Pulau Kecil di Reteh, Indragiri Hilir, Riau mungkin tak pernah menduga akan melahirkan seorang Profesor. Tapi dari desa ini, Prof. Dr. Bahrul Ulum, S.Ag., MA menapak perlahan menjemput takdirnya. Lahir pada 27 Juli 1970 dari keluarga sederhana, ia adalah anak keenam dari H. Bustamin dan Hj. Nadirah.
Semangat orang tua menjadi fondasi utama. Meski hidup pas-pasan, pendidikan tidak pernah dikompromikan. "Sekolah di mana pun, yang penting sungguh-sungguh," begitu pesan orang tua yang terus ia bawa dalam hidup.
Kini, Bahrul Ulum adalah Guru Besar Fiqh Siyasah di Fakultas Syariah UIN STS Jambi. Ia bukan hanya akademisi, tapi juga aktivis, organisatoris, dan motor intelektual pergerakan Islam moderat di Provinsi Jambi.
"Dia sosok intelektual aktivis dan aktivis intelektual,"
Begitulah Rektor UIN STS Jambi, Prof. Dr. Kasful Anwar menyebutnya.
“Ia akademisi santun, pemikir ulet, pejuang sunyi di ruang-ruang kajian dan organisasi,” imbuhnya.
Wakil Rektor II UIN STS, Dr. Pahmy Sy, mengenangnya sebagai sosok yang memperkenalkan dunia tulis-menulis, mengelola pers mahasiswa, dan melatih berpikir sistematis sejak awal 90-an.
Jejak Akademik Prof. Bahrul Ulum
Tidak ada yang lebih kuat dari keteguhan seorang anak desa yang percaya pada kuasa ilmu. Itulah kisah Prof. Dr. Bahrul Ulum, S.Ag., MA, Guru Besar Fiqh Siyasah UIN STS Jambi, yang perjalanan akademiknya dimulai dari sebuah kampung kecil di pesisir Indragiri Hilir, Riau.
Lahir dan dibesarkan di Desa Pulau Kecil, Bahrul menamatkan pendidikan dasarnya di SDN/MIS Pulau Kecil pada tahun 1984, kemudian melanjutkan ke MTs Darud Da’wah wal Irsyad (DDI) dan lulus pada tahun 1987. Di tengah keterbatasan, ia tidak menyerah. Ia justru semakin gigih, percaya bahwa pendidikan adalah tiket satu-satunya untuk mengubah masa depan.
Langkahnya menembus luar daerah dimulai ketika ia diterima sebagai siswa undangan nasional di Madrasah Aliyah Laboratorium IAIN STS Jambi. Di lingkungan baru itu, ia mulai menulis, berorganisasi, dan mengasah pikiran.
Pada tahun 1994, Bahrul Ulum menyelesaikan studi sarjananya di Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, dengan bimbingan dua dosen senior, Drs. H. Adnan Rusli dan Drs. H. Syafruddin. Gelar sarjana hanyalah awal.
Semangatnya untuk memperdalam ilmu membawanya ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tempat ia menyelesaikan Magister Agama (MA) pada tahun 2001, di bawah bimbingan dua cendekiawan nasional: Dr. Bahtiar Effendy, MA dan Dr. Masykuri Abdillah, MA.
Tahun 2012, ia menamatkan studi doktoralnya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, di bawah bimbingan Prof. Dr. Yudian Wahyudi, Prof. Dr. Khairuddin Nasution, dan Prof. Dr. Syamsul Anwar—tiga nama besar dalam keilmuan Islam di Indonesia.
Apa yang ia capai bukan sekadar tumpukan ijazah. Setiap jenjang ia lalui bukan hanya sebagai mahasiswa, tetapi juga sebagai aktivis, penulis, dan pemikir muda. Di setiap kampus tempat ia menimba ilmu, ia juga meninggalkan jejak gagasan dan jaringan.
Hari ini, Bahrul Ulum berdiri sebagai Guru Besar bukan hanya karena nilai akademik semata, tapi karena konsekuensinya terhadap ilmu dan pengabdian. Pendidikan baginya bukan destinasi, melainkan jalan panjang yang harus terus dibuka untuk orang lain.

