Di sudut kompleks perumahan, sebuah sumur tua berdiri sunyi, menyimpan bahaya yang tak terlihat. Hari itu, Kamis, 7 November 2024, empat nyawa terperangkap dalam keheningan yang mencekam.
Semuanya dimulai saat seorang pria muda, WD, mendekati sumur tua untuk membersihkannya. Tak ada firasat buruk yang melintas di benaknya. Dengan langkah hati-hati, ia menuruni sumur yang gelap, cahaya di atasnya perlahan menghilang. Sesaat kemudian, suara teriakan yang penuh ketakutan menggema dari dalam sumur, menghilang dalam sunyi seketika.
Seorang saksi, warga yang mendengar suara itu, berlari menghampiri bibir sumur, memanggil nama WD. Tidak ada jawaban. Hatinya dipenuhi kecemasan. Ia pun memutuskan untuk turun ke sumur, dengan harapan bisa menyelamatkan nyawa rekannya. Namun, alih-alih menjadi penyelamat, ia sendiri merasakan dada yang tiba-tiba sesak, seperti ada tangan tak kasat mata yang menekan paru-parunya, menyerap udara dari tubuhnya. Dalam hitungan detik, dia pun terjatuh, terdorong ke dalam kegelapan sumur yang dingin.
Kisah pilu belum berhenti. Dua warga lainnya yang terpanggil oleh naluri untuk menolong, menyaksikan sahabat mereka hilang di dalam kegelapan. Mereka turun dengan keberanian yang seakan membungkus rasa takut, tak menyadari bahwa gas beracun mengintai dari dasar sumur. Satu per satu, mereka pun menyerah pada senyap yang mematikan, terjebak dalam pelukan sumur kelam itu.
Di lain tempat, Tim SAR Jambi menerima panggilan yang terdengar seperti sebuah mimpi buruk. Kepala Kantor SAR Jambi, Adah Sudarsa, langsung bergerak cepat, menginstruksikan seluruh timnya untuk berangkat, membawa alat bantu napas khusus, tali vertikal, dan peralatan evakuasi. Satu jam kemudian, ketika Tim SAR tiba, pemandangan yang mereka saksikan mengguncang hati setiap orang di sana.
Kerumunan warga yang tadinya berbisik penuh harap kini diliputi keheningan. Pandangan mereka tertuju pada sumur yang kini terlihat seperti portal menuju neraka. Satu demi satu, tim penyelamat turun untuk mengeluarkan tubuh-tubuh tak bernyawa itu. Seseorang dari keluarga korban jatuh berlutut, tangan menutupi wajah, menangis pilu, tak ada kata-kata yang sanggup diucapkan.
“Keempat orang itu sudah pergi, tersedot dalam kesunyian gas beracun yang tak kasat mata,” ucap Adah dengan suara bergetar. Sumur yang dulunya hanyalah bagian dari kebun, kini menjadi monumen bisu atas sebuah tragedi yang tak bisa dilupakan.
Peristiwa ini menjadi pelajaran pahit bahwa ancaman mematikan kadang tersembunyi di balik sesuatu yang tampak biasa—gas beracun yang tak terlihat, menyerap kehidupan dalam keheningan yang mencekam.
Add new comment