Kritik Tajam Masyarakat pada Revisi UU Kejaksaan: Kewenangan Jaksa Terlalu "Full Power"

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Berita
IST

Jakarta – Revisi Undang-Undang (UU) Kejaksaan kembali mencuri perhatian publik. Setelah resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, rencana revisi UU ini menuai kritik keras dari masyarakat sipil, yang menyoroti kewenangan jaksa yang dianggap terlalu luas dan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.

Salah satu sorotan utama adalah Pasal 8B dalam UU Nomor 11 Tahun 2021 yang memperbolehkan jaksa menggunakan senjata api. Selain itu, Pasal 30B, yang mengatur fungsi jaksa di bidang intelijen penegakan hukum, juga menjadi perhatian. Pasal ini memberikan jaksa kewenangan untuk melakukan penyelidikan, pengamanan, penggalangan, menciptakan kondisi (cipkon), dan pengawasan multimedia. Banyak pihak menilai kewenangan ini terlalu besar untuk sebuah lembaga penegak hukum.

Advokat dari Themis Indonesia, Ibnu Syamsu Hidayat, menyatakan kekhawatirannya terhadap kewenangan yang dinilai terlalu luas tersebut. "Kejaksaan saat ini memiliki semua perangkat pro justitia dari awal hingga akhir proses hukum. Tanpa pengawasan yang memadai, ini bisa sangat membahayakan," ujar Ibnu dalam sebuah wawancara.

Ia juga mengkritisi Pasal 8 ayat (5), yang mengatur bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung. Menurutnya, pasal ini memberikan perlindungan berlebihan terhadap jaksa, yang dapat menciptakan kesan bahwa mereka berada di atas hukum.

Ibnu juga mempertanyakan ketentuan yang memperbolehkan jaksa membawa senjata api. Menurutnya, pengamanan jaksa seharusnya dapat dilakukan dengan bantuan pihak kepolisian. "Membawa senjata api bukan solusi, justru dapat menimbulkan risiko baru dalam penegakan hukum," tegasnya.

Revisi UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan ini merupakan yang kedua setelah sebelumnya direvisi menjadi UU Nomor 11 Tahun 2021. Pada saat itu, penguatan fungsi intelijen jaksa sudah menjadi isu kontroversial. Kini, rencana revisi yang lebih memperluas kewenangan kejaksaan kembali menuai kritik.

Para pengamat hukum menegaskan bahwa penguatan kelembagaan kejaksaan harus disertai dengan mekanisme pengawasan yang ketat. Tanpa transparansi dan akuntabilitas, revisi ini dikhawatirkan hanya akan memperbesar potensi penyalahgunaan kewenangan di institusi kejaksaan.

"Lebih dari sekadar penguatan kelembagaan, revisi ini harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan penegakan hukum yang adil, transparan, dan akuntabel," kata Ibnu.

DPR RI kini diharapkan mampu bersikap kritis dalam menyusun revisi UU Kejaksaan, dengan tetap mendengarkan masukan dari masyarakat sipil dan pakar hukum. Seperti yang diungkapkan Ibnu, "Kekuatan besar memerlukan tanggung jawab besar. Tanpa pengawasan yang memadai, kekuasaan jaksa bisa menjadi pisau bermata dua.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network