“Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.”
Oleh : Dr. FAHMI RASID
LAM PROVINSI JAMBI
Peristiwa yang terjadi di Desa Renah Alai, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin beberapa waktu lalu menjadi pengingat berharga bagi kita semua: bahwa harmoni sosial tidak bisa dibangun hanya dengan peraturan dan kekuasaan, tetapi harus berakar pada nilai, adat, dan kearifan lokal.
Tindakan cepat Bupati Merangin, H. M. Syukur, yang membentuk Tim Terpadu untuk menindaklanjuti peristiwa tersebut, menunjukkan kepemimpinan yang tenang namun tegas. Langkah ini bukan sekadar respons administratif, melainkan wujud kepedulian seorang kepala daerah yang memahami bahwa menjaga kedamaian daerah harus dilakukan dengan langkah terencana, terukur, dan penuh kebijaksanaan.
“Kita sudah membentuk Tim Terpadu untuk mengambil langkah-langkah yang terencana dan terukur. Nantinya kedua belah pihak akan kita dudukkan bersama untuk melakukan mediasi,” ujar Bupati Merangin.
Pernyataan ini merefleksikan sikap seorang pemimpin yang berjiwa besar tidak berpihak pada emosi, melainkan berpihak pada perdamaian.
Sinergi Lintas Institusi: Langkah Terukur dan Bijak
Langkah Bupati Merangin itu mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak. Kapolres Merangin, AKBP Kiki Firmansyah Efendi, dengan sigap menurunkan ratusan personel gabungan guna menjaga situasi agar tetap kondusif. Beliau menegaskan bahwa peristiwa di Renah Alai bukan konflik antara warga pendatang dan warga lokal, melainkan tindak lanjut atas pelanggaran terhadap aturan adat dan peraturan desa.
“Peristiwa itu bukan konflik lahan antara warga pendatang dan penduduk lokal, melainkan tindak lanjut dari masyarakat dan Lembaga Adat Depati Seni Udo terkait Peraturan Desa dan Aturan Adat tentang Tanah dan Anak Semang,” jelas Kapolres.
Penegasan ini menyejukkan suasana, menolak narasi provokatif yang sempat berkembang di media sosial. Sementara itu, Kepala Desa Renah Alai, Hasan Basri, S.Pd.I, menjelaskan bahwa peristiwa tersebut berawal dari pelanggaran terhadap aturan adat terkait pembukaan lahan pertanian, yang kemudian ditindak oleh masyarakat adat.
Langkah cepat dari berbagai pihak ini memperlihatkan kolaborasi lintas institusi yang patut diapresiasi. Pemerintah daerah, aparat keamanan, dan lembaga adat bersatu dalam satu semangat: menegakkan aturan tanpa menimbulkan perpecahan.
Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah
Masyarakat Melayu Jambi sejak dahulu menjunjung tinggi falsafah luhur:
Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah.
Falsafah ini bukan sekadar ungkapan, tetapi pedoman moral dalam bertindak. Ketika ada pelanggaran terhadap aturan adat, penyelesaiannya harus mengedepankan prinsip keadilan, kesabaran, dan kemanusiaan. Adat tidak boleh menjadi alat menekan, tetapi harus menjadi jembatan untuk memperbaiki.
Seperti yang dikatakan oleh Kepala Desa Renah Alai, peristiwa tersebut adalah bagian dari mekanisme adat dalam menjaga tatanan sosial dan ketaatan terhadap norma. Tindakan masyarakat adat, jika dilakukan dengan bijak, justru memperkuat rasa hormat terhadap peraturan lokal dan kesepakatan bersama.
Dalam konteks inilah kita kembali pada pepatah tua yang sarat makna:
“Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.”
Artinya, siapa pun yang hidup di bumi Jambi baik pendatang maupun warga asli wajib menghormati adat dan norma yang berlaku. Di situlah letak martabat masyarakat yang beradab.
Peran Lembaga Adat Melayu Jambi: Penjaga Marwah dan Keseimbangan
Dalam setiap peristiwa sosial di bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, Lembaga Adat Melayu Jambi (LAM Jambi) memiliki posisi yang sangat strategis. Di bawah kepemimpinan Datuk Temanggung Putro Jayodiningrat Drs. H. Hasan Basri Agus, LAM Jambi tampil sebagai benteng moral yang menjaga nilai-nilai luhur masyarakat Melayu.
