Satu unit rumah di Desa Tarikan, Kumpeh Ulu, terbakar habis akibat korsleting listrik. Kebakaran dini hari ini menghanguskan seluruh bangunan, namun petugas sigap memadamkan api dengan 12 ribu liter air.
Fajar baru saja menyingsing ketika dentuman suara keras menggema di Desa Tarikan, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi. Warga yang masih terlelap, tersentak bangun oleh teriakan panik yang memenuhi udara pagi itu. Sebuah rumah kayu milik Habibah, seorang warga setempat, tiba-tiba terbakar hebat. Pukul 04.30 WIB, Senin (26/8/24), menjadi saksi bisu dari tragedi yang menghanguskan seluruh harapan dalam sekejap mata.
Di tengah kekacauan itu, alarm dari Sekretariat Satpol PP dan Damkar Muaro Jambi berbunyi. Herman Susilo, Sekretaris Satpol PP dan Damkar Muaro Jambi, segera menerima laporan darurat yang memintanya untuk bertindak cepat. "Ada kebakaran di Kecamatan Kumpeh Ulu, rumah milik Habibah terbakar," laporan itu masuk tanpa ampun, memaksa timnya untuk bergegas ke lokasi.
Langit yang mulai memerah oleh terbitnya matahari, kini diwarnai oleh kobaran api yang semakin menjulang tinggi. Rumah kayu yang dahulu berdiri kokoh itu, kini menjadi medan pertempuran antara manusia dan api. Herman Susilo, yang sudah berpengalaman dalam menangani situasi darurat, menyadari bahwa waktu adalah musuh terbesar mereka. Setiap detik yang berlalu, adalah sepotong sejarah yang terkikis oleh panasnya api.
Ketika petugas pemadam kebakaran tiba di lokasi, mereka dihadapkan pada pemandangan yang mengerikan. Lidah-lidah api menari liar, melahap kayu-kayu yang sudah mulai rapuh. Suara kayu yang retak dan meledak seperti nyanyian kematian yang menggema di seluruh desa. Namun, tak ada waktu untuk merenungi kesedihan itu. Dengan sigap, selang air diulur, dan 12 ribu liter air mulai disemburkan untuk menundukkan si jago merah.
Dalam hiruk-pikuk tersebut, Herman Susilo berteriak memberi komando. Setiap anggota tim bekerja tanpa henti, berjuang melawan kekuatan alam yang tak terduga. Air bercampur keringat membasahi tanah yang menghitam oleh abu. Setiap pancaran air yang mengenai api, adalah harapan untuk menyelamatkan apa yang masih tersisa.
Pukul 06.19 WIB, api akhirnya menyerah. Rumah yang dulu penuh dengan kenangan, kini tinggal puing-puing yang menghitam. Habibah hanya bisa menatap hampa, merasakan kehancuran yang tak terlukiskan oleh kata-kata. Rumahnya, yang menjadi saksi bisu dari kehidupan yang ia jalani, kini telah berubah menjadi abu. Namun, ia beruntung masih memiliki nyawa, sesuatu yang lebih berharga dari semua harta benda yang pernah ia miliki.
"Jumlah kerugian masih dalam penyelidikan pihak kepolisian," ucap Herman Susilo kepada wartawan yang berada di lokasi. Meskipun api telah padam, investigasi baru saja dimulai. Dugaan sementara menyatakan bahwa korsleting listrik adalah penyebab dari kebakaran tersebut. Sebuah kelalaian kecil yang berujung pada bencana besar.
Tragedi ini menjadi pengingat keras bagi masyarakat tentang bahaya yang mengintai di balik rutinitas harian. Herman Susilo menambahkan, "Kami berharap masyarakat lebih waspada terhadap kondisi listrik di rumah masing-masing, terutama ketika meninggalkan rumah dalam keadaan kosong." Sebuah nasihat yang sederhana namun penuh makna, mengingat betapa rapuhnya kehidupan manusia di hadapan kekuatan alam.
Pagi itu, Desa Tarikan tidak hanya kehilangan sebuah rumah. Mereka kehilangan sepotong sejarah, sebuah tempat yang pernah dipenuhi dengan tawa dan canda. Dan meskipun puing-puing itu akan segera terkubur oleh waktu, ingatan tentang api yang melahap segalanya akan tetap ada dalam benak mereka, sebagai pelajaran pahit tentang betapa cepatnya dunia bisa berubah dalam hitungan detik.(*)
Add new comment