Ustadz Fauzan Adzima memberikan simpati kepada Tontawi Jauhari yang dipecat dari Golkar Sarolangun, sambil mengecam tindakan Cek Endra sebagai tidak objektif dan semena-mena. Konflik ini menyoroti intrik politik di Sarolangun menjelang Pilkada 2024.
Kisruh yang mengemuka dalam tubuh Partai Golkar Sarolangun, pasca pemecatan Tontawi Jauhari sebagai Ketua DPD Golkar oleh Cek Endra, Ketua DPD Golkar Provinsi Jambi, terus menuai reaksi. Ustadz Fauzan Adzima, seorang tokoh agama yang dihormati di Pelawan, Sarolangun, secara tegas menyatakan simpati mendalamnya kepada Tontawi Jauhari yang ia nilai sebagai korban dari tindakan tidak adil, sekaligus mengecam tindakan Cek Endra yang dinilainya semena-mena.
Ustadz Fauzan mengungkapkan rasa kecewa yang mendalam atas apa yang terjadi.
"Apa yang dilakukan oleh Cek Endra terhadap Tontawi Jauhari sangat disayangkan dan ini seharusnya tidak boleh terjadi," ujar Ustadz Fauzan, seperti dikutip dari Zona Berita.
Ustadz Fauzan dengan tegas menyatakan bahwa tindakan Cek Endra memecat Tontawi Jauhari mencerminkan sikap yang tidak objektif, terutama dalam konteks politik di Sarolangun yang semakin memanas menjelang Pilkada 2024.
"Jika ada persaingan politik karena majunya anak beliau dalam Pilkada Sarolangun 2024, seharusnya Cek Endra bersikap objektif dan tidak pula melakukan tindakan semena-mena. Sebagai seorang tokoh besar di Sarolangun, tindakan ini tidak hanya merugikan Tontawi, tetapi juga mencoreng nama baiknya sendiri," kecam Ustadz Fauzan.
Ia menambahkan bahwa seorang pemimpin seperti Cek Endra seharusnya menjadi panutan, bukan malah menggunakan kekuasaannya untuk menjatuhkan sesama kader yang telah setia mendukungnya selama bertahun-tahun.
"Setelah belasan tahun memimpin Sarolangun, mestinya beliau sudah menjadi pembimbing, bukan malah menciptakan perpecahan. Tindakan semacam ini hanya menunjukkan bahwa kekuasaan telah membutakan hati," ujarnya dengan nada serius.
Di sisi lain, Ustadz Fauzan Adzima mengungkapkan simpati dan dukungan penuhnya kepada Tontawi Jauhari yang ia anggap sebagai korban dari intrik politik ini. Ia memuji keteguhan hati Tontawi yang tetap sabar dan tenang meskipun dihadapkan pada situasi yang begitu berat.
"Kita yakin beliau adalah orang yang sabar, tidak panik, dan bisa menghadapi situasi itu dengan tenang. Saya doakan semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan ketabahan hingga selesainya konflik yang dihadapi beliau," kata Ustadz Fauzan dengan penuh keikhlasan.
Ustadz Fauzan juga mengingatkan bahwa tindakan Cek Endra ini bukan hanya merugikan Tontawi secara pribadi, tetapi juga merusak tatanan moral dalam politik Sarolangun. Ia menegaskan bahwa politik seharusnya dijalankan dengan hati yang bersih dan niat yang tulus, bukan dengan cara-cara yang licik dan merugikan orang lain.
Kisruh yang terjadi antara Cek Endra dan Tontawi Jauhari telah membuka mata publik terhadap sisi gelap dari persaingan politik di Sarolangun. Ustadz Fauzan Adzima, dengan sikap tegasnya, memberikan teguran keras kepada Cek Endra agar kembali ke jalan yang benar dan memperlakukan sesama kader dengan adil. Di sisi lain, ia memberikan dukungan penuh kepada Tontawi Jauhari, yang ia lihat sebagai sosok yang teraniaya dalam konflik ini.
Ustadz Fauzan mengingatkan bahwa di atas segalanya, keadilan dan kebijaksanaan harus menjadi landasan dalam setiap langkah politik, agar tidak hanya tercipta kemenangan, tetapi juga keberkahan bagi seluruh masyarakat.(*)
Analisis Politik: Cek Endra, Tontawi Jauhari, dan Krisis Kepemimpinan di Sarolangun
Dalam pusaran konflik internal Partai Golkar Sarolangun, pemecatan Tontawi Jauhari dari posisinya sebagai Ketua DPD oleh Cek Endra telah memicu reaksi keras dari berbagai kalangan. Langkah yang diambil oleh Cek Endra tidak hanya memancing kekecewaan bagi Tontawi dan keluarga besar, tetapi juga mengungkap sisi gelap dari kepemimpinan yang dipenuhi ambisi pribadi dan kecenderungan untuk menggunakan kekuasaan dengan sewenang-wenang. Dalam konteks ini, kita tidak hanya melihat pertarungan politik biasa, tetapi sebuah skenario yang menunjukkan krisis kepemimpinan yang mendalam, yang berpotensi meruntuhkan kredibilitas Cek Endra di mata publik.
