Kuala Tungkal – Kasus pencabulan terhadap dua santri laki-laki terjadi di Pondok Pesantren Darul Islah Taman Raja, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Pelaku, berinisial SH (44) yang merupakan pengasuh di pondok tersebut, telah ditetapkan sebagai tersangka dan kini ditahan di Mapolres Tanjabbar sejak Jumat malam (18/4/2025).
Yang mengkhawatirkan, berdasarkan penelusuran, Ponpes Darul Islah tidak terdaftar secara resmi di Kementerian Agama (Kemenag). Hal ini dibenarkan oleh Kasi PD Pontren Kemenag Tanjabbar, Siti Aminah, yang menyebutkan bahwa pondok tersebut tidak memiliki izin operasional, dan tidak pernah berkoordinasi ataupun mengajukan permohonan legalitas ke Kemenag.
"Kami bahkan tidak tahu keberadaan mereka, karena tidak pernah menghubungi atau berkonsultasi, baik secara langsung maupun melalui telepon," tegas Siti Aminah, Selasa (22/4/2025).
Tanpa izin operasional, Kemenag tidak memiliki akses untuk melakukan pembinaan, pengawasan, atau verifikasi terhadap kegiatan belajar mengajar, materi, serta identitas para pengasuh dan santri di ponpes tersebut.
Kasus ini pertama kali mencuat setelah viral di media sosial. Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa tindak pencabulan terjadi pada rentang waktu Februari hingga November 2022, saat korban masih berusia sekitar 16 tahun dan tinggal satu kompleks dengan pelaku di dalam pondok.
Kasat Reskrim Polres Tanjabbar, AKP Frans Setiawan Sipayung, mengungkapkan modus pelaku adalah meminta korban memijatnya sebelum melakukan perbuatan asusila berulang kali. Salah satu korban bahkan mengaku mengalami pelecehan sebanyak 12 kali dalam setahun.
"Korban baru berani melapor setelah tidak lagi menjadi santri dan kini telah berusia 19 tahun," ujar AKP Frans.
Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Tanjabbar, Yanti, menyampaikan pihaknya akan memberikan pendampingan psikologis dan hukum terhadap kedua korban, meskipun mereka kini telah dewasa secara usia.
"Saat kejadian korban masih anak-anak. UPTD akan mendampingi mereka dalam setiap proses, termasuk saat pemeriksaan di Polres," jelasnya.
SH kini dijerat dengan Pasal 82 Ayat (1) UU RI No. 17 Tahun 2016 jo Pasal 76E UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimalnya mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar.
Kemenag Tanjabbar menyatakan akan segera berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menindaklanjuti keberadaan ponpes ilegal, guna mencegah kejadian serupa terulang. Ada 26 syarat yang wajib dipenuhi pondok pesantren sebelum mendapatkan SK Operasional, termasuk akta tanah, identitas pengasuh, dan kurikulum.(*)
Add new comment