkar muat yang sah.
- Batubara dikirim ke pembeli tanpa melalui pelabuhan resmi seperti Talang Duku, sehingga pajak dan retribusi tidak masuk ke kas negara.
- Sebaliknya, ada juga modus di mana batubara dari tongkang justru dibongkar di TUKS untuk dikirim ke pihak lain melalui jalur darat ilegal.
"TUKS ini bisa menjad gerbang utama untuk pengiriman batubara tanpa izin. Kalau mereka pakai pelabuhan resmi, pasti ada pengawasan dan biaya. Tapi di TUKS, mereka bisa beroperasi bebas, tanpa aturan. Karena itu, pemerintah perlu menertibkan dan mengawasi pergerakan di TUKS ini. Jangan sampai TUKS disalahgunakan," kata Jeri.
Pemilik TUKS bisa saja menyewakan fasilitas mereka untuk aktivitas ilegal. Harusnya, TUKS digunakan hanya untuk kepentingan sendiri. Tapi, karena pengawasannya longgar, bisa saja mereka menerima batubara dari pihak luar untuk bongkar muat komersial. Dari sini, mereka bisa mendapat keuntungan besar dari sewa ilegal, tanpa perlu membayar pajak atau retribusi resmi.
Dampak Penyalahgunaan TUKS bagi Jambi
- Negara Dirugikan Miliaran Rupiah
- Pajak ekspor, retribusi, dan royalti yang seharusnya masuk ke kas daerah hilang begitu saja.
- Sementara pengusaha ilegal untung besar, negara kehilangan sumber pendapatan yang signifikan.
- Pemilik IUP yang Jujur Kalah Bersaing
- Mereka yang bermain sesuai aturan harus membayar pajak, mengikuti RKAB, dan menggunakan jalur resmi.
- Sementara pemain ilegal bisa menjual batubara lebih murah, karena mereka tidak membayar kewajiban negara.
- Lingkungan Rusak Parah
- Bongkar muat ilegal di TUKS yang tak punya fasilitas pengolahan limbah membuat debu batubara mencemari air Sungai Batanghari.
- Warga sekitar mengeluhkan air yang semakin kotor dan kualitas lingkungan yang memburuk.
Warga sangat berharap pemerintah mengaudit dan mengawasi ketat distribusi batubara lewat TUKS ini. Sementara itu, sopir angkutan batubara yang dulu bekerja di jalur darat juga mulai angkat bicara.
"Kami dulu kerja di darat, lalu dilarang karena macet. Sekarang, bos-bos tetap untung lewat jalur sungai, tapi kami yang sopir jadi nganggur. Ini bukan soal lingkungan atau aturan, ini soal siapa yang punya uang lebih banyak untuk tetap jalan," ujar Hendri, seorang sopir truk batubara.
Kini, warga berharap pemerintah, DPRD dan aparat benar-benar memantau pelabuhan ilegal dan potensi penyalahgunaan TUKS ini?(*)
Add new comment