Batanghari – Meningkatnya kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kabupaten Batanghari memaksa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mengambil langkah tegas dengan memperpanjang status siaga Karhutla. Meskipun semula status ini dijadwalkan berakhir pada Oktober 2024, kondisi lapangan memunculkan urgensi baru. Salah satunya terlihat di Desa Rantau Puri, Kecamatan Muara Bulian, di mana kebakaran terbaru menghancurkan enam hektar lahan perkebunan sawit baru yang berada dalam tahap Tanaman Belum Menghasilkan (TBM).
Kepala Pelaksana BPBD Batanghari, Ansori, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kebakaran yang kian sering terjadi. Menurutnya, perpanjangan status siaga menjadi tindakan yang tak bisa dihindari. “Dengan kondisi saat ini, kami sedang menjajaki langkah lebih lanjut dan akan berkoordinasi dengan BPBD Provinsi Jambi untuk memformulasikan respons yang tepat,” jelas Ansori. Penetapan ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga diikuti dengan pengetatan langkah pencegahan dan peningkatan kapasitas tanggap darurat.
Kondisi lahan kering yang rentan terbakar di Batanghari memerlukan pendekatan yang lebih agresif dan komprehensif. Ansori menegaskan bahwa BPBD tidak hanya akan menunggu perkembangan situasi, tetapi juga merencanakan rapat intensif dengan BPBD Provinsi Jambi. “Kami butuh dukungan lintas sektor untuk bisa mengendalikan ini,” tambahnya, merujuk pada kebutuhan peralatan pemadam kebakaran yang memadai dan dukungan koordinasi dengan instansi pemerintah lainnya serta pihak swasta.
Kasus terbaru di Desa Rantau Puri menunjukkan bahwa kerugian akibat Karhutla tidak hanya berdampak lingkungan tetapi juga ekonomi, khususnya bagi sektor perkebunan sawit. Enam hektar lahan sawit yang hangus tersebut merupakan investasi besar yang gagal memberikan hasil karena kondisi tak terduga ini. Dengan banyak lahan di Batanghari yang digunakan untuk perkebunan sawit, ancaman Karhutla menyentuh kepentingan ekonomi masyarakat secara langsung.
BPBD juga telah mengimbau agar masyarakat lebih disiplin dan tidak sembarangan membuka lahan dengan cara membakar, terutama di tengah cuaca panas yang sedang tinggi. Praktik pembukaan lahan dengan cara membakar, yang dianggap cepat dan murah oleh sebagian warga, perlu dihadapi dengan penyuluhan dan kesadaran akan dampak jangka panjang yang merugikan lingkungan.
BPBD Batanghari, dalam upayanya memperketat pencegahan, berharap adanya peran aktif dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah desa dalam menyosialisasikan bahaya Karhutla. Dengan jumlah kejadian yang cenderung meningkat, kesadaran masyarakat untuk melaporkan potensi kebakaran sebelum meluas menjadi kunci utama.
Selain itu, BPBD menginginkan adanya peningkatan sinergi antara pemerintah daerah, kepolisian, dan pihak kehutanan untuk menindak pelaku pembakaran hutan yang melanggar hukum. “Penegakan hukum harus diperketat. Tanpa efek jera, sulit untuk membendung kebakaran yang terjadi berulang kali,” tegas Ansori.
Kepala BPBD menyatakan bahwa keputusan memperpanjang status siaga tidak hanya mencakup Kabupaten Batanghari, tetapi bisa saja berkembang ke daerah-daerah tetangga yang rentan. Langkah ini untuk memastikan bahwa seluruh titik api, sekecil apa pun, bisa ditangani sebelum menjadi kebakaran besar yang sulit dikendalikan. Monitoring dengan teknologi satelit dan patroli darat diupayakan untuk mendeteksi setiap pergerakan api sejak dini.
BPBD juga mengingatkan kepada perusahaan perkebunan untuk mengambil langkah-langkah preventif dan menyiapkan fasilitas pemadam kebakaran di areanya masing-masing. Ancaman Karhutla tahun ini membutuhkan respons yang lebih dari sekadar kesiagaan biasa; diperlukan komitmen penuh dari semua pihak untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah dan kerugian ekonomi yang semakin membengkak.
Dengan perpanjangan status siaga, BPBD berharap bahwa ancaman kebakaran lahan bisa lebih dikendalikan dan langkah ini akan memacu kesadaran bersama untuk menjaga lingkungan dari bahaya Karhutla di masa mendatang.(*)
Add new comment