Kerinci – Ketegangan antara masyarakat Desa Muara Hemat, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, dengan Proyek Kerinci Merangin Hidro (KMH) PLTA Kerinci kembali mencuat. Pada 28 September 2024, masyarakat mengirimkan surat resmi berisi tujuh tuntutan kepada pimpinan proyek yang dikelola PT Bukaka, perusahaan milik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hingga kini, keluhan tersebut belum mendapat respons yang memuaskan.
Surat tersebut disusun berdasarkan hasil musyawarah yang melibatkan seluruh elemen masyarakat Desa Muara Hemat, mulai dari tokoh adat hingga perwakilan pemuda dan ibu-ibu PKK. Mereka merasa suara mereka terabaikan, meski dampak aktivitas proyek PLTA sudah dirasakan secara nyata.
Tujuh Tuntutan yang Menanti Jawaban
Tuntutan masyarakat tidak main-main. Mereka merinci dampak dan kebutuhan yang diabaikan proyek besar ini. Berikut poin-poin utama:
- Tenaga Kerja Lokal yang Tersisih
Warga mendesak PT KMH memprioritaskan tenaga kerja lokal. Mereka merasa kecewa karena pekerjaan proyek lebih banyak melibatkan orang luar, sementara masyarakat desa tidak diberdayakan. - Krisis Air Bersih
Aktivitas proyek telah mengganggu akses air bersih. Warga meminta perusahaan menyediakan atau membangun fasilitas air bersih untuk Desa Muara Hemat. - Rumah Retak Akibat Proyek
Getaran dari aktivitas proyek menyebabkan kerusakan fisik pada rumah-rumah warga. Mereka meminta ganti rugi atas rumah yang retak. - Listrik Gratis
Sebagai desa yang terdampak langsung, masyarakat meminta kompensasi berupa listrik gratis dari PLTA sebagai bentuk penghargaan atas pengorbanan mereka. - Ancaman Bendungan
Bendungan proyek menjadi momok bagi warga. Mereka khawatir dampaknya akan menimbulkan bencana besar, termasuk ancaman jiwa bagi masyarakat Desa Muara Hemat dan Dusun Serfih. Mereka meminta perusahaan memastikan keamanan sebelum pengaktifan arus listrik. - Kompensasi Hilangnya Mata Pencaharian
Sungai yang menjadi sumber penghidupan warga telah dialihkan untuk proyek. Akibatnya, warga tidak bisa lagi mencari ikan. Mereka meminta kompensasi untuk tiap kepala keluarga yang terdampak. - Beasiswa untuk Anak Tidak Mampu
Warga berharap PLTA memberikan dukungan pendidikan berupa beasiswa bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan.
Masyarakat Muara Hemat mengungkapkan bahwa proyek PLTA tidak hanya mengubah ekosistem sungai tetapi juga melahirkan ancaman terhadap kehidupan mereka sehari-hari.
“Rumah kami retak, sungai mengering, dan suara kami tidak didengar,” kata salah satu warga.
Kekhawatiran terbesar warga adalah dampak dari bendungan yang mereka anggap sebagai bom waktu. Mereka meminta jaminan bahwa keselamatan masyarakat menjadi prioritas utama sebelum arus listrik diaktifkan.
Hingga kini, PT KMH belum memberikan solusi konkret atas tuntutan warga. Sebagian besar respons dianggap tidak memadai dan cenderung mengabaikan dampak sosial yang dirasakan warga.
“Kami tidak menolak pembangunan, tetapi kami juga tidak bisa diam jika hak-hak kami sebagai warga lokal tidak dihormati,” ujar salah satu tokoh masyarakat. “Kami butuh solusi nyata, bukan sekadar janji.”
Akankah suara dari Muara Hemat sampai ke meja manajemen PT KMH? Ataukah tuntutan warga hanya menjadi catatan yang tak pernah digubris? Waktu akan menjadi saksi, dan masyarakat terus menunggu, meski dengan rasa kecewa yang kian mendalam.(*)
Add new comment