JAMBI – Hingga memasuki awal Desember 2025, penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jambi tahun 2026 belum juga diputuskan. Padahal, pemerintah sebelumnya memperkirakan pengumuman dilakukan pada 21 November lalu.
Keterlambatan itu bukan tanpa sebab. Regulasi baru dari pemerintah pusat pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK)—yang mengeluarkan pengaturan buruh dari UU Cipta Kerja—belum terbit, sehingga Dewan Pengupahan Daerah tidak dapat melakukan rapat penetapan.
Meski begitu, kelompok buruh di Jambi memilih realistis. Mereka tidak keberatan UMP diumumkan lebih lambat, selama angka kenaikan yang ditetapkan pemerintah benar-benar signifikan.
Koordinator Wilayah KSBSI Provinsi Jambi, Roida Pane, menegaskan saat ini terjadi kekosongan hukum yang membuat seluruh proses teknis terhenti.
“Bagi kita dari pekerja, tidak apa-apa menunggu beberapa hari lagi. Yang penting pasti dan berkeadilan buat kami,” ujar Roida kepada Jambi Ekspres, Jumat (5/12).
Roida menyebut perbedaan kebutuhan antara buruh dan perusahaan memang nyata. Perusahaan membutuhkan kepastian cepat untuk menyusun anggaran tahun depan, sementara buruh lebih mengutamakan angka kenaikan daripada waktu pengumuman.
“Kalau perusahaan harus menentukan biaya untuk tahun depan. Kalau kita tidak kayak gitu, yang penting jadi dan angkanya baik,” katanya.
Berdasarkan simulasi yang mengacu pada pertimbangan Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Roida menyampaikan prediksi kenaikan UMP Jambi tahun 2026 bisa mencapai sekitar 8 persen.
Perhitungan itu didasarkan pada:
- Pertumbuhan ekonomi Jambi: 4,8%
- Inflasi: 2% sekian
- Indeks alfa: 0,82 (target buruh 1, tapi dianggap mendekati)
“Kenaikannya sekitar Rp240 ribu sampai Rp250 ribu. Jadi UMP nanti bisa di angka Rp3,4 juta sekian, naik dari UMP 2025 yang sebesar Rp3,2 juta,” kata Roida.
Terkait survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diwajibkan putusan MK, Roida mengakui hampir tidak mungkin dilakukan menjelang akhir tahun. Karena itu, KSBSI menilai penetapan masih akan mengacu pada formula penyesuaian yang disiapkan pemerintah pusat.
“Kita berharap clear sebelum 2026, karena 1 Januari aturan itu sudah harus berlaku,” tegasnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi, Akhmad Bestari, memastikan pemerintah daerah belum bisa bersikap.
“Belum ada. Memang kita masih menunggu juga. Belum ada yang berani ngomong soal angka,” ujarnya.
Bestari menegaskan, tanpa adanya Peraturan Pemerintah (PP) atau aturan turunan pasca putusan MK, pemerintah daerah tidak memiliki landasan hukum untuk menetapkan atau bahkan menghitung proyeksi kenaikan UMP.
Terkait simulasi serikat buruh yang memprediksi kenaikan mencapai Rp245 ribu, Bestari memilih berhati-hati.
“Nanti kalau ngomong sekarang, takutnya beda pula hasilnya,” katanya.
Meski begitu, Bestari menyebut filosofi penetapan UMP sebenarnya tetap sama: menjaga dua kepentingan utama sekaligus.
“Hakikatnya yang terbaik itu iyalah untuk tenaga kerja. Dan juga dunia usaha,” pungkasnya.
Keputusan final UMP 2026 kini masih menunggu meja pemerintah pusat. Baik buruh maupun pengusaha berharap kepastian segera datang, agar persiapan anggaran dan kebutuhan hidup di tahun mendatang dapat dihitung lebih rasional.(*)
Add new comment