LAM bukan sekadar lembaga simbolik, melainkan pelindung tatanan sosial dan penuntun harmoni antara adat dan pemerintahan. Di tengah peristiwa Renah Alai, peran tokoh-tokoh adat yang dipimpin oleh Datuk Temanggung Putro Jayodiningrat datuk Hasan Basri Agus sangat dibutuhkan menjadi peneduh di tengah panasnya suasana, dan menjembatani kepentingan yang mungkin berbeda.
Beliau senantiasa menegaskan bahwa penyelesaian masalah harus mengutamakan bahasa adat yang santun, melalui dialog dan musyawarah. Prinsip ini sejalan dengan semangat LAM untuk terus menanamkan kesadaran bahwa adat bukan hanya warisan, tetapi juga sistem nilai yang menuntun masyarakat ke arah damai dan bermartabat.
Kepemimpinan Adat dan Pemerintahan: Dua Sayap yang Saling Menguatkan
Harmoni antara adat dan pemerintahan di Jambi tidak lepas dari peran Gubernur Jambi, Dr. H. Al Haris, S.Sos., M.H. Datuk Mangkubumi Setio Alam Sebagai pemimpin yang tumbuh dari akar masyarakat dan memahami betul kultur Jambi, beliau selalu menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan fisik dan pembangunan sosial-budaya.
Dalam setiap kesempatan, Datuk Mangkubumi Setio Alam yaitu Gubernur Jambi Al Haris selalu menegaskan bahwa pembangunan harus berakar pada nilai-nilai lokal, menghormati adat, dan meneguhkan identitas Melayu Jambi sebagai fondasi karakter daerah. Itulah sebabnya, sinergi antara pemerintah daerah, aparat, dan lembaga adat menjadi sangat penting agar pembangunan berjalan seiring dengan kedamaian sosial.
Langkah Bupati Merangin dan aparat di bawah koordinasi pemerintah provinsi sejalan dengan semangat kepemimpinan beliau: “membangun tanpa meninggalkan akar, memimpin dengan menghargai kearifan.”
Masyarakat Harus Mengerti, Pemerintah Harus Merangkul
Dalam konteks sosial seperti ini, masyarakat dituntut untuk ikut memahami dan menghormati aturan adat maupun hukum positif. Konflik bisa dihindari apabila semua pihak memiliki kesadaran yang sama bahwa keamanan dan ketertiban adalah tanggung jawab bersama.
Pemerintah daerah sudah menunjukkan teladan dengan membentuk Tim Terpadu bukan untuk menghukum, melainkan untuk menyatukan dan memulihkan kepercayaan sosial. Pendekatan seperti ini hanya akan berhasil jika masyarakat juga ikut serta menjaga komunikasi yang sehat dan menghindari provokasi di media sosial.
Sebaliknya, aparat dan lembaga adat perlu terus membuka ruang edukasi agar masyarakat memahami peraturan yang berlaku tanpa merasa diperlakukan tidak adil. Dengan begitu, dialog menggantikan konfrontasi, dan kebersamaan menggantikan kecurigaan.
Merangkul Damai, Menegakkan Marwah
Peristiwa Renah Alai hendaknya menjadi pelajaran berharga bahwa setiap persoalan bisa diselesaikan dengan bijak, selama ada ruang untuk duduk bersama dan mendengar dengan hati.
Kolaborasi antara pemerintah daerah, kepolisian, lembaga adat, dan masyarakat telah membuktikan bahwa Merangin memiliki kedewasaan sosial yang tinggi. Ketika semua pihak bekerja dengan hati, maka tidak ada konflik yang tak bisa diredam.
Sebagaimana petuah adat Melayu mengatakan:
“Selagi adat dijunjung tinggi, selagi itu negeri berdiri teguh; bila adat diabaikan, maka hilanglah marwah dan musnahlah damai.”
Dengan langkah bijak Bupati M. Syukur, ketegasan Kapolres Kiki Firmansyah Efendi, kebijaksanaan Datuk Drs. H. Hasan Basri Agus, serta arahan visioner Datuk mangkubumi setio alam Dr. H. Al Haris, S.Sos., M.H., kita percaya bahwa Merangin dan Jambi akan terus berdiri teguh damai, beradat, dan bermarwah.
Add new comment