JAMBI – Pengamat kebijakan publik dari UIN STS Jambi, Dr. Dedek Kusnadi, mengkritik keras fenomena pejabat Jambi yang ramai-ramai meninggalkan tugas dan pelayanan publik demi menghadiri pelantikan kepala daerah di Jakarta. Menurutnya, tindakan ini bukan hanya pemborosan anggaran. Tapi juga menunjukkan mental feodal yang mengutamakan kepentingan pribadi daripada tugas sebagai abdi negara.
“Ini cerminan buruk dari tata kelola birokrasi di Jambi. Seharusnya, pejabat fokus bekerja, bukan berlomba-lomba menunjukkan kesetiaan palsu kepada kepala daerah yang baru dilantik. Mereka meninggalkan tugas demi cari muka, bahkan membawa serta keluarga dengan anggaran perjalanan dinas yang tidak jelas urgensinya,” ujar Dedek Kusnadi, Kamis (20/2/2025).
Ia menilai, banyak pejabat di Jambi yang justru lebih sibuk membangun citra diri dibandingkan bekerja untuk rakyat. Kehadiran mereka di Jakarta tak lebih dari sekadar ajang unjuk eksistensi dan menjilat kekuasaan agar tetap mendapat posisi nyaman dalam pemerintahan baru.
"Mereka tahu bahwa rotasi jabatan bisa terjadi sewaktu-waktu setelah kepala daerah baru dilantik. Maka, para pejabat ini berbondong-bondong menunjukkan loyalitasnya, seolah-olah merekalah orang paling setia dan pantas dipertahankan. Ini adalah strategi klasik para pejabat birokrasi yang takut kehilangan jabatan,” tambah Dedek.
Dedek juga menyoroti dampak dari kepergian pejabat secara massal ini terhadap pelayanan publik yang mandek di banyak instansi pemerintah daerah. Kantor dinas kosong, masyarakat sulit mendapatkan layanan administratif. Warga yang ingin mengurus keperluannya, terpaksa menunggu tanpa kepastian.
"Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau semua kepala dinas, camat, dan lurah pergi ke Jakarta, siapa yang melayani masyarakat? Pelayanan publik macet, urusan rakyat tertunda, hanya karena pejabat lebih memilih jalan-jalan ke ibu kota. Ini perilaku yang tidak bertanggung jawab!" tegasnya.
Ia pun meminta Gubernur Jambi dan para bupati/wali kota yang baru dilantik untuk segera menertibkan mental birokrat seperti ini. Menurutnya, seorang kepala daerah tidak boleh terlena dengan pejabat yang hanya pandai menjilat, tapi minim prestasi dan kerja nyata.
"Jangan sampai kepala daerah yang baru justru dikelilingi oleh pejabat yang hanya pandai bermanuver, menjilat, dan memanfaatkan kesempatan untuk mempertahankan jabatan mereka. Kepala daerah harus mampu membedakan mana pejabat yang benar-benar bekerja, dan mana yang hanya berakting setia," imbuhnya.
Dedek juga menyinggung kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan pemangkasan anggaran perjalanan dinas untuk efisiensi keuangan negara. Namun, ironisnya, pejabat di Jambi justru melakukan sebaliknya.
"Presiden sudah jelas meminta penghematan, perjalanan dinas dipangkas. Tapi di Jambi, pejabat malah berlomba-lomba ke Jakarta, seakan tidak peduli dengan kebijakan nasional. Ini bentuk pembangkangan terhadap arahan presiden!" kritiknya tajam.
Ia pun meminta Kejaksaan Tinggi Jambi dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera mengaudit penggunaan anggaran perjalanan dinas para pejabat ini. Berapa anggaran yang dihabiskan? Apakah perjalanan dinas ini benar-benar perlu atau hanya modus plesiran? Siapa saja pejabat yang pergi tanpa alasan jelas?
"Jangan-jangan ada yang pakai anggaran negara untuk tiket pesawat, hotel mewah, bahkan membawa serta istri dan anak-anaknya dengan dalih mendampingi pelantikan kepala daerah. Kalau terbukti ada penyalahgunaan anggaran, ini harus diproses hukum!" desaknya.
Sebagai pengamat kebijakan publik, Dedek menegaskan bahwa jabatan di pemerintahan adalah amanah untuk melayani rakyat. Bukan alat untuk mencari keuntungan pribadi atau mempertahankan kekuasaan dengan cara licik.
"Pejabat yang benar adalah mereka yang bekerja, bukan yang mengemis perhatian kepala daerah dengan menghadiri acara yang tidak ada hubungannya dengan tugasnya. Mereka digaji untuk melayani masyarakat, bukan untuk jalan-jalan dan mencari muka!" pungkasnya.(*)
Comments
bukan raja, berperilaku…
bukan raja, berperilaku seperti raja. Lalu yang jaga hati dan perasaan rakyatnya siapa?
Padahal yg boleh masuk dan…
Padahal yg boleh masuk dan mendampingi pejabat yg di lantik hanya istri dan ketua DPR.. Yg lain nunggu di luar.. Bahkan, mungkin ,bisa jadi nunggunya di monas.
Lah dari nenek moyangnya…
Lah dari nenek moyangnya mental penjilat nak diapokan lagi lah.😀
Add new comment