Aroma tak sedap mulai menyelimuti proyek pembangunan Gedung DPRD Kabupaten Kerinci. Dalam tiga tahun terakhir—2023, 2024, dan 2025—hanya satu nama kontraktor yang terus keluar sebagai pemenang, CV Adyan Jaya Mandiri. Bukan sekadar menang, tapi menang dalam pola yang nyaris serupa. Sepi lawan, peserta gugur, dan akhirnya pemenang tunggal.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah ini kebetulan teknis? Atau justru bentuk pengondisian sistematis?
Pembangunan awal gedung DPRD dimulai pada 2023. Nilai proyek Rp 8,2 miliar. Dari 27 peserta yang terdaftar, hanya 4 yang mengajukan penawaran. Tiga di antaranya digugurkan karena dokumen administratif.
CV Adyan Jaya Mandiri? Satu-satunya yang lolos klarifikasi.
Proyek berlanjut pada 2024, senilai Rp 4,86 miliar. Lagi-lagi, dari 27 peserta, hanya 3 yang masukkan penawaran. Dua digugurkan karena alasan teknis di dokumen peralatan dan personel.
CV Adyan Jaya Mandiri kembali melenggang tanpa hambatan berarti.
Tahun ini, proyek masuk tahap ketiga dengan nilai Rp 14,3 miliar. Ini adalah nilai terbesar dari semua tahap. Tapi, justru kali ini hanya satu penawaran yang masuk. Tak perlu klarifikasi, tak perlu kompetisi.
Dan lagi-lagi, pemenangnya adalah CV Adyan Jaya Mandiri.
Secara statistik, sangat jarang satu kontraktor menang tiga kali berturut-turut di proyek yang sama, dengan kompetitor yang nyaris selalu gagal administratif. Terutama saat jumlah peserta tender selalu di atas 20, tapi hanya satu atau dua yang mampu “lolos”.
Apakah memang hanya CV Adyan yang paling siap? Ataukah dokumen tender dirancang sedemikian teknis agar hanya satu pihak yang mampu bertahan?
Seorang anggota DPRD Kerinci, yang meminta namanya disamarkan demi menjaga etik kelembagaan, buka suara. Ia mengaku prihatin dengan pola pemenangan proyek gedung wakil rakyat yang berturut-turut hanya melibatkan satu kontraktor yang sama.
“Kami tak ingin kantor dewan ini menjadi simbol proyek yang dipertanyakan publik,” ucapnya lirih.
“Tiga tahun berturut-turut, satu perusahaan yang menang. Polanya terlalu rapi untuk disebut kebetulan,” ujarnya.
Ia menyadari bahwa kewenangan teknis berada di Dinas PUPR. Namun, sebagai pengguna akhir gedung tersebut, legitimasi moral lembaga legislatif ikut dipertaruhkan.
Ia pun menyerukan keterlibatan masyarakat sipil, LSM, jurnalis, dan publik untuk ikut mengawasi proyek ini.
“Gedung rakyat harus dibangun dengan integritas. Jika bersih, mari uji secara terbuka. Tapi jika ada permainan, jangan biarkan jadi tradis,. tegasnya.”
“Rakyat punya hak untuk tahu. Kami punya kewajiban moral untuk memastikan gedung ini bukan hasil dari tender yang sudah dikunci sejak awal,” imbuhnya.
Jika benar ini hanya hasil dari profesionalisme CV Adyan, maka publik berhak mengetahui standar teknis dan kapasitasnya secara terbuka.
Namun jika ini adalah bagian dari desain sistem yang telah “dikunci”, maka yang dipertaruhkan bukan hanya uang negara, tapi juga kepercayaan publik terhadap sistem pengadaan dan wajah politik di Kerinci. Kami suah berupaya menginformasi ke pihak terkait, termasuk manajemen CV Adyan, namun tak berbalas. Nomor WA CV Adyan yang sebelumnya aktif, sudah diblokir.(*)
Add new comment