Muaro Jambi – Deru mesin pengeruk pasir terus menggema di tepian Sungai Batanghari, tepatnya di Desa Kunangan, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi. Aktivitas tambang pasir di kawasan ini kian tak terkendali, menyisakan dampak lingkungan yang mengkhawatirkan serta polemik hukum yang belum tuntas.
Alih-alih mereda, eksploitasi pasir justru semakin masif, menciptakan konflik baru antara warga dan pelaku usaha. Bentang alam terkikis, ekosistem sungai terganggu, dan keberadaan tambang ilegal semakin mencolok. Situasi ini membuat Koalisi Peduli Masyarakat Jambi (KOMPEJ) geram dan menuntut aparat penegak hukum segera turun tangan.
Ketua KOMPEJ, Devri Boy, menegaskan bahwa pemerintah dan aparat hukum tidak boleh tinggal diam melihat eksploitasi tambang yang diduga ilegal ini.
“Pemerintah dan aparat berwenang harus turun langsung ke lokasi. Benarkah tambang ini memiliki izin? Jika tidak, harus segera ditindak,” tegas Devri, Rabu (19/2/2025).
Menurut Devri, hasil pantauan KOMPEJ menunjukkan tambang ini dikelola seseorang berinisial ‘D’, yang di lapangan dikendalikan oleh ‘IW’. Beberapa perusahaan yang disebut-sebut terlibat dalam eksploitasi pasir ini antara lain:
- CV Sumber Alam Batanghari
- CV Berlian Bumi Makmur
- PT Anugerah Mulia
Namun, tak semua perusahaan tersebut memiliki izin operasi yang sah.
Koalisi Peduli Masyarakat Jambi (KOMPEJ) mendesak pihak kepolisian, Kejaksaan Tinggi, dan DLH Provinsi Jambi untuk segera melakukan inspeksi mendadak dan menutup aktivitas tambang ilegal di Desa Kunangan.
“Jangan sampai aparat terkesan membiarkan dan bermain mata dengan pelaku tambang ilegal. Kami minta proses hukum berjalan transparan dan tegas,” ujar Devri Boy.
KOMPEJ juga mengajak masyarakat untuk melaporkan aktivitas tambang ilegal yang mencemari lingkungan dan merugikan warga sekitar.
“Jika ini dibiarkan, bukan hanya sungai yang rusak, tapi masyarakat sekitar juga akan kehilangan sumber air bersih dan lahan produktif mereka,” tegas Devri.
Dugaan tambang ilegal di Muaro Jambi ini harus segera disikapi dengan tindakan tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum. Jika benar ada pelanggaran, maka pihak terkait harus disegel dan diproses hukum.
Sebagai langkah nyata, KOMPEJ mengancam akan menggelar aksi besar-besaran jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan tegas dari pihak berwenang.
"Jangan sampai masyarakat sendiri yang turun tangan menutup tambang ilegal ini. Pemerintah dan aparat harus bertindak sebelum situasi semakin memanas," pungkas Devri.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi, Tandri Adi Negara, menegaskan bahwa pihaknya hanya sebatas menyampaikan data perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. Untuk penindakan hukum, kata dia, itu menjadi ranah aparat penegak hukum.
Berikut status legalitas perusahaan tambang pasir di Muaro Jambi berdasarkan data Dinas ESDM:
✅ CV Sumber Alam Batanghari – Memiliki IUP yang sah.
✅ CV Berkah Bumi Makmur – Memiliki IUP yang sah.
❌ CV Berlian Bumi Makmur – Tidak terdaftar sebagai pemegang IUP.
✅ PT Anugerah Mulia – Memiliki IUP yang sah.
Tandri menegaskan bahwa CV Berlian Bumi Makmur tidak memiliki izin resmi dan jika masih beroperasi, maka melanggar Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Kami selalu berkoordinasi dengan Polres Kabupaten/Kota. Bila ada perusahaan tambang yang tidak terdaftar dalam data IUP kami, maka itu masuk ranah hukum dan harus ditindak tegas," ujar Tandri.
Selain masalah legalitas, aktivitas tambang pasir di Muaro Jambi juga dikhawatirkan membawa kerusakan lingkungan yang parah. Sungai Batanghari yang semakin keruh dan menguning menjadi salah satu indikasi dampak negatif yang dihasilkan dari pengerukan pasir secara masif.
Menurut Tandri, perusahaan yang memiliki izin resmi seharusnya telah melalui kajian dampak lingkungan, namun perusahaan yang tidak memiliki izin jelas berpotensi merusak ekosistem sungai.
"Perusahaan dengan IUP telah melakukan kajian lingkungan. Namun, jika ada pencemaran atau eksploitasi tambang yang berlebihan, maka ini menjadi tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk melakukan pengawasan dan tindakan," jelasnya.(*)
Add new comment