Transmigran yang Akhirnya Didengar

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Logika Pemerintahan
IST

Oleh:

Muawwin MM
Anggota TAG Jambi | Mahasiswa Doktoral UIN STS Jambi

Empat nama itu bukan baru. Tapi baru kali ini disebut pemerintah pusat dengan suara bulat. Geragai. Kumpeh. Pauh. Bathin III Ulu. Empat kawasan transmigrasi di Jambi yang dulu hanya dilirik saat musim pemilu, kini justru ditetapkan sebagai prioritas pembangunan nasional oleh Wakil Menteri Transmigrasi, Viva Yoga Mauladi.

Dan ia menyampaikannya bukan dari balik meja kementerian, melainkan langsung di Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Saya tak ikut dalam rombongan yang menyambut Wamen. Tapi saya mengikuti langkahnya dengan saksama. Tak banyak pejabat pusat yang datang ke Jambi untuk bicara transmigrasi. Biasanya topik ini hanya muncul sebagai footnote dalam RPJMN. Tapi kali ini, tidak.

Viva Yoga datang bukan untuk mengecek berkas. Ia datang membawa status baru, bahwa keempat kawasan itu, Geragai, Kumpeh, Pauh, dan Bathin III Ulu, akan didorong penuh oleh kementerian sebagai titik pertumbuhan wilayah pinggiran.

Ia menyebut empat kawasan itu sebagai “kawasan prioritas nasional”. Dan itu bukan sekadar label. Karena bersama pengumuman itu, turun pula uang negara. Untuk Geragai saja, Rp 2,1 miliar langsung disalurkan. Untuk tiga kawasan lain, masing-masing disiapkan sekitar Rp 1 miliar, menyesuaikan kebutuhan lapangan.

Saya membayangkan apa yang dirasakan warga transmigran saat itu. Yang puluhan tahun menunggu janji, tiba-tiba mendengar nama dusunnya disebut langsung oleh pejabat pusat. Bukan di Jakarta. Tapi di depan rumah mereka sendiri.

Dan saya menangkap satu hal dari gaya Viva Yoga Mauladi saat turun ke lapangan. Ia datang bukan untuk memamerkan kebijakan, tapi untuk mendengar.

Ia berbicara tentang jalan nonstatus yang tak bisa dibiayai oleh daerah. Tentang kanal-kanal yang tak lagi mampu mengalirkan air ke sawah. Tentang sekolah-sekolah yang sanitasinya jauh dari kata layak.

Dan ia tidak sekadar mencatat. Ia menetapkan.

Yang menarik, penetapan ini tidak lahir dari angin. Empat kawasan ini masuk radar kementerian justru karena daerah aktif mengusulkan. Pemkab Tanjab Timur, misalnya, berkali-kali menyuarakan perlunya intervensi pusat di Geragai.

Pemkab Muaro Jambi tak henti mengingatkan bahwa warga Kumpeh sudah 15 tahun belum mendapat sisa lahannya. Pemkab Sarolangun mengadukan soal status hutan di kawasan transmigrasi Pauh. Dan Pemkab Bungo mengajukan penyelesaian SP-SP yang nyaris ditinggal pemiliknya di Bathin III Ulu.

Dan semuanya bersuara melalui satu jalur Gubernur Jambi Al Haris. Ia menyatukan empat suara itu, lalu membawanya ke kementerian, bukan dalam bentuk keluhan, tapi dalam bentuk proposal. Dan itulah yang didengar oleh Wamen.

Saya mencatat narasi utama Viva Yoga dalam kunjungannya.

“Kawasan transmigrasi bukan hanya soal pemindahan penduduk, tapi tentang menghadirkan pusat pertumbuhan baru. Karena itu, Geragai dan tiga kawasan lain kita jadikan prioritas.”

Ia menyampaikan itu tanpa retorika berlebihan. Tapi bagi saya, itu kalimat yang akan mengubah peta pembangunan pinggiran. Karena selama ini, transmigran dianggap beban. Dikirim ke lokasi baru, lalu ditinggalkan. Infrastruktur seadanya. Sertifikat lahan tak kunjung datang. Jalan rusak. Irigasi tidak berfungsi.

Tapi Viva Yoga bicara sebaliknya. Ia menyebut transmigran sebagai pahlawan pembangunan. Ia melihat bahwa kawasan-kawasan ini justru bisa jadi titik tumbuh. Bukan lubang resesi.

Dan yang lebih menarik, ia menyatakan begini.

“Kalau daerah tidak bisa bangun jalan karena status, kami dari kementerian yang akan bantu.”

Sebuah kalimat sederhana. Tapi itu artinya kementerian mengakui. Bahwa pemerintah pusat siap menambal bolong-bolong administratif yang selama ini membuat pembangunan desa mandek.

Saya membaca ulang semua pernyataan Wamen Viva Yoga. Tak ada yang muluk-muluk. Tapi semuanya menjanjikan realisasi.

Dibanding pejabat yang datang hanya untuk foto di sawah, gaya Viva Yoga saat ke Jambi terasa lebih teknokratik, tapi juga lebih manusiawi. Ia tidak berbicara tentang pembangunan dalam angka-angka makro. Ia bicara tentang sanitasi sekolah dan koperasi desa. Karena memang itu yang dibutuhkan warga transmigran.

Kini empat kawasan itu sudah punya status “prioritas nasional”. Tapi pekerjaan belum selesai. Justru baru dimulai. Geragai masih harus memastikan bahwa kanal 1 kilometer yang akan dinormalisasi benar-benar mengalirkan air.

Kumpeh masih harus menyelesaikan sisa lahan transmigran 1,25 hektare yang belum dibagikan. Pauh harus menyelesaikan urusan sinyal dan sertifikat yang terjebak dalam tumpang-tindih kawasan hutan. Dan Bathin III Ulu, yang sebagian SP-nya kosong, harus diberi kepastian legalitas tanah agar warga yang tersisa tidak ikut pergi.

Semua itu tak bisa hanya diserahkan ke kementerian. Pemerintah daerah harus aktif. Tapi paling tidak, sejak Juli 2025, peta sudah berubah. Empat kawasan itu sudah masuk dalam radar pusat. Sudah punya status. Sudah punya atensi.

Dan semuanya dimulai dari kunjungan Wamen Transmigrasi ke Geragai.

Saya tak tahu berapa banyak menteri yang turun ke dusun transmigrasi tahun ini. Tapi, Viva Yoga Mauladi datang dan menetapkan sesuatu yang tak semua menteri berani tetapkan. Bahwa pinggiran pun layak diprioritaskan.

Saya cuma bisa berdoa. Semoga penetapan ini tak hanya jadi berita pekan ini. Tapi jadi arah pembangunan lima tahun ke depan. Karena empat nama itu, Geragai, Kumpeh, Pauh, Bathin III Ulu, bukan sekadar lokasi. Itu adalah janji yang sempat dilupakan. Yang kini mulai ditepati.(*)

*Catatan ini saya tulis bukan sebagai pegawai kementerian, bukan sebagai pejabat daerah. Tapi sebagai warga yang percaya, bahwa kalau pusat dan daerah bisa duduk satu meja, maka bahkan dusun terpencil pun bisa punya kanal yang mengalir.

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network

 

Terkait

Baca lainnya

Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar