Merangin - Pelaksanaan tender proyek infrastruktur di Kabupaten Merangin, Jambi, kembali menuai sorotan tajam. Dugaan praktik pengondisian pemenang mencuat kencang pada paket penanganan jalan Simpang Seling – Muara Jernih tahun 2025.
Proyek dengan pagu Rp 2 miliar ini memunculkan anomali yang tak lazim. Pemenang tender, CV Putra Putra Mandiri (PPM), menang mudah sebagai penawar tunggal dengan harga yang nyaris tak bergerak dari pagu anggaran.
Data LPSE menunjukkan kejanggalan yang mencolok. CV PPM mengajukan penawaran sebesar Rp 1.989.618.168. Angka ini hanya selisih Rp 8,3 juta atau turun sangat tipis 0,41% dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp 1.997.927.000.
Padahal, dalam tender konstruksi yang sehat, persaingan pasar biasanya mampu menekan harga penawaran hingga turun 5-15% dari HPS, yang menguntungkan keuangan negara.
"Ini anomali. Harga penawaran, harga terkoreksi, sampai harga negosiasi angkanya sama persis, tak bergeser satu rupiah pun. Kesannya evaluasi cuma formalitas," ujar sumber yang mengamati proses tender ini.
Keanehan tak berhenti di harga. Dari total 7 perusahaan yang mendaftar sebagai peserta lelang, hanya CV PPM yang berani mengajukan penawaran.
Enam peserta lainnya, seperti CV Garda hingga CV Tekad Maju Bersama, mendadak "tiarap". Mereka tercatat tidak mengunggah dokumen penawaran sama sekali. Pola "daftar ramai tapi penawar tunggal" ini kerap diidentikkan dengan modus peserta pendamping atau "boneka" agar lelang terlihat memenuhi syarat formalitas.
Menariknya, CV PPM diketahui beralamat di Paal Merah, Kota Jambi, bukan kontraktor lokal yang dekat dengan lokasi proyek di Merangin.
Kejadian di Simpang Seling ternyata bukan satu-satunya. Pola copy-paste ditemukan pada tender paket Pemeliharaan Jalan Dalam Kota Bangko senilai Rp 3,8 miliar.
Di proyek ini, CV Putra Nauli keluar sebagai pemenang dengan skenario identik: dari 7 pendaftar, cuma dia yang menawar. Harganya pun "nempel" ketat di Rp 3,78 miliar, sangat mepet dengan HPS Rp 3,79 miliar.
Kedua pemenang ini sama-sama kontraktor dari luar Merangin. CV Putra Nauli bahkan tercatat berdomisili di Tanjung Jabung Timur.
Sumber Jambi Link menduga fenomena ini adalah taktik klasik pemain lama. Perusahaan yang mendaftar tapi tak menawar disinyalir hanya "bendera pinjaman" untuk memecah paket.
"Banyak perusahaan yang ikut mendaftar itu hanyalah 'bendera pinjaman' yang dikelola satu-dua kontraktor besar. Ini siasat untuk mengakali batas Sisa Kemampuan Paket (SKP) dan menciptakan ilusi seolah tender ramai, padahal sudah dikondisikan," ungkap sumber tersebut.
Hingga kini, pihak ULP Merangin belum memberikan keterangan resmi terkait fenomena tender yang minim kompetisi ini. Sementara itu, proses penandatanganan kontrak terus berjalan di tengah tanda tanya publik soal efisiensi anggaran daerah.(*)
Add new comment