Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri resmi menetapkan Laras Faizati Kusuma (LFK) sebagai tersangka atas unggahan video ajakan membakar Mabes Polri di Jakarta Selatan. Konten provokatif tersebut diunggah di tengah memanasnya aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu, dan langsung memicu keresahan publik.
Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, Direktur Dittipidsiber, menjelaskan Laras yang bekerja sebagai pegawai kontrak di sebuah lembaga internasional nekat membuat konten video di sekitar lokasi aksi. Dalam video itu, ia tampak menunjuk ke arah Gedung Mabes Polri sambil menyuarakan ajakan membakar.
“Unggahan ini jelas berpotensi memperkuat tindak anarkisme, apalagi akun tersangka memiliki lebih dari 4.000 pengikut. Tindakan ini tidak bisa dianggap sepele,” ujar Himawan dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Laras Faizati diketahui bukan figur politik maupun aktivis, melainkan pegawai kontrak lembaga internasional yang kantornya tidak jauh dari Mabes Polri. Namun, unggahan videonya dengan cepat viral dan dianggap membahayakan keamanan negara.
“Konten dibuat di objek vital nasional. Mabes Polri adalah jantung institusi keamanan negara. Mengajak massa untuk membakar jelas merupakan hasutan berbahaya,” tambah Himawan.
Polisi menjerat Laras dengan pasal berlapis, mulai dari Pasal 160 dan 161 KUHP tentang penghasutan, hingga pasal-pasal dalam UU ITE terkait penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian. Ia resmi ditahan di Rutan Bareskrim Polri sejak 2 September 2025.
“Selain itu, tersangka juga mentransmisikan dokumen elektronik milik publik tanpa hak. Semua ini sudah cukup kuat sebagai dasar penetapan tersangka,” tegas Himawan.
Kasus Laras Faizati hanyalah salah satu dari ratusan akun yang dipantau polisi sejak gelombang unjuk rasa 23 Agustus 2025. Hingga kini, Dittipidsiber mencatat sudah ada 592 akun dan konten provokatif yang diblokir bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital.
“Patroli siber kami intensifkan. Konten provokasi yang mengarah ke kekerasan akan ditindak tegas,” kata Himawan.
Polisi mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi di media sosial bukan berarti bebas menghasut, apalagi menyerukan aksi yang mengancam keamanan negara.(*)
Add new comment