Oleh:
Prof Dr Muchtar Latif MPd
Stunting adalah fenomena anak gagal tumbuh. Ia bukan hanya problem kesehatan, melainkan cermin dari kegagalan pembangunan manusia. Data terbaru menunjukkan, prevalensi stunting di Provinsi Jambi mencapai 17,1 persen pada 2025. Angka ini lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang berada pada 13,5 persen, meski lebih rendah dari angka 19,9 persen secara global yang sudah menurun dari 21,5 persen.
Fakta ini menegaskan bahwa persoalan stunting di Jambi perlu dipandang sebagai persoalan strategis, bahkan menyentuh citra bangsa. Negara dengan angka stunting tinggi akan dipersepsikan sebagai negara berkembang yang gagal tumbuh (country growth failing).
Pemerintah Provinsi Jambi sejatinya telah menaruh perhatian serius. Dalam kerangka Visi Misi Jambi Mantap Jilid 2: Jambi Sehat dan Cerdas, kebijakan stunting ditempatkan sebagai agenda prioritas. Tahun 2025, Pemprov mengalokasikan anggaran besar untuk percepatan penurunan stunting.
Dana ini menopang 14 program, 16 kegiatan, dan 25 sub kegiatan yang didukung oleh 6 OPD, dengan porsi terbesar di Dinas Kesehatan. Pendekatan yang digunakan adalah konvergensi 31 indikator pusat yang dihimpun dari tingkat desa, kecamatan, hingga provinsi.
Namun, angka 17,1 persen adalah peringatan. Ia menandakan bahwa kerja keras lintas sektor belum cukup. Karena itu, saya merekomendasikan beberapa langkah kebijakan.
Pertama, literasi stunting atau edukasi harus diperkuat. Masyarakat perlu paham bahwa stunting tidak hanya soal tubuh pendek, melainkan keterbatasan tumbuh kembang yang berpengaruh sepanjang hayat.
Kedua, gizi dan sanitasi harus menjadi prioritas, disertai kolaborasi lintas OPD dan konvergensi program pusat-daerah.
Ketiga, percepatan penurunan stunting hanya mungkin jika disertai perbaikan sarana prasarana dan infrastruktur—air bersih, sanitasi, posyandu, dan layanan gizi di desa-desa.
Selain itu, kebijakan juga harus menyentuh peningkatan mutu pendidikan, akses pekerjaan, dan penurunan angka kemiskinan. Karena stunting lahir dari kemiskinan struktural, keluarga berpendapatan rendah sulit menyediakan pangan bergizi.
Di lapangan, kita juga melihat layanan masyarakat, khususnya ibu dan anak, masih menghadapi keterbatasan tenaga, obat, dan fasilitas. Pelibatan tokoh masyarakat, ulama, guru, dan orang tua sangat penting untuk memperkuat partisipasi kolektif.
Akhirnya, kita membutuhkan stunting real-time digital, yakni pemanfaatan sistem data daring yang memungkinkan masyarakat memantau, mengawasi, sekaligus berpartisipasi. Dengan transparansi data, pemerintah daerah akan lebih akuntabel, sementara masyarakat merasa ikut memiliki tanggung jawab.
Stunting adalah tantangan sekaligus peluang. Tantangan karena ia menyingkap wajah kemiskinan, ketidaksetaraan, dan lemahnya layanan dasar.
Peluang karena keberhasilan menurunkannya akan menjadi simbol naiknya derajat Provinsi Jambi sebagai daerah yang mampu melahirkan generasi sehat dan cerdas. Stunting harus kita lihat bukan sekadar angka, melainkan investasi jangka panjang untuk generasi emas 2045.(*)
Comments
Pak, sulit amat bahasanya…
Pak, sulit amat bahasanya.
Sejahterakan masyarakatmu dulu, itu langkah fundamentalnya.
Add new comment