Pemimpin yang Kehilangan Pegangan Moral
Keputusan Cek Endra untuk memecat Tontawi Jauhari, sebagaimana ditegaskan sejumlah pengamat, seperti Dr Pahrudin, terlihat sebagai langkah yang didorong oleh motif pribadi dan politis yang sempit. Memanfaatkan posisinya sebagai Ketua DPD Golkar Provinsi Jambi untuk menjatuhkan Tontawi adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang mencolok. Dalam hal ini, Cek Endra tidak hanya melanggar prinsip-prinsip keadilan, tetapi juga memperlihatkan bahwa ia bersedia mengorbankan loyalitas kadernya demi menjaga kekuasaan politiknya sendiri dan memuluskan jalan bagi ambisi politik keluarganya.
Langkah semacam ini tidak hanya merusak citra Cek Endra, tetapi juga membahayakan posisi Golkar di Sarolangun secara keseluruhan. Publik, khususnya para pendukung Golkar, dapat melihat dengan jelas bahwa tindakan semena-mena ini menandai adanya krisis kepemimpinan yang serius di tubuh partai. Kealfaan pemimpin yang memiliki integritas dan kebijaksanaan tidak hanya mencederai Golkar, tetapi juga mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat.
Tontawi Jauhari: Simbol Perlawanan Terhadap Penindasan Politik
Di tengah badai politik ini, Tontawi Jauhari muncul sebagai simbol perlawanan terhadap penindasan politik. Tindakan Cek Endra yang semena-mena justru memperkuat posisi moral Tontawi di mata masyarakat. Ia tidak hanya menjadi korban dari intrik politik yang licik, tetapi juga seorang pejuang yang berani berdiri tegak meskipun dihadapkan pada tekanan besar.
Dukungan yang mengalir kepada Tontawi dari berbagai pihak, termasuk dari tokoh agama yang berpengaruh seperti Ustadz Fauzan Adzima, menunjukkan bahwa masyarakat tidak akan tinggal diam melihat ketidakadilan ini. Ustadz Fauzan, dalam kritiknya yang tajam, telah membuka mata publik bahwa tindakan Cek Endra bukan hanya bentuk ketidakadilan, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai-nilai luhur yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang pemimpin.
Keberanian Tontawi untuk tetap tenang dan teguh dalam menghadapi situasi ini bukan hanya menunjukkan kualitas kepemimpinannya, tetapi juga memberikan pelajaran penting tentang bagaimana seorang pemimpin sejati seharusnya bersikap. Tontawi telah menjadi representasi dari suara rakyat yang menolak untuk tunduk pada kekuasaan yang sewenang-wenang dan tidak beretika.
Konsekuensi Politik bagi Cek Endra: Jalan Menuju Kehancuran
Jika Cek Endra berpikir bahwa dengan memecat Tontawi, ia akan memperkuat posisinya, ia mungkin harus berpikir ulang. Langkah ini justru bisa menjadi bumerang yang mempercepat kehancurannya sendiri. Di mata publik, terutama di Sarolangun, tindakan semacam ini tidak bisa diterima. Ketika seorang pemimpin kehilangan pegangan moral dan memilih untuk menindas kader setianya sendiri, ia sebenarnya sedang menggali lubang bagi kehancurannya sendiri.
Cek Endra harus sadar bahwa tindakan yang diambilnya saat ini tidak hanya akan berdampak pada karir politiknya, tetapi juga pada masa depan keluarganya dalam kancah politik. Masyarakat akan selalu ingat bagaimana ia menggunakan kekuasaan untuk menindas orang lain demi kepentingan pribadi. Dalam politik, kepercayaan adalah segalanya, dan Cek Endra akan kehilangan itu. Masyarakat Sarolangun dan kader-kader Golkar lainnya mungkin akan berpikir dua kali untuk mendukung seseorang yang terbukti tidak dapat dipercaya.
Kemenangan Moral Tontawi dan Kebangkitan Publik
Kisruh yang terjadi ini telah membuka mata banyak pihak tentang siapa sebenarnya yang memiliki integritas dan siapa yang tidak. Tontawi Jauhari, meskipun dipecat secara tidak adil, justru telah memenangkan pertempuran moral ini. Ia mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan tokoh-tokoh berpengaruh, yang melihatnya sebagai korban dari sebuah sistem yang korup dan semena-mena.
Sebaliknya, Cek Endra, yang memilih jalan kekuasaan dengan cara-cara yang tidak beretika, harus bersiap menghadapi konsekuensi dari tindakannya. Krisis kepercayaan yang timbul akibat langkahnya ini bisa menjadi titik balik yang menentukan dalam karir politiknya. Di tengah sorotan publik yang semakin tajam, Cek Endra mungkin akan mendapati bahwa kekuasaan yang dibangun di atas ketidakadilan tidak akan bertahan lama. Tontawi, dengan keteguhan dan dukungan publik, berpotensi untuk menjadi simbol perlawanan yang akan menggoyahkan fondasi kekuasaan Cek Endra di Sarolangun.(*)
Tim Riset Jambi Satu/Jambi Link
Add new comment