PANDANGAN SESAT OKNUM PEJABAT

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Opini
IST

Oleh:

Jamhuri-Direktur Eksekutif LSM Sembilan

Secara Ilmiah beberapa ahli memberikan defenisi kata infrastruktur yang salah satunya dikemukakan oleh Hudson (1997) yang menyatakan infrastruktur adalah sebuah sistem fasilitas publik, yang bersifat fundamental di tujukan kepada masyarakat ramai untuk melayani dan memudahkan masyarakat.

Pendapat tersebut disertai dengan adanya penggolongan indikator daripada infrastruktur yang salah satunya adalah sarana transportasi.

Secara implisit (tersirat) Hudson menunjukkan tuntutan tanggungjawab pemerintah atas pemenuhan akan kebutuhan masyarakat yang paling guna mencapai kesejahteraan.

Akan tetapi bahasa alam menyampaikan pesan moril yang jauh lebih mendalam dan tersembunyi dibandingkan dengan pandangan ahli sebagai mana diatas.

Alam lebih memberi petunjuk kepada khalayak ramai bahwa negara telah salah dalam memberi amanat dan tanggungjawab kepada oknum yang menderita cacat logika dan cacat nalar serta sesat pikiran.

Salah satu petunjuk alam tersebut terletak di seputaran jembatan Aur Duri (I) tepatnya di Kelurahan Pengingat Rendah Kecamatan Telanaipura Kota Jambi.

Kondisi jalan yang lebih layak dikatakan sebagai selembar seng bekas rongsokan kandang ayam daripada bentuk jalan untuk kepentingan manusia.

Gambaran kesalahan pemberian amanat tersebut juga ditopang oleh usia rentah dari jembatan tua itu sendiri yang terkesan tidak pernah mendapatkan perhatian serius dari pihak-pihak berkompeten dan bertanggungjawab atas ketersediaan dan penyelenggaraan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan negara yang paling mendasar tersebut.

Pada waktu-waktu tertentu kondisi infrastruktur tersebut begitu mengkhawatirkan bagi keselamatan manusia pengguna fasilitas umum milik negara tersebut.

Sepertinya alam sedang memohon agar hukum dengan instrumen penegakannya untuk berbuat dan bertindak atas nama serta demi kepentingan masyarakat atau rakyat dan negara.

Agar hukum dengan tujuan utamanya benar-benar berfungsi sebagai alat kontrol sosial dan tidak sebatas menjadi alat politik kekuasaan benteng pertahanan stratifikasi sosial sesat.

Secara tidak langsung alam juga memberikan isyarat bahwa ada yang salah dalam cara berpikir para oknum yang sepertinya menganggap bahwa sumpah jabatan tidak lebih dari sekedar formalitas kegiatan seremonial belaka.

Sekaligus alam memberi teguran kepada jajaran penikmat kekuasaan pemerintahan di provinsi Jambi agar tidak melupakan kepentingan kesejahteraan rakyat diatas segala bentuk kepentingan kekuasaan.

Agar Pemerintah beserta Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jambi, dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jambi tetap mengingat bahwa tanpa suara rakyat tidak akan pernah ada kekuasaan yang dapat menguasai hajat hidup orang banyak.

Sayangnya alam tidak memberitahu siapa yang harus paling bertanggungjawab terhadap keadaan tersebut, apakah pihak Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IV Jambi, Kepala Dinas ataukah Kepala Bidang Bina Marga PUPR Provinsi Jambi.

Alam tidak juga memberitahu apakah pemberian amanah tersebut disebabkan karena adanya penerapan management Baperjakat (Barisan Pengukur Jarak Kedekatan).

Dengan begitu hingga penempatan jabatan pejabat negara/daerah tidak lagi menggunakan indikator -indikator Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagai tolak ukur akan tetapi lebih mempergunakan alasan kedekatan emosional kepentingan kekuasaan ataukah memang oknum si penerima amanat tersebut benar-benar penderita sesat pikiran.

Jelas atau dapat dipastikan keadaan tersebut menunjukkan ada sesuatu yang salah dalam pengelolaan dan pemanfaatan keuangan negara terkait kedua infrastruktur tersebut.

Tak dapat dipungkiri bahwa kesalahan adalah satu-satunya penyebab dari kegagalan ataupun kekalahan.

Kondisi fasilitas umum yang menempatkan jajaran Direktorat Lalulintas Polda Jambi dan Dinas Perhubungan yang ada di Kota Jambi berada pada posisi yang sama yaitu sama-sama korban kebijakan atau sikap apatis Pemerintah tersebut.

Sikap Apatis atau kebijakan dari oknum pengusung sumpah jabatan, pejabat berkompeten yang paling harus bertanggungjawab di hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas penyelenggaraan jalan yang telah berpikir dengan cara yang salah.

Pandangan pejabat negara salah kafrah yang terkesan menuhankan jabatan dan bernabikan status ataupun stratifikasi sosial, hingga melupakan azaz dan norma atau kaidah hukum serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang hidup bernegara.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network

 

Terkait

Baca lainnya

Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar
Posting pada: WIB
ada 0 komentar