GEGER! Rokok Ilegal Hantam Ekonomi RI, Kerugian Negara Tembus Rp 97,8 Triliun, Lebih Parah dari APBD Jakarta!

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Daerah
IST

JAKARTA - Masalah rokok ilegal di Indonesia bukan isapan jempol belaka. Praktik curang ini tak hanya merusak kesehatan masyarakat, namun juga menghancurkan fondasi ekonomi dan sosial negara. Dampaknya, kerugian negara mencapai angka yang fantastis, bahkan melebihi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta!

Data dari Indodata Research Center menyebutkan, peredaran rokok ilegal mengalami kenaikan yang sangat signifikan dari tahun 2021 hingga 2024. Jika pada tahun 2021 angkanya masih 28%, kini melonjak drastis menjadi 48% di tahun 2024.

Parahnya, kerugian potensi negara akibat peredaran rokok ilegal ini bukan main-main, angkanya mencapai Rp 97,8 triliun! Sebagai perbandingan, APBD Jakarta tahun 2025 saja diperkirakan hanya sekitar Rp 91,3 triliun. Artinya, kerugian akibat rokok ilegal lebih besar dari anggaran pembangunan ibu kota!

Salah satu pemicu utama merajalelanya rokok ilegal adalah harganya yang jauh lebih murah, bahkan bisa 50% di bawah harga rokok resmi. Ini karena produsen rokok ilegal tidak perlu membayar pajak, cukai, dan berbagai biaya regulasi lainnya.

Selain itu, akses terhadap alat produksi rokok juga sangat mudah dan bebas diperjualbelikan, memungkinkan industri rumahan memproduksi rokok ilegal tanpa takut cukai. Ironisnya, institusi terkait belum memiliki mekanisme pelacakan keberadaan mesin rokok selain dari aduan masyarakat.

Masalah lain adalah penyalahgunaan pita cukai. Pita cukai yang seharusnya hanya dibeli oleh pabrik resmi berizin, sering kali dipalsukan, direplikasi, atau bahkan dijual kembali secara ilegal oleh pabrik resmi yang nakal.

Kerugian akibat rokok ilegal terasa dari hulu hingga hilir:

  • Pabrik Rokok Legal: Tidak bisa bersaing harga, penjualan menurun, banyak yang mengurangi produksi, bahkan gulung tikar. Jumlah pabrik rokok di Indonesia merosot 90% dari 2.000 menjadi hanya 200 pabrik pada periode 2011-2024.
  • Petani Tembakau: Produksi pabrik legal menurun, permintaan bahan baku turun, harga tembakau anjlok. Ini berdampak pada sekitar 2,3 juta keluarga petani yang menggantungkan hidup pada komoditas ini.
  • Penerimaan Daerah: Cukai rokok adalah sumber Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk daerah, yang digunakan untuk industri kecil, kesehatan, hingga subsidi petani. Jika cukai bocor, pendapatan daerah ikut berkurang dan ekonomi daerah terpukul.
  • Kesehatan: Rokok ilegal tidak memiliki kontrol kualitas dan pengawasan. Kandungan zat berbahaya seperti tar, nikotin, dan karbon monoksida bisa jadi jauh di atas batas normal, sehingga lebih berbahaya dari rokok resmi.

Melihat kondisi ini, Menteri Keuangan Purbaya (nama ini disebutkan dalam video, bukan Sri Mulyani) memutuskan untuk tidak menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan akan lebih fokus pada pemberantasan rokok ilegal.

Langkah terbaru, pemerintah juga berupaya merelokasi produsen rokok ilegal ke Kawasan Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (APHT). Tujuannya agar mereka bisa menjadi legal dan menunaikan kewajiban perpajakan kepada negara. Ini juga menjadi langkah perlindungan bagi para pekerja di industri rokok ilegal yang selama ini merasa terbantu secara ekonomi.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network