Perlawanan Kelompok Tani Mandiri terhadap PT. TML

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Berita
IST

Suasana pagi di lahan yang selama 30 tahun diklaim oleh PT. TML itu berbeda dari biasanya. Puluhan petani dari Kelompok Tani Mandiri (KTM) tampak sibuk menanam palawija di atas tanah yang selama ini menjadi objek sengketa. Di bawah terik matahari, tangan mereka cekatan menanam benih, menciptakan harapan baru di tanah yang mereka yakini sebagai hak mereka. Aksi yang berlangsung pada Senin, 17 Februari 2025 itu bukan sekadar menanam tanaman pangan, tetapi juga menanam perlawanan.

"Hari ini, kami ingin menunjukkan bahwa tanah ini milik rakyat, bukan korporasi yang selama puluhan tahun mengklaimnya tanpa hak," ujar Wiranto B Manalu, pendamping kelompok tani yang mendampingi aksi pendudukan ini. Baginya, langkah ini bukan sekadar simbol perlawanan, tetapi juga bentuk nyata dukungan terhadap program ketahanan pangan yang digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Sengketa lahan antara Kelompok Tani Mandiri dan PT. TML bukan perkara baru. Sejak 2 Januari 1993, pemerintah Desa Purwodadi telah memberikan izin kepada masyarakat untuk membuka lahan seluas 586 hektare, yang sedianya akan dikelola oleh 356 kepala keluarga. Namun, bertahun-tahun berlalu, tanah itu justru dikuasai oleh PT. TML, yang mengklaimnya sebagai bagian dari wilayah konsesi mereka.

Adu klaim ini berujung pada serangkaian rapat yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat bersama TIMDU PKS dan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). Namun, keputusan yang diambil dalam rapat 19 Desember 2023 seolah lenyap ditelan waktu. Penyelesaian konflik yang dijanjikan tak kunjung terealisasi. Ketidakpastian ini memantik kekecewaan petani.

"Kami sudah mengikuti berbagai rapat, tetapi hasilnya nihil. Hari ini, kami kembali ke tanah kami dan menanamnya. Jika pemerintah tak bisa menyelesaikan, kami akan melakukannya sendiri," tegas Wiranto.

Aksi pendudukan dan penanaman ini bukan hanya perlawanan terhadap PT. TML, tetapi juga sindiran tajam kepada pemerintah yang dianggap lamban merespons konflik agraria. Wiranto dan para petani meminta perhatian dari pemerintah pusat, khususnya Komisi II DPR RI, untuk turun tangan menyelesaikan sengketa ini.

"Kami meminta kepada DPR RI untuk memberikan atensinya terhadap konflik yang telah merugikan petani. Jangan hanya rapat-rapat tanpa hasil, sementara rakyat kehilangan haknya," kata Wiranto dengan nada geram.

Ketegangan di lapangan terus meningkat. Kehadiran aparat keamanan yang berjaga-jaga di sekitar lokasi semakin membuat suasana panas. Namun, para petani bergeming. Mereka bertekad bertahan hingga hak atas tanah mereka dikembalikan.

"Kami tidak akan mundur. Kami akan terus bertahan, meskipun pemerintah hanya diam dan masyarakat terus dibenturkan dengan petugas keamanan yang tak paham konflik ini. Haram bagi kami melihat rakyat menangis kehilangan haknya," ujar Wiranto penuh emosi.

Di antara deretan tanaman palawija yang baru ditanam, semangat perjuangan petani terlihat tumbuh subur. Konflik tanah ini mungkin belum berakhir, tetapi mereka telah memulai babak baru dalam perlawanan. Sebuah perlawanan yang ditanam dengan harapan dan keteguhan hati.(*)

Sumber : https://boemimelayu.com/161/pt-tri-mitra-lestari-zolim-kt-mandiri-melawan/

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network