Sungai Penuh, Jambi – Di tengah pesatnya perkembangan Kota Sungai Penuh, terdapat kenyataan pahit yang mencoreng wajah kota ini. Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Sungai Penuh mencatat lonjakan yang memprihatinkan: dari 11 kasus pada tahun 2023, menjadi 14 kasus hingga pertengahan tahun 2024.
Inike Puspita Ningsih, Kepala Seksi Permasalahan Sosial Anak di DP3A Kota Sungai Penuh, mengungkapkan bahwa peningkatan ini bukan hanya angka statistik belaka, tetapi mencerminkan realitas suram yang dihadapi oleh banyak anak dan perempuan di kota ini. "Memang ada terjadi peningkatan kasus kekerasan anak di Kota Sungai Penuh," ujarnya, Selasa (23/7).
Salah satu faktor yang mendasari peningkatan ini adalah penelantaran anak akibat perceraian orang tua. Banyak anak yang menjadi korban tidak hanya dari kekerasan fisik, tetapi juga emosional dan seksual. "Banyaknya temuan kasus kekerasan terhadap anak, lantaran giatnya kunjungan kita ke masyarakat untuk berdiskusi dengan masyarakat secara langsung," jelas Inike.
Kasus-kasus ini tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga menyisakan luka mendalam pada psikologis anak-anak yang terlibat. Mereka membutuhkan pendampingan yang intensif untuk pulih dari trauma yang dialami.
DP3A Kota Sungai Penuh tidak tinggal diam menghadapi situasi ini. Kunjungan langsung ke masyarakat menjadi salah satu strategi untuk mendeteksi dan menangani kasus-kasus kekerasan. Inike menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam melaporkan setiap kejadian kekerasan. "Dia mengimbau warga Kota Sungai Penuh untuk melapor ke petugas jika terdapat anak yang menjadi korban kekerasan baik korban kekerasan fisik, emosional maupun kekerasan seksual, agar bisa dilakukan pendampingan guna menyembuhkan psikologis anak," kata Inike.
Laporan dari masyarakat sangat berharga dalam menangani kasus kekerasan ini. Dengan adanya laporan, DP3A dapat memberikan pendampingan yang diperlukan dan memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan yang layak.
Kasus-kasus kekerasan ini juga menyoroti perlunya kesadaran dan kerjasama dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga-lembaga sosial. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan dan program perlindungan anak, sementara masyarakat harus lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan di sekitarnya.
Diharapkan, dengan upaya bersama, angka kekerasan ini dapat ditekan dan anak-anak di Kota Sungai Penuh bisa hidup dalam lingkungan yang aman dan mendukung pertumbuhan mereka. "Kami akan terus berupaya melakukan edukasi dan sosialisasi agar masyarakat semakin sadar pentingnya melindungi anak-anak kita," tutup Inike.
Lonjakan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Sungai Penuh harus menjadi alarm bagi semua pihak. Ini adalah tanda bahwa perlindungan anak dan perempuan masih memerlukan perhatian serius. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja lebih keras untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan, di mana setiap anak dan perempuan dapat merasa aman dan dihargai.
Dengan meningkatnya kesadaran dan tindakan nyata dari berbagai pihak, diharapkan kasus-kasus kekerasan ini dapat diminimalisir. Anak-anak adalah masa depan bangsa, dan melindungi mereka berarti melindungi masa depan kita semua.(*)
Add new comment