Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat gebrakan baru dengan menaikkan biaya visa H-1B hingga US$ 100.000 atau setara Rp 1,6 miliar (kurs Rp 16.601). Visa ini biasanya digunakan oleh pekerja asing berkeahlian khusus, terutama di sektor teknologi.
Kebijakan itu disebut sebagai langkah Trump untuk menekan masuknya tenaga kerja luar negeri, yang mayoritas berasal dari China dan India. Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menegaskan, perusahaan seharusnya mengandalkan lulusan universitas dalam negeri.
“Jika Anda akan melatih seseorang, latihlah warga Amerika. Hentikan mendatangkan orang untuk mengambil pekerjaan kita,” kata Lutnick, dikutip Reuters, Sabtu (20/9/2025).
Sektor teknologi menjadi pihak yang paling terpukul karena selama ini sangat bergantung pada pekerja asing. Data menunjukkan jumlah pekerja asing di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) di AS melonjak dua kali lipat lebih sejak 2000 hingga 2019, mencapai hampir 2,5 juta orang.
Meski begitu, lapangan kerja di sektor STEM secara keseluruhan hanya naik 44,5% dalam periode tersebut. Kesenjangan bakat itulah yang selama ini diisi tenaga kerja asing melalui skema H-1B.
Kebijakan Trump memicu kekhawatiran akan efek domino bagi pekerja domestik. Dengan biaya visa selangit, perusahaan bisa menahan rekrutmen baru bahkan memangkas tenaga kerja.
Padahal, visa H-1B dinilai penting untuk menjaga daya saing industri teknologi AS dengan mendatangkan tenaga ahli di bidang yang sangat spesifik. Banyak kalangan menilai, keputusan ini justru berisiko melemahkan inovasi dan mendorong perusahaan memindahkan operasional ke luar negeri.
Add new comment