Harga yang Terlalu Mahal untuk Sekadar Pemecatan: Rakyat Menuntut Perubahan, Bukan Pergantian Nama

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Opini
IST

Oleh: Juanda Rizki Pratama, S.IP

Kerusuhan, demonstrasi besar-besaran, penjarahan, hingga hilangnya beberapa nyawa dalam beberapa hari terakhir adalah harga yang amat mahal bila hasil akhirnya hanya berupa pemecatan beberapa nama di DPR RI. Nama-nama seperti Eko Patrio, Nafa Urbach, Uya Kuya, Ahmad Sahroni, dan lainnya menjadi sorotan, namun publik justru bertanya: Apakah ini yang kita perjuangkan?

Pemecatan beberapa individu bukanlah jawaban atas tuntutan yang mengakar. Rakyat turun ke jalan bukan hanya karena persoalan personal, tetapi karena akumulasi kekecewaan yang menggunung. Janji-janji politik yang tak kunjung ditepati, kebijakan yang kerap menguntungkan elite, hingga beban ekonomi yang terus menghimpit masyarakat kecil. Dalam situasi seperti ini, mengganti satu dua orang tak ubahnya seperti menambal dinding yang sudah retak parah.

Tuntutan Rakyat Bukan Sekadar Pemecatan

Yang diinginkan rakyat adalah perubahan menyeluruh, bukan kosmetik politik. Cabut seluruh tunjangan DPR RI yang selama ini membebani keuangan negara. Sahkan RUU Perampasan Aset agar kekayaan negara yang diselewengkan dapat kembali ke rakyat. Lakukan langkah konkret yang menyentuh akar masalah, bukan hanya menampilkan drama politik untuk meredam kemarahan publik.

Rakyat tidak peduli siapa yang duduk di kursi itu jika sistemnya tetap sama. Pemecatan hanya memberi kesan ada tindakan, padahal substansinya nihil. Jika persoalan struktural tidak dibenahi, wajah lama akan segera diganti wajah baru, tetapi perilaku tetap serupa.

Harga yang Sudah Terlalu Tinggi

Mari kita hitung biaya sosialnya: kerusuhan yang merusak infrastruktur, penjarahan, trauma masyarakat yang masih membekas, hingga hilangnya nyawa yang tak mungkin terganti. Semua ini sudah terlanjur dibayar dengan harga yang sangat mahal.

Apakah sepadan jika semua itu hanya menghasilkan beberapa nama yang diberhentikan sementara, tanpa reformasi kebijakan? Tentu tidak. Itu sama saja dengan membeli mobil mewah dengan harga satu rumah, tetapi yang didapat hanya roda bekasnya.

Ekonomi Rakyat Kian Terpuruk

Di tengah gejolak politik ini, ekonomi rakyat terus merosot. Harga bahan pokok naik, lapangan pekerjaan seret, pasar tradisional sepi, sementara pejabat negara masih menikmati fasilitas dan tunjangan yang tak masuk akal. Pemecatan tidak akan menurunkan harga beras, tidak akan membuka lapangan pekerjaan, dan tidak akan menghentikan penderitaan rakyat kecil.

Jika pemerintah dan DPR benar-benar ingin menjawab suara rakyat, hentikan kebijakan tambal sulam. Berikan solusi nyata yang bisa dirasakan oleh masyarakat, bukan hanya headline yang cepat hilang di halaman depan media.

Saatnya Melangkah Lebih Jauh

Pemecatan hanya langkah kecil—dan sayangnya, sering dijadikan langkah akhir. Seharusnya, ini menjadi pintu masuk menuju reformasi yang lebih besar: transparansi anggaran, pembatasan tunjangan yang tidak relevan, penegakan hukum yang adil, dan pengesahan regulasi penting seperti RUU Perampasan Aset.

Tanpa itu semua, maka kerusuhan kemarin hanya akan tercatat sebagai episode pahit yang sia-sia: rakyat rugi, negara tak berubah, dan elite kembali tertawa di kursi empuknya.

Kesimpulan:
Harga yang sudah dibayar rakyat terlalu besar untuk diakhiri dengan solusi semu. Yang dibutuhkan bukanlah pergantian tokoh, tetapi perombakan sistem. Jangan biarkan pengorbanan rakyat menjadi bahan politik murahan.

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network