Di Desa Pagar Puding, Kecamatan Tebo Ulu, proyek senilai Rp 20,5 miliar tengah digelar atas nama pembangunan. Proyek ini berbentuk pembangunan tanggul, memperbaiki jalan, dan memberi harapan bagi warga yang bertahun-tahun dihantui banjir.
Kini, proyek yang seharusnya menjadi penanda kemajuan itu justru memunculkan masalah dan bau amis skandal.
Investigasi Jambi Link menemukan perusahaan pelaksana proyek ini, PT Pulau Bintan Bestari, telah resmi masuk daftar hitam nasional LKPP—lembaga tertinggi dalam pengawasan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Tanggal Sanksi Daftar Hitam LKPP tayang pada 9 Mei 2025. Status blacklist perusahaan asal Kepri ini berlangsung selama setahun. Artinya, sejak saat ini hingga setahun ke depan, perusahaan ini tidak diperbolehkan mengerjakan proyek pemerintah.
Celakanya, kontrak proyek atas nama perusahaan ini tetap diteken. Meskipun, status perusahaan berubah jadi “terlarang” secara nasional.
Ini bukan cerita tentang nasib buruk. Ini adalah rantai kelalaian yang disengaja, atau bahkan keputusan yang dibuat dengan kesadaran penuh, meski melanggar etika dan logika hukum.
Saat BPBD Tebo menandatangani kontrak proyek Pagar Puding, PT Pulau Bintan Bestari sedang dalam pusaran pemutusan kontrak proyek senilai Rp 40 miliar milik Kementerian Perhubungan. Proyek gedung asrama di Politeknik Pelayaran Sumatera Barat diputus secara sepihak oleh PPK karena wanprestasi serius.
Pekerjaan tak diselesaikan. Komitmen tak ditepati. Semua disebabkan kesalahan penyedia.
“Penyedia yang diputus kontraknya karena kesalahan sendiri wajib masuk daftar hitam,” tegas Peraturan LKPP No. 4 Tahun 2021.
Dasar hukum yang dilanggar adalah Peraturan LKPP No. 4/2021, Lampiran II angka 3.1.g, kemudian Perpres No. 12/2021, Pasal 78 ayat (6) dan Peraturan LKPP No. 3/2021, Pasal 40 ayat (1). Secara hukum, proyek ini dapat—dan seharusnya—dibatalkan.
Secara moral, kontrak ini adalah tamparan bagi rakyat Tebo Ulu yang menanti penyelamatan, bukan pengulangan dari kegagalan masa lalu.
| Aspek | Temuan | Dampak |
|---|---|---|
| Status hukum penyedia | Daftar hitam nasional LKPP | Tidak layak ikut tender |
| Proyek sebelumnya | Wanprestasi proyek Rp 40 M Kemenhub | Kredibilitas rendah |
| Risiko proyek Tebo | Infrastruktur kritis daerah banjir | Potensi gagal mutu dan gagal waktu |
Pertanyaan krusial kini membumbung di kepala publik. Apakah Pokja ULP Tebo tidak mengetahui status daftar hitam ini? Atau mereka tahu, tapi memilih bungkam?
Keduanya sama buruk. Yang satu kelalaian fatal. Yang lain, potensi tindak pidana. Publik mendorong BPBD Tebo segera membatalkan kontrak proyek. Inspektorat dan APIP turun tangan melakukan audit menyeluruh. Pokja dan LPSE diminta buka data evaluasi secara transparan.
Di Desa Pagar Puding, tanggul belum berdiri, jalan belum mulus. Tapi, ancaman baru sudah hadir. Ancaman bahwa uang negara bisa raib bukan karena bencana alam, tapi karena bencana kebijakan.
Jika kontrak ini tidak dibatalkan, maka yang gagal bukan hanya pembangunan. Yang gagal adalah Pemerintah Kabupaten Tebo itu sendiri.
Tim Jambi Link telah menghubungi Plt Kepala BPBD Kabupaten Tebo, P. Roni, untuk meminta klarifikasi terkait status penyedia proyek ini. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada respons resmi yang diberikan.
Sementara itu, pihak Pokja ULP Tebo saat dikonfirmasi menyatakan bahwa mereka akan memberikan tanggapan secepat mungkin setelah mengecek data dan dokumen yang dimaksud.
Publik kini menunggu, apakah jawaban yang akan muncul membela proses, atau membela kepentingan rakyat?(*)
Add new comment