Minggu itu, di bawah matahari yang membakar, suasana Desa Air Liki Baru berubah drastis. Mustapa, seorang petani berusia 53 tahun, tergeletak bersimbah darah di kebunnya. Luka-luka menganga di sekujur tubuh dan wajahnya. Jejak-jejak cakaran dan gigitan beruang menjadi saksi bisu pertemuan tragis antara manusia dan alam liar.
Peristiwa ini terjadi pada Senin siang, 24 Juni 2024, sekitar pukul 13.05 WIB. Mustapa sedang bekerja di ladangnya, tidak menyangka bahwa siang itu akan berubah menjadi mimpi buruk. Suara jeritan minta tolong memecah kesunyian kebun. Seorang warga yang hendak menuju kebunnya mendengar jeritan itu, dan dengan hati-hati mendekati sumber suara. Apa yang ditemukannya membuat darahnya berdesir kencang.
"Korban ditemukan warga yang hendak ke kebun dalam kondisi kritis sekitar pukul 15.00 WIB," kata Kepala Desa Air Liki, Pulpi Marlinton, dikutip dari benuajambi.com.
Wajah Pulpi tampak tegang saat menceritakan kronologi kejadian.
“Saat ditemukan, korban sudah berlumuran darah. Sekujur tubuh dan wajahnya penuh luka bekas gigitan dan cakaran beruang," jelasnya.
Dengan segera, warga membawa Mustapa ke Puskesmas terdekat. Namun, kondisi lukanya yang sangat parah membuatnya harus dirujuk ke RSUD Abunjani, Bangko. Di perjalanan, suasana tegang dan penuh kecemasan mengiringi setiap detik. Kejadian ini mengguncang Desa Air Liki Baru, membuat setiap warga merasa was-was dan takut.
Desa ini memang sering kali menjadi saksi bisu pertemuan tragis antara manusia dan beruang. Ini bukan kali pertama warga diserang. Setiap kali ada kejadian seperti ini, rasa takut menjalar cepat.
"Kami berharap ada tindakan nyata dari pihak terkait," kata seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Harapan dan ketakutan bercampur aduk dalam suaranya.
Pulpi Marlinton, sebagai kepala desa, merasakan beban berat di pundaknya. Dia tahu bahwa masyarakatnya kini hidup dalam ketakutan. Setiap kali melangkah ke kebun, mereka diliputi kecemasan. Ia berharap pemerintah Kabupaten Merangin segera memberikan solusi konkret untuk masalah ini.
Saat malam tiba, suasana desa terasa sunyi. Warga memilih untuk tidak keluar rumah, ketakutan mereka begitu nyata. Sementara di rumah sakit, Mustapa berjuang melawan rasa sakit. Lukanya bukan hanya fisik, tapi juga mental. Trauma akibat serangan beruang ini akan membekas lama di ingatannya.
Konflik antara manusia dan beruang di wilayah ini memang kompleks. Ketika habitat alami beruang terganggu, mereka terpaksa mencari makanan di dekat permukiman manusia. Solusi untuk masalah ini tidak bisa instan. Diperlukan upaya jangka panjang yang melibatkan konservasi habitat asli beruang dan edukasi masyarakat tentang cara menghindari konflik dengan satwa liar.
Pemerintah Kabupaten Merangin kini dihadapkan pada tantangan besar. Mereka harus mencari cara untuk melindungi warga sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem. Berbagai opsi, seperti pemasangan pagar listrik atau patroli rutin, bisa menjadi solusi sementara. Namun, yang paling penting adalah langkah preventif yang efektif.
Di sebuah pertemuan darurat di balai desa, Pulpi Marlinton menyampaikan kekhawatirannya.
"Kita butuh solusi konkret. Setiap hari kita hidup dalam ketakutan. Kami tidak bisa terus begini," katanya dengan nada serius.
Warga yang hadir mengangguk setuju, menunggu jawaban dari pihak berwenang.
Di sisi lain, Nasrul, Plt Kadis PUPR Provinsi Jambi, menyampaikan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di desa. Namun, kali ini, masalah yang dihadapi jauh lebih rumit.
"Kami harus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menemukan solusi jangka panjang," ujarnya.
Sementara itu, di rumah sakit, Mustapa mendapatkan perawatan intensif. Keluarganya terus menunggu dengan cemas di ruang tunggu. Setiap menit terasa begitu lama. Mereka berharap Mustapa bisa pulih dan kembali ke rumah, meski mungkin tidak akan pernah sama lagi.
Ketika fajar menyingsing, desa Air Liki Baru kembali beraktivitas. Namun, bayangan serangan beruang itu tetap menghantui. Warga berdoa agar kejadian ini tidak terulang. Mereka menantikan tindakan nyata dari pemerintah untuk mengakhiri mimpi buruk ini.
Mustapa, dalam mimpinya yang gelisah, kembali ke kebun. Tempat yang seharusnya menjadi sumber kehidupan, kini berubah menjadi tempat yang penuh kenangan pahit. Namun, di balik semua itu, ada harapan. Harapan bahwa suatu hari, mereka bisa hidup damai tanpa ancaman dari alam liar.
Kisah ini bukan hanya tentang Mustapa dan desanya. Ini adalah cerminan dari konflik yang lebih luas antara manusia dan alam. Ketika kita mengganggu keseimbangan alam, konsekuensinya bisa sangat berat. Desa Air Liki Baru kini menjadi saksi betapa pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan alam.
Dengan setiap langkah yang diambil, mereka berharap menemukan jalan keluar. Setiap doa yang dipanjatkan adalah harapan untuk masa depan yang lebih aman. Dan ketika malam kembali tiba, di bawah bintang-bintang yang bersinar redup, desa ini berdoa agar pagi berikutnya membawa harapan dan solusi yang mereka butuhkan.(*)
Add new comment