HEBOH! Pengusaha Kuliner Jambi Ngaku ‘Dipalak’ Retribusi Sampah, Ini Fakta Sebenarnya!

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Premium
IST

Pengusaha kuliner Iggo Kuliner di Telanaipura, Jambi, mengeluhkan pungutan sampah Rp 300 ribu/bulan di luar retribusi resmi. DLH dan Camat membantah terlibat dan siap tindak oknum.

***

Pengusaha kuliner di Kota Jambi menyoroti masalah dugaan pungutan liar (pungli) terkait retribusi sampah yang dirasakan memberatkan. Kasus ini mencuat terutama setelah seorang pemilik rumah makan membagikan keluhannya di media sosial dan menarik perhatian luas.

Bagaimana fakta sesungguhnya?

Mencuatnya masalah ini bermula pada 30 Juli 2025 lalu. Akun Instagram @iggokuliner1 memposting keluhan tentang pungutan retribusi sampah yang dianggap ilegal.

Dalam unggahannya, pengelola menyatakan mereka sudah membayar uang kebersihan (retribusi sampah) kepada pemerintah daerah setiap tahun,. Tapi, kok masih dimintai pembayaran tambahan secara tunai.

Unggahan itu disertai foto surat perjanjian komitmen berkop instansi yang tidak jelas asal-usulnya, di mana tertera kewajiban membayar Rp300 ribu per bulan sebagai “uang kebersihan”.

Dalam postingannya, tertulis keluhan bernada protes. “Ini masih saja yang minta jatah”. Ia juga mempertanyakan, “Untuk yang membuang sampah kan semua orang, bukan Iggo saja? Kenapa hanya Iggo yang diminta?”.

Keluhan bernada frustrasi ini menunjukkan rasa tidak adil pengusaha karena merasa dipungut secara sepihak.

Curhatan itu segera viral dan menarik perhatian publik Jambi. Warganet ramai membicarakan kasus ini. Bahkan mempertanyakan transparansi dan mekanisme resmi retribusi sampah di Kota Jambi, khususnya di wilayah Telanaipura.

Menanggapi viralnya keluhan pengusaha kuliner tersebut, Kepala DLH Kota Jambi, Ardi, kepada media memberikan klarifikasi. Ia berjanji akan menindak tegas jika ditemukan pelanggaran. Ardi menegaskan bahwa pengelolaan dan pengangkutan sampah di Kecamatan Telanaipura berada di bawah kewenangan kecamatan, bukan DLH Kota.

Hal ini berarti petugas kebersihan di wilayah itu bukan langsung dari dinas kota, melainkan diatur kecamatan. Meski demikian, Ardi menekankan prinsipnya pengusaha wajib membayar retribusi kebersihan ke pemerintah sebagai kewajiban resmi.

“Kalau ada oknum yang bermain-main, saya akan kejar,” tegas Ardi.

DLH Kota Jambi mulai menelusuri asal-usul surat pungutan yang beredar di media sosial, guna mengidentifikasi siapa oknum yang meminta Rp300 ribu per bulan itu.

Camat Telanaipura, Rizazul Fikri, juga turun tangan memberikan pernyataan. Ia membantah bahwa pihak kecamatan maupun kelurahan pernah memungut retribusi sampah di Rumah Makan Iggo Kuliner. Menurut Rizazul, jika ada yang meminta pungutan sampah di luar ketentuan resmi, itu termasuk pungli.

Ia mengimbau agar pelaku usaha atau warga segera melaporkan ke kantor kecamatan bila mengalami hal semacam itu.

Untuk diketahui, Pemerintah Kota Jambi sebenarnya telah menetapkan tarif retribusi persampahan resmi yang berlaku bagi pelaku usaha dan masyarakat. Mulai 1 Januari 2024, Pemkot Jambi memberlakukan skema tipping fee untuk sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Talang Gulo.

Tarif retribusi resmi ditetapkan sebesar Rp100.000 per ton sampah (setara Rp100 per kilogram) bagi pelaku usaha. Kebijakan baru ini dijalankan melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelolaan Sampah dengan sistem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Artinya, setiap truk atau pihak yang membuang sampah ke TPA dikenai retribusi sesuai berat sampahnya.

Pengusaha memang wajib membayar retribusi kebersihan kepada pemerintah daerah sebagai kompensasi layanan pengelolaan sampah. Di Kota Jambi, mekanisme penarikan retribusi bervariasi. Pada kawasan permukiman, retribusi sering digabung dalam tagihan lain, misalnya terintegrasi dengan rekening PDAM (air bersih) bagi pelanggan. Sehingga iuran sampah otomatis dipungut bersama.

Sementara, untuk pelaku usaha atau produsen sampah dalam jumlah besar, dikenakan retribusi sesuai kebijakan tipping fee. Pembayaran diharapkan dilakukan melalui jalur resmi non-tunai atau setoran yang tercatat. Agar masuk ke kas daerah dan menghindari pungutan di luar prosedur.

Untuk memahami skema retribusi ini, dapat dicermati contoh dari Pasar Angso Duo (pasar induk di Jambi). Penerapan tipping fee Rp100 ribu/ton di TPA ternyata membuat pengelola pasar tersebut harus menyiapkan sekitar Rp2 juta per hari untuk membuang sampah pasar (dengan timbunan sampah 18-20 ton per hari). Atau sekitar Rp60 juta per bulan.

Secara resmi, penarikan retribusi sampah seharusnya dilakukan oleh petugas berwenang dan disetor ke kas daerah, bukan secara tunai perorangan. Adanya oknum yang datang langsung meminta uang tunai mengindikasikan celah pungli dalam pelaksanaan di lapangan.(*)

Comments

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network