BUNGO — Harapan sederhana seorang ibu untuk menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren, berujung tragis di Desa Sepunggur, Kecamatan Rimbo Tengah, Kabupaten Bungo. Seorang wanita muda berinisial M (32) harus menelan pahitnya kekerasan rumah tangga, sementara bayi laki-lakinya yang baru berusia enam bulan turut menjadi korban dalam insiden memilukan tersebut.
Pelaku dalam kejadian ini adalah suaminya sendiri, A (35), yang kini telah diamankan oleh Tim TEKAB 07 Polres Bungo pada Minggu, 4 Mei 2025, setelah sebelumnya dilaporkan oleh M atas dugaan penganiayaan berat dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kisah ini bermula dari percakapan biasa yang berubah menjadi mimpi buruk. Pada 27 April 2025, M menghubungi suaminya untuk meminta agar uang simpanan miliknya sebesar Rp5 juta diantar ke rumah. Uang tersebut hendak digunakan untuk mendaftarkan anak mereka ke salah satu pondok pesantren di Jambi.
Namun, bukannya memenuhi permintaan istrinya dengan bijak, A justru meledak dalam kemarahan. Ia hanya menjawab singkat, “Tunggulah di situ.” Tak lama berselang, A datang mengendarai sepeda motor, namun bukan membawa uang—melainkan emosi yang meledak-ledak. Ia langsung meninju kening M tanpa basa-basi.
Tak sampai di situ, saat M berusaha menyelamatkan diri sambil menggendong bayinya, A menarik tubuh M dengan kasar. Bayi mungil itu terlepas dari gendongan dan terbentur keras pada tiang teras rumah, menyebabkan luka memar dan dugaan cedera di bagian pinggangnya.
“Saya hanya minta uang saya sendiri, untuk anak kami. Tapi saya malah dipukul, dicekik, anak saya pun jadi korban,” ujar M saat melapor ke Polres Bungo sambil menahan tangis dan memeluk bayinya yang masih tampak syok.
Kasi Humas Polres Bungo, AKP M. Nur, membenarkan peristiwa ini. Menurutnya, korban mengalami sejumlah luka fisik dan psikis, termasuk memar di leher akibat cekikan, bengkak pada wajah, serta nyeri di seluruh badan. Sementara sang anak mengalami trauma dan luka memar yang membutuhkan perawatan medis.
"Terduga pelaku sudah kami amankan dan kini ditahan untuk proses hukum lebih lanjut," tegas AKP M. Nur.
Pelaku dijerat dengan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan berpotensi dijerat pasal tambahan jika terbukti menyebabkan luka berat terhadap anak.
Kasus ini menambah deret panjang angka KDRT di Provinsi Jambi, yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan. Aktivis perempuan dan perlindungan anak Lina Sari, menyebut kasus ini sebagai “contoh nyata di mana perempuan tak hanya menghadapi kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan ekonomi dan psikologis.”
“Saat seorang ibu mencoba memperjuangkan pendidikan anaknya, yang didapat justru pemukulan. Ini ironi sekaligus tragedi,” kata Lina kepada media.
Polres Bungo mengimbau masyarakat untuk segera melapor jika mengalami atau menyaksikan KDRT. “KDRT bukan urusan rumah tangga semata, tapi kejahatan terhadap kemanusiaan yang harus dihentikan,” ujar AKP M. Nur.
Sementara itu, pihak Dinas Sosial Kabupaten Bungo juga tengah menyiapkan pendampingan psikologis bagi korban dan anaknya.
M, sang ibu, kini memilih kembali ke rumah orang tuanya sambil menunggu proses hukum terhadap suaminya. Ia berharap keadilan berpihak padanya dan kepada anaknya yang belum mengerti apa itu kekerasan, namun sudah harus merasakannya secara langsung.
“Saya hanya ingin tenang, dan bisa sekolahin anak saya. Tidak lebih,” ucap M lirih.(*)
Add new comment