Dari Siang ke Subuh: Demonstrasi, Sunyi DPRD, dan Krisis Demokrasi Lokal

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Opini
IST

OLEH :

MUHAMMAD ARIF SAFWAN

Gedung DPRD Provinsi Jambi kembali jadi panggung drama politik. Semalam, ribuan masyarakat mengepungnya sejak siang hingga menjelang subuh. Mereka menuntut jawaban, keadilan, dan kepastian. Namun, yang mereka dapat hanyalah keheningan. Tidak ada satu pun anggota dewan yang menemui, seolah jarak antara rakyat dan wakilnya kini lebih lebar dari pagar gedung itu sendiri.

Demokrasi Jalanan vs Demokrasi Gedongan

Fenomena aksi semalam sesungguhnya bukan peristiwa tunggal. Ia menegaskan jurang antara demokrasi jalanan dan demokrasi gedongan. Demokrasi jalanan adalah ekspresi rakyat: teriakan, spanduk, peluh, bahkan asap ban terbakar. Sementara demokrasi gedongan, dengan kursi empuk dan pendingin ruangan, tampak sibuk dengan rapat-rapat formal, protokol, dan perhitungan politik.

Keduanya seharusnya saling menyambung. Jalanan memberi alarm, gedung menyalurkan solusi. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya: gedung memilih diam, seakan tidak terganggu oleh suara rakyat di luar.

Bisu yang Bersuara

Diamnya DPRD semalam bukan sekadar ketiadaan fisik. Ia sebuah pernyataan politik. Bisu, dalam konteks ini, justru lantang. Pesannya jelas: DPRD lebih memilih menghindar daripada menghadapi rakyat. Pilihan politik ini menegaskan bahwa representasi di Jambi masih sebatas administratif, bukan moral.

Padahal, legitimasi seorang anggota dewan lahir dari keberanian mereka hadir di tengah konstituen, terutama ketika situasi genting. Ironisnya, yang terjadi justru sebaliknya: rakyat berjaga hingga fajar, wakilnya entah di mana.

Luka Lama yang Berulang

Bagi Jambi, pola ini bukan hal baru. Di banyak momentum politik sebelumnya, rakyat sering merasa “ditinggalkan” oleh lembaga yang mereka pilih lima tahun sekali. Saat ada kasus lingkungan, konflik tanah, hingga soal layanan publik, DPRD kerap lamban atau bahkan pasif.

Aksi semalam hanya menambah daftar panjang luka lama. Luka bahwa gedung rakyat lebih sering tertutup, ketimbang terbuka. Luka bahwa demokrasi lokal masih sebatas slogan, belum hadir dalam praktik nyata.

Implikasi Politik

Jika ditarik lebih jauh, keengganan DPRD menemui massa justru memperkuat siklus ketidakpercayaan publik terhadap institusi politik formal. Ketidakpercayaan itu bisa berujung pada tiga hal:

  1. Apatisme Politik – warga memilih tidak peduli lagi pada pemilu atau proses legislasi.
  2. Radikalisasi Jalanan – aksi protes bisa lebih keras, lebih lama, dan lebih sulit dikendalikan.
  3. Dekonsolidasi Demokrasi – masyarakat mencari saluran alternatif di luar institusi resmi, yang bisa berujung pada ketidakstabilan sosial.

Dalam konteks ini, DPRD seharusnya belajar dari sejarah. Tahun 1998, rezim tumbang bukan hanya karena krisis ekonomi, tetapi juga karena para elit memilih menutup diri dari suara rakyat. Jambi mestinya tidak mengulangi babak itu dalam skala lokal.

Harapan yang Tersisa

Demonstrasi semalam mengingatkan kita: rakyat tidak akan diam. Jalanan akan terus menjadi ruang artikulasi ketika gedung tak lagi mendengar. Namun, sekeras apa pun suara rakyat, demokrasi hanya bisa sehat bila ada jembatan dari pihak yang berkuasa.

DPRD Provinsi Jambi masih punya kesempatan untuk memperbaiki diri. Tetapi syaratnya jelas: buka pintu, buka telinga, dan berani menatap rakyat. Tanpa itu, setiap aksi ke depan hanya akan menambah jurang antara yang dipilih dan yang memilih.

Demonstrasi semalam adalah cermin buram demokrasi lokal di Jambi. Rakyat bertahan dari siang hingga subuh, sementara DPRD memilih sunyi. Diam mereka bukan kebetulan, melainkan refleksi krisis representasi. Jika pola ini dibiarkan, demokrasi di Jambi akan terus pincang: ramai di pemilu, sepi dalam perwakilan.

Penulis Muhammad Arif Safwan
Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Muaro Jambi

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network