Arsitek Organisasi dan Motor Kaderisasi Keulamaan Jambi
Jika ilmu adalah batang tubuh perjuangan, maka organisasi adalah urat nadinya. Dan dalam dunia gerakan Islam moderat di Jambi, Prof. Dr. Bahrul Ulum, S.Ag., MA bukan hanya dikenal sebagai akademisi, tetapi juga sebagai tulang punggung berbagai organisasi yang membentuk wajah intelektual dan keulamaan di Jambi.
Sejak usia muda, jalan organisasi telah ia tapaki sebagai ruang perjuangan, pengabdian, sekaligus kawah candradimuka kepemimpinan. Dari ruang kelas madrasah hingga panggung nasional mahasiswa, Bahrul Ulum tak pernah lepas dari amanah struktural.
“Organisasi tidak pernah saya anggap sebagai beban. Justru dari sana saya belajar berpikir sistemik, bersikap dewasa, dan membangun makna dari setiap keputusan,” ujarnya dalam sebuah wawancara.
Semua dimulai dari Ketua OSIS MTs dan MAL, tempat ia pertama kali belajar mengelola forum dan memediasi aspirasi siswa. Kemudian, di kampus IAIN STS Jambi, ia dipercaya sebagai Ketua Rayon PMII Fakultas Syariah hingga terpilih sebagai Ketua Senat Mahasiswa Institut (SMI), struktur tertinggi organisasi mahasiswa di kampus tersebut.
Langkahnya tak berhenti. Ia menjadi Wakil Ketua PMII Cabang Jambi, kemudian terpilih masuk Pengurus Besar PMII (PB PMII) di tingkat nasional, satu tonggak penting dalam jejaring pergerakan pemuda Islam Indonesia.
Tidak cukup hanya mengelola struktur, Bahrul juga mendirikan sejumlah wadah pemikiran. Ia menjadi pendiri dan Sekjen elPIKRA (Lembaga Pemikiran Keagamaan dan Kemasyarakatan) serta ikut menggagas Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syahid Jakarta. Dua forum yang melatih generasi muda untuk berpikir kritis, religius, dan kontekstual.
Tak hanya dalam lingkup kampus dan mahasiswa, Bahrul Ulum juga melebarkan kontribusinya ke organisasi masyarakat dan keagamaan. Ia pernah menjadi:\n
- Sekretaris Umum HPPI dan KNPI Provinsi Jambi
- Ketua PW GP al-Washliyah Jambi
- Wakil Sekretaris Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Jambi
- Dewan Pakar ISNU Jambi
Di tubuh Nahdlatul Ulama (NU), Bahrul Ulum bukan hanya seorang pengurus. Ia adalah perancang agenda-agenda besar, termasuk pendirian ITS-NU Jambi. Kini, ia menjabat sebagai Wakil Ketua PWNU Jambi sekaligus Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) Provinsi Jambi.
Dalam forum-forum penting, Bahrul dikenal sebagai tokoh yang lebih banyak bekerja dalam diam. Ia tak haus sorotan, namun gagasan dan jejaringnya terus mempengaruhi arah pengembangan pendidikan dan kaderisasi keulamaan di Jambi.
Bahrul Ulum dan ITS-NU: Membangun Perguruan, Menyalakan Peradaban
Di saat banyak orang mengandalkan lembaga, Prof. Dr. Bahrul Ulum, S.Ag., MA justru menciptakannya. Dalam sejarah pendidikan tinggi Islam berbasis Nahdlatul Ulama di Jambi, namanya tercatat sebagai aktor utama pendirian Institut Teknologi dan Sains Nahdlatul Ulama (ITS-NU) Jambi — sebuah institusi yang lahir bukan dari proyek, tetapi dari visi dan militansi intelektual.
Bukan hal yang mudah membangun lembaga pendidikan di tengah keterbatasan anggaran dan resistensi kultural. Namun Bahrul Ulum menjadikannya medan jihad intelektual. Ia menyusun konsep, membangun jejaring, mengumpulkan kader, dan menyulam harapan menjadi kenyataan. ITS-NU Jambi berdiri tidak hanya sebagai kampus, tetapi sebagai simbol perlawanan terhadap stagnasi pendidikan umat.
Perjuangannya tidak berhenti di pendirian ITS-NU. Ia juga konsisten dalam membina kader-kader NU lintas generasi, dari IPNU, PMII, hingga GP Ansor. Di PW GP Ansor Jambi, Bahrul Ulum menjabat sebagai Dewan Penasehat, bersama tokoh nasional seperti KH Abdullah Sani (Wakil Gubernur Jambi) dan H. Hasan Basri Agus (Anggota DPR RI).
Kehadiran Bahrul di ruang kaderisasi bukan seremonial, tapi strategis. Ia hadir dalam diskusi, memfasilitasi penguatan kurikulum kaderisasi, hingga menyusun agenda kader berbasis literasi dan fikrah ahlussunnah wal jamaah.
Ketua PWNU Jambi, H. M. Iskandar Nasution, memberikan testimoni yang menegaskan reputasinya:
“Bahrul Ulum adalah sosok dengan pikiran cemerlang dan kontribusi tak terbantahkan bagi pendidikan dan NU di Jambi.”
Ungkapan itu bukan hiperbola. Di bawah pengaruh Bahrul Ulum, NU Jambi tidak hanya menjadi organisasi sosial keagamaan, tetapi turut mengelola lembaga pendidikan tinggi, menjangkau kelas menengah terdidik, dan membangun generasi muda yang kritis namun tetap dalam koridor tradisi.
Membawa Nama Jambi ke Forum Dunia
Tak banyak akademisi daerah yang mampu menembus panggung internasional tanpa mengorbankan akar lokalitasnya. Tapi Prof. Dr. Bahrul Ulum, S.Ag., MA membuktikan bahwa dari desa di pesisir Riau, seorang pemikir bisa mengantarkan nilai-nilai keislaman Indonesia hingga ke ruang diskusi global.
Jejak internasional Bahrul Ulum bukan sekadar perjalanan akademik biasa. Ia adalah bentuk diplomasi intelektual — mewakili wajah Islam Indonesia yang santun, inklusif, dan produktif di panggung dunia.
Pada tahun 2006, Bahrul Ulum terpilih mengikuti program prestisius School Administrator and Community Leaders Program di Amerika Serikat, menjelajahi sejumlah kota penting: Chicago, Memphis, Oxford, hingga Washington D.C.. Di sanalah ia bertukar pengalaman dengan para pemimpin komunitas dan pendidik dunia, membawa perspektif Islam Nusantara ke percakapan global.
Tahun yang sama, ia juga mengajar di Kajang, Malaysia, serta menjadi penguji skripsi di Kelantan. Jalinan kerja sama antarperguruan tinggi Islam ASEAN menjadi fokus utamanya, menyatukan kekuatan budaya dan pendidikan sebagai fondasi diplomasi kawasan.
Pada tahun 2014, Bahrul Ulum diundang sebagai narasumber seminar internasional di Universiti Teknologi Malaysia (UTM) — forum ilmiah yang mempertemukan pemikir Islam dari berbagai negara. Di sana, ia menyampaikan gagasan tentang fiqh siyasah dan tantangan pendidikan Islam kontemporer.
Perjalanan internasionalnya dilanjutkan dengan penjajakan kerja sama akademik (MoU) pada tahun 2022, ke dua kampus ternama: International Islamic University Malaysia (IIUM) dan University Malaysia of Computer Science & Engineering (UNIMY).
Prof. Dr. Bahrul Ulum bukan hanya membangun karier, tapi juga menanam pengaruh. Ia membuktikan bahwa dari kampung kecil pun bisa lahir tokoh besar, jika digerakkan oleh ilmu, keberanian, dan konsistensi. Ia tak sekadar membangun gedung atau lembaga, tapi mematri nilai dan warisan pemikiran untuk generasi yang akan datang.(*)
Add new comment