Perdebatan Penetapan UMP Jambi 2025, Buruh dan Pengusaha Bersitegang

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Berita
IST

Jambi – Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jambi 2025 tengah berada di titik krusial. Dengan tuntutan buruh yang mendesak kenaikan signifikan hingga 8%-10% dan keberatan pengusaha yang menginginkan kenaikan minimal, pembahasan UMP dipenuhi perdebatan tajam yang mencerminkan konflik kepentingan antara pekerja dan pelaku usaha.

Kepala Bidang Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Disnakertrans Jambi, Dody, mengungkapkan bahwa rapat pembahasan UMP 2025 dijadwalkan pada minggu kedua November. Namun, hingga saat ini, belum ada kesepakatan yang tercapai antara pihak buruh dan pengusaha.

Formula Pengupahan di Tengah Sorotan MK

Masalah utama terletak pada formula pengupahan. Pihak pekerja menuntut agar kenaikan UMP tidak lagi menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023, yang menurut mereka tidak relevan setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian uji materiil Undang-Undang Cipta Kerja.

"Buruh meminta formula baru yang lebih adil, tidak sekadar mengikuti PP No. 51/2023. Kenaikan upah 8%-10% adalah kebutuhan riil untuk mengimbangi inflasi dan daya beli yang terus menurun," ujar salah satu perwakilan serikat pekerja yang hadir dalam pembahasan awal.

Namun, pengusaha justru bersikeras agar formula pengupahan tetap mengikuti PP No. 51/2023. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, menyebut bahwa kenaikan yang terlalu tinggi akan membebani industri yang masih berjuang di tengah ekonomi yang belum stabil.

"Kami tidak menolak kenaikan upah. Tetapi kenaikan yang terlalu tinggi, seperti tuntutan buruh, akan sangat memberatkan. PP No. 51/2023 sudah cukup adil bagi semua pihak," tegas Bob Azam.

Prediksi saat ini menunjukkan kenaikan UMP Jambi 2025 hanya berkisar 5% dari tahun sebelumnya. Bagi pengusaha, angka ini dianggap kompromi yang dapat diterima. Namun, bagi buruh, kenaikan tersebut dinilai terlalu rendah untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.

"Kenaikan 5% itu tidak cukup. Inflasi bahan pokok terus naik, sementara daya beli kami semakin menurun. Bagaimana kami bisa bertahan?" keluh seorang buruh pabrik di kawasan Muaro Jambi.

Dengan posisi Jambi sebagai provinsi yang bertumpu pada sektor industri dan perkebunan, keputusan UMP 2025 akan menjadi penentu stabilitas ekonomi daerah. Jika kenaikan terlalu tinggi, pelaku usaha mengancam akan merasionalisasi tenaga kerja. Sebaliknya, kenaikan yang minim berpotensi memicu gelombang unjuk rasa dari buruh.

"UMP adalah salah satu kebijakan yang paling sensitif. Salah langkah dalam penetapannya bisa berdampak pada banyak sektor, mulai dari daya beli hingga iklim investasi," ujar seorang ekonom lokal yang enggan disebutkan namanya.

Disnakertrans Jambi kini berada di bawah tekanan untuk menghasilkan keputusan yang mengakomodasi kedua belah pihak. Dengan waktu yang semakin mendekat ke akhir tahun, keputusan UMP 2025 akan menjadi ujian besar bagi pemerintah daerah dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan buruh dan kelangsungan industri.

Pekerja berharap suara mereka didengar, sementara pengusaha mendesak kebijakan yang lebih realistis. Semua mata kini tertuju pada hasil rapat penetapan UMP 2025, yang akan menentukan arah ekonomi Jambi di tahun mendatang.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network