Dua Nelayan Tanjabtim Tewas Disambar Petir Saat Pulang Mencari Kerang

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Kriminal
IST

Tanjung Jabung Timur – Langit gelap menggantung di atas perairan Kuala Lagan pada Rabu (28/5/2025) siang. Hujan mengguyur deras, angin menggila, dan suara guntur memekakkan telinga. Di tengah kondisi itu, sekelompok nelayan Kampung Laut mencoba pulang—berharap membawa hasil tangkapan berupa kerang untuk makan malam dan bekal keesokan hari.

Namun, takdir berkata lain. Satu sambaran petir dari langit menghantam mereka dengan telak. Dua nelayan tewas di tempat, tiga lainnya luka-luka.

Kedua korban jiwa itu adalah Nasrullah (31) dan Yudi Hidayatullah (23). Keduanya dikenal sebagai nelayan muda yang gigih, rajin turun ke laut bahkan saat cuaca mulai berubah tak bersahabat. Mereka tak pernah menyangka bahwa hari itu akan menjadi pelayaran terakhir mereka.

“Waktu kejadian sekitar jam 11.40 siang. Mereka baru saja kembali dari beting (pasir timbul di laut) setelah mencari kerang. Baru mau naik ke pompong, langsung disambar,” ujar seorang warga Kampung Laut.

Tragedi itu terjadi di kawasan Beting Kuala Lagan, wilayah yang memang dikenal sebagai jalur produktif bagi nelayan kerang tradisional. Namun cuaca ekstrem yang menerjang pesisir timur Jambi dalam sepekan terakhir benar-benar membahayakan.

Tiga nelayan lainnya mengalami luka-luka akibat sambaran petir. Salah satunya, Nirwan, bahkan mengalami luka bakar di bagian leher dan sakit hebat di tengkuk dan mata. Ia kini dirawat intensif di Puskesmas Kampung Laut, sementara dua rekannya hanya menjalani rawat jalan.

Tak butuh waktu lama, kabar duka menyebar ke Kampung Laut. Isak tangis pecah di rumah keluarga Nasrullah dan Yudi. Jenazah keduanya langsung dibawa ke kampung halaman untuk dimakamkan.

“Mereka anak baik. Selalu berangkat subuh, pulang sore. Tak pernah neko-neko. Sekarang, cuma karena cuaca, mereka pergi secepat itu,” kata Nurlina, tetangga korban, sembari menangis.

Menurut Camat Kuala Jambi, Hermawan, cuaca ekstrem memang sedang melanda wilayah pesisir. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jambi bahkan telah mengeluarkan peringatan dini pada malam sebelumnya.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tak semua nelayan memiliki akses cepat terhadap informasi cuaca. Apalagi mereka yang hanya menggunakan alat komunikasi seadanya.

“Kami sudah mengimbau agar nelayan waspada. Tapi banyak dari mereka yang tetap turun ke laut karena kebutuhan ekonomi,” kata Hermawan.

Tragedi ini menjadi pengingat keras bahwa kehidupan nelayan masih penuh risiko. Laut bukan hanya lumbung rezeki, tapi bisa juga menjadi kuburan tiba-tiba. Perlindungan terhadap nelayan, terutama dalam bentuk sistem informasi cuaca yang akurat dan cepat, harus menjadi prioritas pemerintah daerah.

Nelayan seperti Nasrullah dan Yudi bukan sekadar korban cuaca, tetapi juga korban dari sistem yang belum sepenuhnya melindungi para pekerja laut.

Semoga kepergian mereka tak sia-sia. Semoga air mata keluarga mereka menjadi doa yang mengetuk kesadaran banyak pihak: bahwa laut dan langit tak bisa ditawar, dan keselamatan nelayan adalah harga yang tak boleh murah.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network