Kerinci – Pembangunan di Desa Air Mumu, Kecamatan Gunung Raya, dan Desa Semerah, Kecamatan Tanah Cogok, Kabupaten Kerinci, terhenti di tengah jalan. Pasalnya, hingga memasuki 2025, Dana Desa (DD) tahun 2024 belum juga dicairkan. Di balik kegagalan ini, ketidakharmonisan antara kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi biang keladi.
Dana Desa yang seharusnya menjadi tumpuan pembangunan kedua desa, kini menjadi tumpukan masalah. Dengan alokasi Rp 839 juta untuk Desa Air Mumu dan Rp 665 juta untuk Desa Semerah, tidak satu rupiah pun dari dana tersebut bisa dimanfaatkan. Alasannya sederhana tapi tragis: RAPBDes tidak disahkan karena konflik internal antara kepala desa dan BPD.
"Masalah ini sebenarnya bisa diselesaikan jika ada komunikasi yang baik. Tapi saat ini kita menghadapi kebuntuan," ujar Kemdepit, Kepala Bidang Keuangan dan Aset Desa Dinas Pemerintahan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kerinci.
Kemdepit mengakui bahwa pemerintah daerah telah berusaha memfasilitasi dialog. Namun, hingga kini, ego dan perbedaan pendapat antar pemangku kepentingan di desa terus menjadi penghalang.
Warga kedua desa menjadi pihak yang paling dirugikan. Ketiadaan dana membuat berbagai program vital, seperti pembangunan infrastruktur jalan, penyediaan fasilitas umum, hingga pemberdayaan ekonomi, terhenti.
“Yang rugi kami, masyarakat. Pembangunan nggak jalan, fasilitas desa tetap terbengkalai. Pemerintah desa cuma ribut sendiri,” keluh seorang warga Desa Semerah.
Kondisi ini menciptakan frustrasi di kalangan masyarakat, yang merasa diabaikan oleh pemimpinnya sendiri. Aspirasi warga seakan terabaikan oleh perseteruan elit lokal yang lebih sibuk memperjuangkan kepentingan masing-masing.
Kasus ini bukan hanya soal keterlambatan administratif, tetapi mencerminkan masalah mendasar dalam tata kelola desa. Ketegangan antara kepala desa dan BPD sering kali bermuara pada perebutan kekuasaan dan distribusi anggaran. Alih-alih menjadi mitra dalam pembangunan, kedua belah pihak justru terjebak dalam konflik yang tidak produktif.
“Penting bagi para pemimpin desa untuk menyadari tanggung jawab mereka terhadap masyarakat. Konflik seperti ini menciptakan preseden buruk bagi tata kelola desa,” ujar seorang pengamat kebijakan publik lokal.
Pemerintah Kabupaten Kerinci berjanji akan menyelesaikan masalah ini secepatnya. Namun, masyarakat mulai meragukan apakah upaya mediasi dan tekanan dari pihak berwenang mampu membongkar kebuntuan yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan
“Kami tidak ingin ini hanya jadi janji. Kami butuh tindakan nyata,” kata seorang warga Desa Air Mumu.
Tahun baru seharusnya menjadi momentum untuk melangkah maju, bukan untuk terjebak dalam masalah yang berlarut-larut. Di tengah stagnasi pembangunan, masyarakat kedua desa kini hanya bisa berharap agar konflik internal segera berakhir dan hak mereka untuk menikmati pembangunan dapat terpenuhi. Bagi mereka, waktu terus berjalan, tetapi janji pembangunan masih terasa jauh dari kenyataan.(*)
Add new comment