JAMBI – Gubernur Jambi Al Haris menegaskan bahwa hingga saat ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi tidak menerapkan kebijakan merumahkan tenaga honorer. Keputusan ini diambil sembari menunggu kepastian status Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau yang kini disebut sebagai PPPK paruh waktu dari pemerintah pusat.
Al Haris menegaskan bahwa honorer yang telah bekerja sebelum 31 Oktober 2023 tetap bekerja seperti biasa dan tidak boleh diberhentikan secara sepihak.
"Mereka masih bekerja seperti biasa. Pemprov Jambi tidak pernah membuat kebijakan terkait perumahan honorer," ujar Gubernur Al Haris, Rabu (5/2/2025).
Ia juga menegaskan bahwa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemprov Jambi tidak berhak merumahkan honorer tanpa persetujuan dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), yakni Gubernur Jambi sendiri.
"Yang berhak merumahkan pegawai honorer hanya Pejabat Pembina Kepegawaian, yaitu saya selaku Gubernur Jambi," tegasnya.
Sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Al Haris telah mengirimkan Surat Rekomendasi Ketua Umum APPSI nomor: A.005/APPSI/II/2025 kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) pada 3 Februari 2025.
Dalam surat tersebut, APPSI mengajukan tiga poin penting sebagai bahan pertimbangan pemerintah pusat sebelum mengambil kebijakan final terkait tenaga honorer, yaitu:
- Pembatalan Penghapusan Tenaga Honorer
APPSI meminta agar kebijakan penghapusan tenaga honorer yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara dapat dilaksanakan secara konsisten tanpa membatalkan pengangkatan tenaga honorer yang telah didata hingga 31 Oktober 2023. - Percepatan Pengangkatan Honorer menjadi PPPK
Pemerintah pusat diminta segera mengangkat tenaga honorer yang telah didata sebelum 31 Oktober 2023 menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). - Jumlah Honorer yang Menunggu Kepastian
Berdasarkan data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) per 28 November 2024, jumlah tenaga honorer yang menunggu pengangkatan menjadi PPPK mencapai 1.789.051 orang. Jika tidak segera ada keputusan dari pemerintah pusat, dikhawatirkan hal ini dapat mengganggu kondisi pelayanan publik di daerah.
Al Haris mengingatkan bahwa ketidakpastian nasib tenaga honorer dapat berdampak besar pada jalannya pelayanan publik, terutama di sektor pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan daerah.
"Jika tenaga honorer yang bekerja di sektor-sektor vital ini diberhentikan tanpa solusi yang jelas, maka pelayanan publik di daerah akan terganggu. Ini bukan hanya masalah kepegawaian, tetapi juga kesejahteraan masyarakat luas," ujarnya.
Pihaknya berharap pemerintah pusat dapat segera memberikan keputusan konkret terkait tenaga honorer, terutama yang telah bekerja bertahun-tahun dan mengabdikan diri untuk pelayanan publik di daerah.
Sejauh ini, pemerintah pusat belum memberikan tanggapan resmi terkait surat rekomendasi APPSI. Namun, banyak kepala daerah berharap bahwa pemerintah akan mempertimbangkan usulan ini guna menghindari keresahan di kalangan tenaga honorer serta menjaga stabilitas pelayanan publik di seluruh Indonesia.
"Kami terus berkomunikasi dengan pemerintah pusat agar ada solusi yang jelas dan adil bagi para tenaga honorer. Kita semua menunggu keputusan terbaik," tutup Al Haris. (*)
Add new comment