JAMBI – Penyidik Ditreskrimum Polda Jambi resmi melimpahkan enam tersangka kasus pembakaran dan pengrusakan Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kota Sungai Penuh ke Kejaksaan, bersama barang bukti dalam tahap II.
Kasus ini bermula dari aksi pengrusakan TPS saat Pilkada 2024, yang berujung pada penetapan 15 tersangka. Dari jumlah tersebut, enam orang telah dilimpahkan ke Kejaksaan, yaitu:
- Edi Putri alias Edi King
- Ronaldo Sumantri alias Aldo
- Alwan Ifandri alias Wuk
- Iwan Purnadi
- Eka Gunawan
- Joni Holiman
Menurut Kasubid Penmas Bid Humas Polda Jambi, Kompol M Amin Nasution, pelimpahan berkas dilakukan bertahap. Empat tersangka pertama dilimpahkan pada 24 Januari 2025, sementara Eka Gunawan menyusul pada 30 Januari, dan terakhir Joni Holiman pada 31 Januari 2025.
"Mereka yang telah dilimpahkan akan segera menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Kota Sungai Penuh,"kata Amin, Jumat (31/1/2025).
Sementara itu, sembilan tersangka lainnya masih dalam proses pemberkasan, dan Polda Jambi memastikan seluruh proses hukum berjalan sesuai prosedur.
Di tengah perkembangan kasus ini, Wali Kota Sungai Penuh, Ahmadi Zubir, yang telah tiga kali dipanggil sebagai saksi, kembali tidak memenuhi panggilan penyidik.
Sejak 31 Desember 2024, Ahmadi sudah menerima tiga kali pemanggilan resmi, namun selalu meminta penjadwalan ulang dengan berbagai alasan. Berikut catatan absennya:
- 31 Desember 2024 - Tidak hadir, meminta penjadwalan ulang
- 3 Januari 2025 - Kembali tidak hadir
- 6 Januari 2025 - Mengajukan alasan kesibukan
- 8 Januari 2025 - Mengajukan alasan menghadiri rekapitulasi perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Jakarta
Sikap Ahmadi yang terus menunda pemanggilan ini memunculkan spekulasi publik, terutama mengingat besarnya dampak kasus ini pada proses demokrasi di Sungai Penuh.
Kasus pengrusakan TPS di Kota Sungai Penuh menjadi perhatian publik karena diduga terjadi secara terencana. Pilkada di wilayah ini sendiri berlangsung sangat panas, dengan berbagai aksi protes dan ketegangan antar-kubu politik.
Jika merujuk pada UU Pemilu dan KUHP, aksi pengrusakan TPS merupakan pelanggaran serius, yang bisa dijerat dengan pasal pidana terkait perusakan fasilitas pemilu dan menghambat jalannya demokrasi.
Dalam kasus ini, penyidik terus menggali siapa aktor intelektual di balik kerusuhan TPS, termasuk kemungkinan adanya keterlibatan pihak-pihak tertentu yang lebih besar.
Sementara enam tersangka sudah dilimpahkan, penyidik tampaknya masih ingin menggali lebih dalam sebelum menyimpulkan secara menyeluruh.
Pertanyaannya kini:
- Mengapa Wali Kota Ahmadi Zubir terus mangkir dari panggilan?
- Apakah ada nama besar lain yang ikut terlibat dalam perusakan TPS?
- Akankah proses hukum ini benar-benar menuntaskan kasus atau hanya berhenti di level bawah?
Masyarakat Sungai Penuh kini menunggu langkah tegas dari kepolisian dan kejaksaan. Apakah hukum benar-benar ditegakkan, atau justru akan ada upaya "tarik-ulur" kepentingan di balik layar? (*)
Add new comment