Sawit, Batubara, Migas Untung Triliunan, Saatnya Perusahaan Jadi Bapak Asuh Pemuda dan Atlet Jambi

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Logika Pemerintahan
IST

Olahraga dan kepemudaan selalu berada di ujung meja anggaran. Setiap kali APBD dibagi, porsi terbesar lari ke infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.

Pemuda?

Olahraga?

Hanya sisa-sisa kecil yang seringkali tak cukup bahkan untuk sekadar memperbaiki lapangan atau mengirim atlet ke luar daerah.

Di situlah kita menemukan celah.

CSR.

Perusahaan-perusahaan yang menggali batubara, menanam sawit, membangun jalan, atau menjual produk ke warga Jambi, sebenarnya menyimpan potensi dana ratusan miliar hingga triliunan rupiah per tahun. Itu kalau mau ditarik. Itu kalau serius dikelola.

Kalimantan Timur sudah memulainya. Di sana, Dispora berani menuntut regulasi agar CSR diwajibkan masuk ke olahraga. Bahkan ada konsep “perusahaan jadi bapak asuh atlet”. Tak hanya memberi bola, tapi membiayai karier atlet dari nol sampai puncak.

Di Gresik, KONI bekerja sama dengan PT Petrokimia. Cabang olahraga seperti voli putri, panahan, hingga senam, diasuh langsung lewat CSR. Tanjungpinang pun lebih terang-terangan. Rp 500 juta CSR disalurkan resmi ke KONI. Bahkan PT Bukit Asam di Sumsel menggelontorkan dana Rp 128 miliar untuk membangun 10 GOR. Itu bukan mimpi. Itu kenyataan di provinsi tetangga.

Bagaimana Jambi?

Jumlah perusahaan di sini bukan main banyak. Dari 176 ribu UMKM, 2.600 kontraktor, hampir seratus perusahaan batubara, hingga 186 perusahaan sawit. Jika semuanya menyisihkan hanya 2% laba untuk CSR, bayangkan, stadion bisa direnovasi, klub sepak bola bisa punya akademi, karang taruna bisa mengelola usaha, hingga anak-anak muda bisa dapat beasiswa kepemudaan.

Coba kita bedah lebih rinci lagi.

Jambi punya 518 ribu hektare sawit swasta. Produksi rata-rata 2 juta ton CPO setahun. Dengan harga Rp 10 juta per ton, omzet Rp 20 triliun. Margin bersih 10% = Rp2 triliun. CSR 2% dari laba, Rp 40 miliar setahun.

Batubara. Produksi Jambi 17,3 juta ton. Nilai Rp70 triliun. Margin 10% = Rp7 triliun. CSR 2%, Rp140 miliar setahun.

Migas. Omzet migas Jambi kira-kira Rp5 triliun. Margin 10% = Rp500 miliar. CSR 2%, Rp10 miliar setahun.

Kontraktor. Ada 2.660 kontraktor. Proyek APBD/APBN di Jambi Rp5–6 triliun. Margin 5% = Rp300 miliar.
CSR 2%, Rp6 miliar setahun.

Kehutanan. Omzet kehutanan Rp2 triliun. Margin 10% = Rp200 miliar. CSR 2%, Rp4 miliar setahun. Total
Sawit 40 + Batubara 140 + Migas 10 + Kontraktor 6 + Kehutanan 4 = Rp200 miliar lebih setahun.

Apa artinya?

Rp 200 miliar itu bisa untuk bangun 20 stadion mini. 10 ribu beasiswa. 100 klub usia dini. 11 ribu lapangan voli desa. Inkubator wirausaha pemuda di tiap kabupaten/kota.

Presisi ini hanya kasar. Tapi angka kasar sering lebih jujur daripada retorika.

Hingga kini, dana CSR di Jambi masih berjalan liar. Ada yang masuk ke kegiatan seremoni. Ada yang sekadar bentuk papan nama. Ada yang benar-benar menyentuh warga tapi tak sistematis. Belum ada regulasi daerah yang berani mengikat. Belum ada forum CSR yang fokus ke pemuda dan olahraga.

Kalau disentuh dengan aturan, dengan forum, dengan transparansi, angka itu bisa jadi api bagi pemuda dan olahraga Jambi.

Rabu, 27 Agustus 2025 kemarin, saya ikut hadir dalam Diskusi Rabuan Series yang digelar Tenaga Ahli Gubernur Jambi di ruang Dispora Provinsi. Suasananya hangat, tapi juga penuh kegelisahan. Semua sepakat, olahraga dan kepemudaan tak bisa lagi bergantung hanya pada APBD yang serba terbatas.

Dari forum itu muncul satu kata kunci yang terus diulang.

"Ekosistem".

Bagaimana menciptakan ekosistem olahraga dan kepemudaan yang kuat, berkelanjutan, dan tak lagi hidup dari proyek tahunan.

Di forum itu juga, CSR disebut berkali-kali sebagai pintu masuk. Ada yang mengusulkan agar perusahaan sawit dan tambang diwajibkan menjadi bapak asuh cabang olahraga. Ada yang mendorong perusahaan migas ikut mendukung program beasiswa kepemudaan. Diskusi itu memberi pesan jelas, CSR tak boleh lagi jadi kotak amal sukarela, tapi harus jadi strategi pembangunan pemuda Jambi.

Kenapa Mandek?

Karena belum ada aturan. Belum ada forum. Belum ada transparansi. Kalau ada regulasi seperti di Kaltim, atau setidaknya forum CSR lintas sektor, Rp 200 miliar itu bisa diarahkan. Tidak tercecer. Tidak terbuang.

Pemerintah daerah bisa belajar dari Kaltim. Bikin regulasi. Buat sistem pendataan. Siapa perusahaan, berapa laba, berapa potensi CSR. Lalu arahkan. Sebagian untuk lingkungan, sebagian untuk pendidikan, sebagian untuk pemuda dan olahraga.

KONI, KNPI, dan Dispora mesti duduk satu meja. Jangan menunggu bola dari perusahaan. Justru mereka yang harus mengajukan proposal konkret. Paket pembinaan atlet, program karang taruna produktif, festival olahraga lokal, hingga klub bola yang profesional.

CSR jangan lagi hanya dipandang sebagai “amal tahunan perusahaan”. Jadikan ia investasi sosial untuk generasi muda Jambi.

Sejarah membuktikan, tanpa dukungan generasi muda, banyak bangsa kehilangan momentum. Jangan sampai Jambi mengalami revolusi pemuda yang gagal hanya karena ketiadaan dana pembinaan.

Kita ingin lahir revolusi kepemudaan yang kuat, terencana, dan dibiayai dengan layak.

Karena, seperti kata Bung Karno.

“Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia.”

Yang kita butuhkan sekarang sederhana. Beri 10 pemuda Jambi dana CSR, maka akan kita guncangkan masa depan daerah ini.(*)

***MUAWWIN MM

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network

 

Baca lainnya

Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar