Tiga wanita, termasuk seorang kepala desa, ditangkap terkait kasus penggelapan tanah di Sungai Penuh. Kasus ini mengungkap jaringan manipulasi yang merugikan banyak pihak dan menyoroti pentingnya transparansi dalam transaksi properti. Kapolres Kerinci mengajak masyarakat untuk melaporkan kerugian mereka guna menegakkan keadilan.
***
Di sebuah ruang yang dikelilingi dengan raut wajah serius, Kapolres Kerinci, AKBP Muhammad Mujib, memberikan keterangan kepada pers. Pada hari Jumat, 2 Agustus, tiga wanita telah ditangkap dengan dugaan kasus penggelapan tanah di Desa Lawang Agung, Kecamatan Pondok Tinggi, Kota Sungai Penuh. Ketiga tersangka ini, AK, ID, dan LS, kini tengah menghadapi tuntutan hukum yang serius.
Sebuah jaringan penggelapan yang berawal dari transaksi tanah di tahun 2021 terungkap. Dengan menahan nafas, para wartawan mendengarkan rincian lebih lanjut dari kasus yang menyeret salah satu kepala desa, LS, yang bertugas di Desa Tanjung Sam, Kabupaten Kerinci.
"Iya, hari ini kita menahan tiga tersangka kasus dugaan penggelapan. Salah satu tersangka merupakan Kades, yaitu LS," ujar Kapolres dengan nada tegas, membangun gambaran tentang bagaimana kejahatan ini melibatkan individu dengan posisi tanggung jawab publik.
Kejahatan ini menggambarkan jaring kompleks yang melibatkan kepercayaan publik dan manipulasi. Sumber-sumber informasi mengindikasikan bahwa ketiga tersangka telah menyalahgunakan kekuasaan mereka, menjanjikan transaksi tanah yang ternyata hanyalah ilusi. Tanah di Desa Lawang Agung yang seharusnya menjadi titik kebanggaan, berubah menjadi medan ketidakpastian dan ketidakpercayaan.
Dengan suara yang tegas, AKBP Mujib menekankan bahwa tindakan ini tidak hanya menodai kepercayaan masyarakat, tetapi juga menciptakan korban baru. "Informasi yang kami dapat, masih ada lagi korban yang akan melapor terkait kasus penggelapan dilakukan oleh tiga tersangka ini," ujarnya, menegaskan perlunya lebih banyak laporan dari korban lainnya.
Dalam jumpa pers tersebut, Kapolres juga mengajak masyarakat yang merasa dirugikan untuk tidak ragu melaporkan kerugian mereka kepada pihak kepolisian. "Untuk itu kita menghimbau kepada masyarakat yang merasa dirugikan agar melapor ke Polres Kerinci," tandas M. Mujib.
Kasus ini menggambarkan pentingnya transparansi dan keadilan dalam proses jual beli tanah. Sebuah pelajaran pahit tentang bagaimana posisi dan kepercayaan bisa disalahgunakan untuk keuntungan pribadi. Ketiga tersangka kini dihadapkan pada proses hukum yang akan menentukan masa depan mereka, serta memberikan pelajaran penting bagi masyarakat tentang pentingnya berhati-hati dalam transaksi properti.
Melalui tindakan tegas dari pihak kepolisian, diharapkan keadilan akan ditegakkan, dan masyarakat akan mendapatkan kembali kepercayaan mereka terhadap sistem hukum. Kasus ini menjadi pengingat bahwa tidak ada tempat bagi penggelapan dan kejahatan di tengah masyarakat yang beradab dan berkeadilan.(*)
Add new comment