MUARATEBO – Konflik berdarah antara warga Suku Anak Dalam (SAD) dan perusahaan sawit PT PHK Makin Group di Kabupaten Tebo akhirnya berujung pada denda adat sebesar Rp700 juta.
Denda ini dijatuhkan oleh Temenggung SAD Merangin dalam forum mediasi adat yang digelar di Aula Utama LAM Jambi Kabupaten Tebo, Minggu (4/5/2025). Mediasi dihadiri para tokoh adat, perwakilan pemerintah daerah, aparat keamanan, serta pendamping SAD dari Merangin dan Tebo.
Bentrok yang terjadi di areal konsesi PT PHK di Desa Betung Bedarah Barat, Kecamatan Tebo Ilir, menewaskan satu anggota SAD dan melukai satu lainnya. Insiden ini memicu kemarahan komunitas adat yang menuntut pengakuan dan ganti rugi secara adat.
“Poin utamanya jelas: keluarga korban harus ditanggung, harta benda yang hilang harus diganti, dan harga diri kami sebagai orang rimba harus dihormati,” tegas seorang pendamping SAD dalam forum.
Awalnya, tuntutan SAD mencakup:
- 16.500 lembar kain adat
- Kerugian materiil: motor, HP, uang tunai
- Biaya hidup keluarga korban
Estimasi nilai seluruh tuntutan: lebih dari Rp1,6 miliar.
Setelah negosiasi alot namun penuh hormat terhadap adat, perusahaan sepakat untuk membayar Rp700 juta secara tunai minggu ini.
“Ini jalan tengah yang kita sepakati bersama demi kedamaian,” ujar Sugiarto, Kepala Kesbangpol Tebo yang memimpin forum.
Kesepakatan ini disambut dengan hening dan anggukan penuh hormat dari kedua belah pihak. Bagi masyarakat SAD, uang bukanlah tujuan utama—tapi pengakuan, penghormatan, dan penebusan atas nyawa yang hilang.
Sugiarto memastikan bahwa penyelesaian adat ini tidak menggugurkan proses hukum pidana yang tetap berjalan di kepolisian.
“Damai secara adat bukan berarti kebal hukum,” tutupnya.(*)
Add new comment