Jambi – Dalam hingar-bingar kampanye Pemilihan Walikota Jambi 2024, Maulana-Diza muncul dengan gagasan yang mencuri perhatian: Kampung Bahagia. Ini bukan sekadar janji politik kosong, melainkan konsep yang berani dan substansial, mengedepankan prinsip pembangunan dari warga, oleh warga, dan untuk warga. Di saat kandidat lain sibuk berbicara tentang pembangunan fisik tanpa arah jelas, Maulana-Diza menawarkan sesuatu yang lebih nyata—pelibatan masyarakat langsung dalam setiap proses pembangunan.
Pembangunan Tak Lagi dari Atas
Satu hal yang sering dikeluhkan oleh masyarakat adalah pembangunan yang seakan-akan hanya ditentukan dari "atas". Program-program pemerintah sering kali tidak mencerminkan kebutuhan riil masyarakat di tingkat bawah. Maulana-Diza melihat ini sebagai masalah mendasar yang harus diatasi.
“Sudah waktunya kita balik paradigma pembangunan. Bukan pemerintah yang menentukan apa yang baik untuk masyarakat, tapi masyarakat yang tahu betul apa yang mereka butuhkan,” tegas Maulana. Ini adalah dasar dari Kampung Bahagia, di mana setiap RT akan diberi kebebasan menentukan proyek pembangunan yang paling mendesak di wilayahnya.
Dalam konsep ini, masyarakat bukan lagi objek pembangunan, melainkan subjek yang aktif. Setiap warga memiliki suara dalam menentukan prioritas pembangunan di lingkungan mereka sendiri. Dan untuk itu, Maulana-Diza tidak sekadar memberikan janji, tetapi mereka siap menggelontorkan Rp 100 juta per RT sebagai dana riil untuk pembangunan yang berbasis kebutuhan nyata.
Rp 100 Juta per RT: Anggaran Nyata, Bukan Omong Kosong
Bukan hal baru bagi masyarakat mendengar janji bantuan pembangunan yang ternyata hanya basa-basi politik. Namun, Maulana-Diza tidak ingin terjebak dalam permainan janji tanpa realisasi. Mereka sudah menyusun skema alokasi anggaran yang jelas, dengan Rp 100 juta per RT sebagai anggaran dasar yang akan diberikan langsung untuk proyek pembangunan di setiap lingkungan.
Ini adalah jumlah yang signifikan, tetapi lebih penting lagi, adalah bagaimana dana ini digunakan. Setiap RT akan memiliki otonomi untuk menentukan sendiri apa yang paling dibutuhkan di wilayah mereka, melalui musyawarah warga. Jalan rusak, drainase bermasalah, fasilitas olahraga, atau taman bermain—apa pun yang dianggap paling krusial oleh warga, itulah yang akan didanai.
“Kami tidak ingin pembangunan hanya sekadar seremonial. Dana ini ada untuk benar-benar memberikan dampak langsung. Kami ingin memastikan setiap sen yang dikeluarkan memberi manfaat nyata bagi warga,” kata Diza dengan tegas.
Musyawarah Warga: Demokrasi Nyata di Tingkat Lokal
Dalam pelaksanaannya, musyawarah warga akan menjadi landasan utama. Setiap warga, dari ketua RT hingga masyarakat umum, akan diundang untuk berpartisipasi. Ini adalah bentuk demokrasi langsung yang jarang diterapkan dalam proses pembangunan kota. Masyarakat akan duduk bersama, mendiskusikan prioritas, dan memutuskan proyek yang paling mendesak.
Maulana percaya bahwa pendekatan ini tidak hanya memberikan manfaat praktis dalam bentuk hasil pembangunan, tetapi juga memperkuat rasa kepemilikan dan tanggung jawab masyarakat terhadap lingkungan mereka.
“Ketika masyarakat dilibatkan langsung dalam proses, mereka akan merasa memiliki proyek tersebut. Ini bukan sekadar proyek pemerintah, tetapi proyek warga,” jelas Maulana.
Pengawasan dari Bawah: Transparansi dan Akuntabilitas
Selain pelibatan dalam perencanaan, Maulana-Diza juga menekankan pentingnya pengawasan oleh masyarakat. Setiap proyek yang dibiayai melalui alokasi Rp 100 juta per RT akan diawasi langsung oleh warga, dengan mekanisme transparan yang melibatkan tim kecil di setiap RT. Pengawasan ini akan memastikan bahwa proyek dijalankan dengan benar, tanpa penyelewengan atau pemborosan.
“Kami ingin masyarakat sendiri yang mengawasi. Ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tapi soal membangun kepercayaan antara pemerintah dan warga,” tegas Diza.
Kampung Bahagia: Lebih dari Sekadar Janji, Ini Adalah Revolusi Pembangunan
Konsep Kampung Bahagia yang diusung Maulana-Diza adalah revolusi kecil dalam cara pandang pembangunan kota. Di tengah kebosanan publik terhadap janji-janji klise dan proyek besar yang sering tidak relevan, pasangan ini hadir dengan gagasan yang menawarkan solusi nyata: memberikan kekuasaan kembali ke tangan rakyat. Ini adalah langkah berani yang diharapkan dapat mengubah wajah Kota Jambi secara mendasar.
“Warga adalah arsitek terbaik untuk membangun lingkungannya sendiri. Mereka yang paling tahu masalah apa yang harus diselesaikan, dan dengan konsep ini, mereka akan punya alat untuk mewujudkannya,” kata Maulana, optimistis.
Kampung Bahagia: Jalan Menuju Kota yang Berdaya dan Bahagia
Dengan alokasi Rp 100 juta per RT dan konsep pembangunan partisipatif ini, Maulana-Diza memberikan sesuatu yang lebih dari sekadar proyek fisik. Mereka menciptakan jalan menuju kota yang benar-benar berdaya—di mana warganya tidak hanya sekadar penonton, tetapi pelaku aktif yang membentuk masa depan lingkungan mereka.
Diza menutup dengan pernyataan tajam, “Ini bukan soal proyek atau janji politik. Ini soal bagaimana kita bisa membangun kota yang bahagia, dengan warganya sebagai motor penggerak. Dan itu hanya bisa terwujud dengan Kampung Bahagia.”
Jika terpilih, Maulana-Diza siap memimpin Jambi menuju era baru, di mana setiap kampung, setiap RT, menjadi bagian tak terpisahkan dari perubahan besar menuju kota yang lebih sejahtera, inklusif, dan benar-benar milik rakyat.(*)
Add new comment