Keadilan untuk Tiga Anak: Kasus Pelecehan oleh Ayah Kandung di Jambi Memasuki Tahap Pengadilan

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Kriminal
Ilustrasi Jambi Satu

Di sebuah sudut sepi kota Jambi, tersembunyi sebuah cerita kelam yang selama ini tertutup rapat oleh tirai ketakutan. Cerita itu kini terbuka, mengalir seperti arus deras sungai yang tak bisa lagi dibendung. M Lumban Gaol, pria berusia 51 tahun, duduk di balik jeruji besi. Wajahnya datar, seolah tidak ada beban di pundaknya. Namun, di balik ekspresi dingin itu, tersembunyi dosa besar yang telah menghancurkan hidup tiga anaknya sendiri.

Di sebuah rumah sederhana, ketenangan malam dipecahkan oleh suara cekcok. Anak kedua, yang dikenal sebagai M, berselisih paham dengan ayahnya. Keributan itu tidak biasa, menciptakan ketegangan yang bisa dirasakan hingga ke sumsum tulang. Sang ibu, yang biasanya menghindari konflik, tak bisa lagi tinggal diam. Dengan suara lembut tapi tegas, dia bertanya, "Apa yang pernah dilakukan oleh bapak?"

Malam itu menjadi saksi bisu keberanian anak-anak yang akhirnya berani berbicara. Anak yang kedua mulai bercerita, membuka rahasia kelam yang selama ini terpendam dalam-dalam. Ibunya, terkejut dan terluka, segera menghubungi keluarga yang lain. Dalam waktu singkat, M Lumban Gaol diamankan oleh polisi. Begitulah awal mula cerita ini terungkap ke publik.

Kasus ini, yang awalnya tersembunyi di balik dinding rumah, kini menjadi perhatian serius aparat penegak hukum. Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Jambi, Kompol M. Amin Nasution, mengonfirmasi, "Iya, tersangka beserta barang buktinya sudah dilimpahkan ke Jaksa beberapa hari yang lalu." Proses hukum berjalan cepat, menandakan keseriusan pihak berwenang dalam menindak kejahatan ini.

AKBP Kristian Adi Wibawa, dari Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jambi, menjelaskan betapa selama ini ketiga anak tersebut hidup dalam bayang-bayang ancaman. "Jangan kau bilang sama mamamu, nanti mamamu akan saya bunuh," ancam sang ayah kepada anak-anaknya. Ancaman ini menutup mulut mereka, memaksa mereka menyimpan penderitaan dalam diam.

Pengakuan dari Lumban Gaol mengejutkan. Dengan dingin, ia mengakui bahwa perbuatannya adalah hasil dari dorongan hawa nafsu. "Karena yang bersangkutan hasratnya itu tinggi. Sehingga, melakukan perbuatan itu kepada anak-anaknya," kata Kristian. Kasus ini mengungkapkan fakta bahwa tindakan bejat itu telah berlangsung sejak 2021, menyisakan luka mendalam yang butuh waktu lama untuk sembuh.

Aksi pertama kali terjadi di jalanan sepi Tebing Tinggi, Medan, Sumatera Utara. Kemudian berlanjut di pinggir jalan Simpang Renah Mendaluh. Lokasi-lokasi itu, yang seharusnya menjadi tempat aman, berubah menjadi tempat penuh mimpi buruk bagi anak-anak tersebut.

Keberanian ketiga anak ini untuk berbicara akhirnya membawa kasus ini ke meja hijau. Proses hukum mungkin bisa memberikan keadilan, namun untuk memulihkan jiwa mereka, butuh lebih dari sekadar putusan pengadilan. Ini adalah kisah tentang kebisuan yang akhirnya bersuara, dan keberanian yang tumbuh dari ketakutan.

Kisah ini mengingatkan kita semua tentang pentingnya mendengarkan suara yang selama ini terabaikan. Tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak, agar mereka tidak lagi merasa perlu menyimpan rahasia yang bisa menghancurkan hidup mereka. Keadilan mungkin datang terlambat, tapi suara keberanian ini adalah awal dari pemulihan. Sebuah pelajaran bahwa setiap suara, betapapun kecilnya, bisa mengubah segalanya.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network