Euforia pelantikan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota di Provinsi Jambi telah usai. Namun, bagi rakyat, pesta kemenangan bukanlah akhir, melainkan awal dari janji-janji politik yang harus dibuktikan. Tak ada waktu untuk terlena, karena rakyat menuntut aksi nyata.
Dari Gubernur Jambi Al Haris, Wali Kota Jambi Maulana, hingga para bupati terpilih di seluruh kabupaten, semuanya kini dalam sorotan publik. Rakyat menagih realisasi janji kampanye, bukan sekadar foto seremonial dan pidato penuh basa-basi.
“Jangan hanya sibuk menerima ucapan selamat dan berfoto di podium. Ini saatnya membuktikan! Kami muak dengan janji kosong! Jika tak mampu bekerja, lebih baik mundur!” tegas Ridho, warga Kota Jambi, Kamis (20/2/2025).
Tokoh masyarakat yang juga mantan Kapolda Jambi, Irjen Pol (Purn) Bambang Suparsono, mengingatkan jabatan adalah amanah besar, bukan sekadar gelar untuk berbangga diri.
"Kepala daerah harus ingat, mereka bukan raja, bukan penguasa. Mereka adalah pelayan rakyat! Jangan cuma pamer kekuasaan dan kemewahan jabatan. Jalankan program yang dijanjikan, atau rakyat sendiri yang akan menurunkan kalian!" tegas jenderal bintang dua itu.
Bambang juga mengecam fenomena banyaknya pejabat daerah yang lebih sibuk mondar-mandir ke Jakarta menghadiri pelantikan, sementara daerah mereka masih penuh dengan persoalan yang tak kunjung terselesaikan.
"Cukup sudah drama politik! Jambi bukan panggung sandiwara. Infrastruktur hancur, pendidikan tertinggal, kesehatan bermasalah, tambang ilegal merajalela! Jika kepala daerah hanya sibuk arak-arakan kemenangan tanpa bekerja, rakyat akan menuntut mereka turun!" serunya.
Evaluasi besar-besaran pun menjadi desakan utama. Pejabat yang tidak kompeten, yang hanya mencari muka dan menghambat eksekusi program, harus segera dicopot.
"Jangan pertahankan pejabat pemalas! Yang tidak bisa kerja harus disingkirkan! Jabatan bukan tempat cari makan, tapi tempat mengabdi!" tambahnya.
Tambang ilegal menjadi momok yang terus menghantui Jambi. Muaro Jambi kini menjadi pusat kehancuran akibat tambang pasir liar yang merusak Sungai Batanghari. Namun, hingga kini, penindakan masih lemah. Warga mulai mempertanyakan, apakah pemerintah berani bertindak atau justru bermain mata dengan para cukong tambang?
Di sisi lain, sektor infrastruktur yang terbengkalai menjadi bukti ketidakseriusan pemerintah daerah. Kota Jambi masih terjebak dalam siklus banjir akibat buruknya sistem drainase, sementara program bantuan Rp 100 juta per RT yang digembar-gemborkan saat kampanye harus segera direalisasikan.
"Cukup sudah janji manis! Waktunya bekerja, atau bersiap dilengserkan!" ujar Hendra, warga Kabupaten Batanghari.
Jika mereka gagal membuktikan janji-janji kampanye, rakyat Jambi siap menagih dengan cara mereka sendiri! (*)
Add new comment