Oleh: Prof. Dr. Mukhtar Latif, MPd. (Wk. Sekjen Wantim MUI Pusat)
A. Paradoks di Negeri Agraris
Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alamnya, sayangnya menghadapi sebuah ironi yang memilukan: masih tingginya angka kerawanan pangan di tengah besarnya volume sampah makanan. Fenomena Food Loss (kehilangan makanan sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen dan distribusi) dan Food Waste (pembuangan makanan yang layak konsumsi oleh rumah tangga, restoran, atau ritel) telah menjadi hantu yang mengancam ketahanan pangan dan ekonomi nasional.
Seruan tentang darurat Food Loss dan Food Waste ini menggema kuat dalam Musyawarah Nasional (Munas) XI Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam forum tersebut, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Arif Satria (2025), menyampaikan sebuah data yang sangat mengejutkan. Ia menggarisbawahi, "Kalau saja kita bisa menjaga kedua hal ini [Food Loss dan Food Waste], 120 juta penduduk Indonesia dapat diselamatkan dari kesulitan makanan, terutama mereka yang berada di bawah garis kemiskinan." Angka ini setara dengan hampir separuh total penduduk Indonesia (Bappenas, 2021, h. 5). Data ini menunjukkan bahwa masalah Food Loss dan Food Waste bukan hanya masalah moral, tapi juga krisis kemanusiaan dan ekonomi yang nyata.
Fakta lebih getirnya, sebuah studi global menempatkan Indonesia dan Arab Saudi sebagai negara dengan tingkat pembuangan makanan per kapita tertinggi di dunia (Gustavsson, Cederberg, & Sonesson, 2015, h. 56). Perilaku ini bukan hanya berdampak pada lingkungan, seperti peningkatan emisi gas rumah kaca dari TPA (FAO, 2013), melainkan juga menafikkan perjuangan para petani dan nelayan yang telah bersusah payah menghasilkan pangan.
B. Teori Food Loss Food Waste dan Angka Statistik Merugikan Suatu Negara
Food Loss dan Food Waste secara teoritis dapat dilihat sebagai kegagalan sistem mulai dari hulu hingga hilir. Food Loss umumnya terjadi di tahap produksi, penanganan pascapanen, dan pemrosesan, yang dipicu oleh infrastruktur yang buruk, manajemen rantai pasok yang tidak efisien, dan kurangnya teknologi penyimpanan (Lipinski et al., 2013, h. 12). Sementara itu, Food Waste didominasi oleh perilaku konsumen yang berlebihan saat membeli, menyajikan porsi yang besar, atau kebiasaan membuang sisa makanan yang masih layak (Lestari & Halimatussadiah, 2022, h. 43).
Secara statistik, kerugian Food Loss dan Food Waste di Indonesia sangat masif. Laporan Kajian Bappenas (2021) menyebutkan, rata-rata Food Loss dan Food Waste di Indonesia selama tahun 2000–2019 mencapai 23–48 juta ton per tahun, atau setara 115–184 kg per kapita per tahun (Bappenas, 2021, h. 8). Kerugian ekonomi yang ditimbulkan diperkirakan mencapai Rp270 triliun hingga Rp551 triliun per tahun, setara dengan 4% hingga 5% PDB Indonesia (Bappenas, 2021, h. 4).
Dampak buruknya tidak berhenti di situ. Food Loss dan Food Waste juga berkontribusi pada defisit nutrisi di kalangan masyarakat miskin dan berpotensi menjadi ancaman dalam pencegahan stunting di Indonesia (Hasanah, Putri, & Ekayani, 2022, h. 46). Koeksistensi antara limbah makanan dan malnutrisi adalah sebuah paradoks terbesar yang harus segera diakhiri (Syarief et al., 2024, h. 86).
C. Karakter Mubazir dalam Pandangan Islam: Konsep Makan Setelah Lapar Berhenti Sebelum Kenyang
Dalam pandangan Islam, isu Food Loss dan Food Waste sangat erat kaitannya dengan karakter mubazir (pemborosan) dan israf (berlebihan). Mubazir adalah perilaku menghabiskan harta untuk sesuatu yang tidak perlu, apalagi membuang-buang nikmat yang diberikan Allah SWT. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra 27).
Ayat ini memberikan peringatan keras bahwa perilaku membuang-buang makanan adalah tindakan yang dibenci, bahkan dikategorikan menyerupai sifat setan (Az-Zuhaili, 2007, Juz 8, h. 55). Ibnu Katsir (2002, Juz 5, h. 810) juga menjelaskan bahwa tabdzir adalah membelanjakan harta bukan pada jalan yang benar. MUI melalui seruannya secara tegas memposisikan masalah ini sebagai isu keagamaan yang memerlukan solusi kolektif dan individual.
Konsep ideal dalam Islam menekankan pada keberimbangan dan rasa cukup, yang terangkum dalam prinsip makan setelah lapar dan berhenti sebelum kenyang. Prinsip ini berlandaskan pada hadis Nabi Muhammad SAW:
"Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Namun, jika ia harus melakukannya (mengisi perut), maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk napasnya." (HR. At-Tirmidzi, Kitab Az-Zuhd, No. 2380)
Prinsip ini adalah kunci untuk mencegah Food Waste di tingkat individu. Secara moral, ini mengajarkan untuk tidak mengambil hak orang lain secara berlebihan dan menyisakan rezeki bagi yang lebih membutuhkan (Al-Ghazali, 2010, Bab Adab al-Akl, h. 89). Selain itu, Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Bulughul Maram juga melarang israf dan tabdzir dalam segala hal, termasuk makanan dan minuman (Ibnu Hajar Al-Asqalani, 2008, Kitabul Jami).
Setiap Muslim didorong untuk menerapkan etika konsumsi yang moderat (al-Wasatiyyah) sebagai solusi untuk menghilangkan perilaku mubazir (Enghariano, 2024, h. 8), dengan cara:
Merencanakan Pembelian
Menghabiskan Makanan
Mendaur Ulang Sisa Makanan.
D. Penutup
Food Loss dan Food Waste adalah isu multidimensi, ekonomi, lingkungan, dan etika, yang menuntut aksi segera. Seruan dari Munas XI MUI Jakarta, harus menjadi titik balik bagi umat Islam dan seluruh bangsa Indonesia untuk merefleksikan kembali budaya makan dan konsumsi kita.
Menangani Food Loss memerlukan intervensi kebijakan dari pemerintah, seperti peningkatan kualitas infrastruktur logistik dan teknologi pascapanen. Sementara itu, menangani Food Waste memerlukan revolusi budaya di tingkat rumah tangga dan pelaku usaha. Mengutip kembali Prof. Arif Satria, 120 juta penduduk dapat diselamatkan, bukan sekadar angka, melainkan harapan yang dapat diwujudkan jika kita semua berkomitmen untuk menghentikan karakter mubazir dalam diri.
MUI telah memberikan landasan keagamaan yang kuat; kini saatnya kita mengamalkan konsep Islam yang menekankan pada syukur, kesederhanaan, dan keberimbangan dalam mengelola rezeki dari Allah SWT.
Referensi
Al-Ghazali, A. H. (2010). Ihya' Ulumiddin. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah. (h. 89)
Az-Zuhaili, W. (2007). Al-Tafsir Al-Munir. Damaskus: Dar Al-Fikr. (Juz 8, h. 55)
Ibnu Hajar Al-Asqalani, A. (2008). Bulughul Maram. Beirut: Dar Ibn Hazm. (Kitabul Jami’)
Ibnu Katsir, I. (2002). Zad al-Masir fi ‘Ilmi al-Tafsir. Beirut: Dar Ibnu Hazam. (Juz 5, h. 810)
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. (1990). Ath-Thibb an-Nabawi. Beirut: Dar Al-Hilal.
Yusuf al-Qardhawi. (1980). Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam. Kairo: Maktabah Wahbah.
Bappenas. (2021). Laporan Kajian Food Loss dan Food Waste di Indonesia. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas. (h. 4, 5, 8)
FAO. (2013). Food Wastage Footprint: Impacts on Natural Resources, Summary Report. Rome: Food and Agriculture Organization.
Gustavsson, J., Cederberg, C., & Sonesson, U. (2011). Global food losses and food waste: Extent, causes and prevention. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations. (h. 56)
Lipinski, B., Hanson, C., Waite, R., Searchinger, T., Dumas, P., & Boyd, S. (2013). Reducing Food Loss and Waste. Washington, D.C.: World Resources Institute. (h. 12)
Satria, A. (2021). Pidato Munas XI MUI. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia. (h. 34)
Enghariano, D. A. (2024). Pembacaan Wahbah Az-Zuhaili Terhadap Term Mubazir Dalam Kitab Al-Tafsir Al-Munir. AL FAWATIH: Jurnal Kajian al-Qur'an dan Hadis, 4(1), 1-13. (h. 8)
Hasanah, A., Putri, E. I. K., & Ekayani, M. (2022). Kerugian Ekonomi dari Sisa Makanan Konsumen di Rumah Makan dan Potensi Upaya Pengurangan Sampah Makanan. Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan, 6(1), 45–58. (h. 46)
Lestari, S. C., & Halimatussadiah, A. (2022). Kebijakan Pengelolaan Sampah Nasional: Analisis Pendorong Food Waste di Tingkat Rumah Tangga. Jurnal Good Governance, 18(1), 39–51. (h. 43)
Syarief, A. Z., Djalal, E. W., & Putri, N. A. (2024). Kajian Tentang Food Loss dan Food Waste: Kondisi, Dampak, dan Solusinya. Journal of Food Technology and Agroindustry, 6(2), 82–90. (h. 86)
Add new comment